Kirab Malam Satu Suro merupakan tradisi turun-temurun Pulau Jawa yang digelar setiap malam pergantian Tahun Baru Jawa. Kota Solo menjadi saksi bisu peristiwa spiritualitas tersebut, ribuan wisatawan datang dari beberapa daerah untuk menyaksikan kirab dari Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran.
Pawai tersebut bukan hanya pawai biasa, puncaknya adalah ketika benda-benda peninggalan leluhur keraton seperti tombak dan keris diarak mengelilingi kawasan alun-alun dan keraton. Kirab dilakukan dengan suara langkah kaki pemandu tampan ada alunan musik yang menghiasinya menjadikan terciptanya atmosfer magis dan spiritual dalam acara tersebut.
Warga sekitar meyakini bawa hari ketika malam Satu Suro adalah suatu hari yang sakral secara spiritual. Dalam filosofinya sendiri, hal itu adalah hari untuk 'ngening', 'lelaku', dan 'intropeksi'. Sehingga banyak masyarakat yang menjalankan tapa bisu (tidak berbicara dalam sehari) untuk menjaga ketenangan batinnya.
Terdapat banyak orang yang ikut serta memeriahkan barisan Kirab malam Satu Suro tersebut, seperti halnya pelajar, relawan muda, wisatawan asing hingga abdi dalem keraton ikut memeriahkannya. Semua berbaur dalam keheningan yang menunjukkan bahwa tradisi bia menjadi tapi penghubung antara latar belakang dan status sosial. Meskipun berbeda cara pandang, mereka semua sepakat bahwa Kirab Satu Suro adalah tradisi bersama untuk memulai tahun baru dengan tatanan hati yang suci.
Di tengah keberjalanannya modernisasi, Kirab Satu Suro tetap menjadi tradisi yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya. Pemerintah setempat terus mendukung pelestarian tradisi ini, seperti dari promosi budaya, keamanan, serta dari sisi logistik juga.
Biodata Penulis:
Iqlosia Deby Salsabila, lahir pada tanggal 8 Juni 2005 di Kediri, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, program studi Matematika.