Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Tambang Timah Bangka Belitung: Warisan Kejayaan yang Menyisakan Luka

Data BPDASHL Baturusa-Cerucuk tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat 12.607 lubang kolong bekas tambang timah di Bangka Belitung, dengan luas total ...

Bangka Belitung dianggap sebagai provinsi penghasil timah terbesar di Indonesia dan bahkan mungkin di dunia. Perekonomian Bangka Belitung sangat bergantung pada timah sejak zaman kolonial Belanda bahkan hingga saat ini. Namun, di balik kilauannya, ada luka yang mendalam bagi masyarakat, lingkungan, dan masa depan generasi muda di masa yang akan datang. 

Data BPDASHL Baturusa-Cerucuk tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat 12.607 lubang kolong bekas tambang timah di Bangka Belitung, dengan luas total 15.579 hektar. Lubang-lubang ini telah mengubah alam secara keseluruhan dan membahayakan keselamatan masyarakat. Walhi Kepulauan Bangka Belitung mencatat 17 kasus tenggelam di kolong pada tahun 2021–2022, dengan 11 korban jiwa, sebagian besar anak-anak berusia 7–20 tahun.

Tambang Timah Bangka Belitung
Sumber: Unsplash | @dominik_photography

Mirisnya kerusakan ini tidak hanya terjadi di daratan. Menurut laporan IKPLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2019, penambangan di laut telah menyebabkan hilangnya sekitar 64.514 hektar terumbu karang antara tahun 2015 dan 2017. Padahal, ekosistem laut sangat penting bagi nelayan dan sumber daya di sekitarnya.

Ketergantungan ekonomi masyarakat terhadap tambang menciptakan ketidakseimbangan sosial. Dapat kita lihat, sudah banyak anak muda yang memilih bekerja di tambang ketimbang melanjutkan pendidikan karena iming-iming pendapatan cepat. Akibatnya, Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi di Bangka Belitung bahkan tidak menyentuh angka 20 persen, sehingga menjadi salah satu yang terendah di Indonesia.

Dampak sosial lain yang tak kalah memprihatinkan adalah meningkatnya konflik lahan, rusaknya hubungan sosial antar warga, dan menurunnya kualitas hidup akibat polusi udara dan air dari aktivitas penambangan.

Saat ini, masih ada peluang untuk menyelamatkan Bangka Belitung. Dengan pengembangan sektor pariwisata berbasis budaya dan alam, pertanian organik, dan industri kreatif dapat menjadi jalan keluar. Namun, upaya ini memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan kesadaran kolektif masyarakat untuk secara bertahap melepaskan ketergantungan pada industri ekstraktif. Agar generasi mendatang tidak mengalami kesulitan yang sama, reklamasi lahan yang telah ditambang, edukasi lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi alternatif harus menjadi prioritas utama.

Tambang timah adalah bagian dari sejarah panjang Bangka Belitung. Sekarang adalah waktu bagi kita sebagai masyarakat dan juga para pemerintah untuk mempertimbangkan kembali: apakah patut mempertahankan kesuksesan jika hanya meninggalkan luka? Kita harus bekerja sama untuk membuat cerita baru tentang Bangka Belitung yang fokus pada lingkungan yang lestari, ekonomi yang adil, dan masyarakat yang sejahtera.

Fistcha Laurencia

Biodata Penulis:

Fistcha Laurencia saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Bangka Belitung, program studi Manajemen.

© Sepenuhnya. All rights reserved.