Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Urgensi Kurikulum dalam Membangun Generasi Beriman dan Berilmu

Kurikulum merupakan kerangka dasar pendidikan. Kurikulum memiliki peran sangat penting dalam menentukan arah, isi dan proses pembelajaran.

Dunia pendidikan saat ini menghadapi tantangan besar dalam era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Akses informasi yang begitu mudah dan luas, sering kali tidak disertai dengan penyaringan nilai-nilai agama, sehingga dapat menjauhkan generasi muda dari prinsip-prinsip kebenaran dan kebijaksanaan. Kondisi ini dapat memicu krisis moral, penurunan nilai, serta melemahnya jati diri spiritual peserta didik. Tantangan utama dunia pendidikan adalah bagaimana membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam hal moral dan spiritual.

Kurikulum merupakan kerangka dasar pendidikan. Kurikulum memiliki peran sangat penting dalam menentukan arah, isi dan proses pembelajaran. Kurikulum bukan hanya sekedar susunan mata pelajaran, tetapi juga fondasi nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada peserta didik. Oleh karena itu, urgensi merancang kurikulum yang mampu menggabungkan antara keimanan dan ilmu pengetahuan sangat penting untuk diwujudkan.

Urgensi Kurikulum dalam Membangun Generasi Beriman dan Berilmu

Generasi masa depan akan menghadapi persoalan yang rumit, mulai dari krisis moral hingga kecanggihan teknologi kecerdasan buatan. Tanpa fondasi iman yang kuat, ilmu pengetahuan dapat disalahgunakan. Oleh sebab itu, kurikulum pendidikan harus menjadikan nilai-nilai religius dan moral sebagai dasar pembelajaran di seluruh jenjang pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan seharusnya membimbing segala kekuatan kodrat anak agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, baik secara individu maupun anggota masyarakat. (Dewantara, 1935).

Kurikulum yang ideal bukan hanya memasukkan pelajaran agama sebagai mata pelajaran sendiri, tetapi juga menggabungkan nilai-nilai religius ke dalam seluruh mata pelajaran dan proses pembelajaran. Mata pelajaran seperti pelajaran matematika dapat menanamkan nilai-nilai kejujuran dan ketelitian. Pelajaran sains dapat mengajarkan kebesaran Tuhan melalui keteraturan hukum alam (Zuhdi, 2019). Integrasi seperti ini akan menghasilkan peserta didik yang cerdas dan bermoral.

Banyak negara maju yang telah mengadopsi pendekatan pendidikan karakter yang berakar pada nilai spiritual. Misalnya di Finlandia, pembentukan karakter dan kesejahteraan emosional siswa menjadi bagian penting dari sistem kurikulum nasional (Sahlberg, 2015). Indonesia, dengan latar belakang religius yang kuat, seharusnya lebih mampu membangun model pendidikan yang menjadikan keimanan sebagai dasar pengembangan intelektual. Kurikulum Merdeka yang sedang diterapkan saat ini perlu diarahkan lebih dalam agar tidak hanya menekankan pada kebebasan belajar, tetapi juga pada tanggung jawab moral. 

Kurikulum yang berorientasi iman dan ilmu juga sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 menyebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis, serta bertanggung jawab (UU Sindiknas, 2023). Ini menegaskan bahwa iman dan ilmu bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan saling melengkapi dalam membentuk manusia unggul. 

Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa mendesain kurikulum yang menyelaraskan antara iman dan ilmu adalah langkah strategis untuk membentuk generasi emas Indonesia 2045. Generasi yang tidak hanya mampu bersaing secara global, tetapi juga memegang teguh nilai-nilai spiritual dan kebangsaan. Tanpa penggabungan ini, Pendidikan akan kehilangan ruhnya dan kehilangan arah pembangunannya. Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu menggabungkan kecerdasan intelektual dengan kedalaman spiritual, menyatukan logika berpikir dengan nilai-nilai moral dan menyeimbangkan penguasaan ilmu dan ketajaman nurani.

Referensi:

  • Dewantara Ki Hajar, (1935), Pendidikan, Yogyakarta: Taman Siswa.
  • Zuhdi, M. (2019), Integrasi Pendidikan Agama dan Sains dalam Kurikulum, Jakarta: UIN Press.
  • Sahlberg, P. (2015), Finnish Lessons: What Can the World Learn From Educational Changein Finland? New York: Teachers College Press.
  • Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Penulis: Tri Nur Maulida

© Sepenuhnya. All rights reserved.