Dalam dunia yang semakin terkoneksi, batas antara ruang pribadi dan profesional semakin tipis. Perilaku seorang aparatur sipil negara (ASN) tak lagi hanya dinilai dari cara bekerja di balik meja kantor, tetapi juga dari kehadiran mereka di ruang digital. Baru-baru ini, viral video seorang ASN yang berjoget di TikTok saat jam kerja sambil mengenakan seragam dinas. Aksi itu menuai sorotan publik—bukan karena tarian atau musiknya, tetapi karena konteks dan etikanya.
Kasus ini mengingatkan kita bahwa etika profesi di era digital membutuhkan kesadaran baru. ASN bukan sekadar pegawai negara, tapi representasi wajah pemerintahan. Maka, tindakan yang mereka ambil, baik di dunia nyata maupun maya, memiliki konsekuensi etis yang nyata pula.
Antara Hak Ekspresi dan Etika Kedinasan
Setiap individu memiliki hak untuk berekspresi. Namun ketika ekspresi itu dilakukan dalam jam kerja, berseragam, dan di lingkungan kantor, maka ekspresi pribadi itu menjadi bagian dari representasi institusi publik. Di sinilah pentingnya memahami konteks: apakah tindakan itu masih pantas secara etika? Apakah masyarakat akan tetap menaruh hormat terhadap lembaga jika pegawainya tampil demikian di ruang publik digital?
Etika bukan soal mengekang, melainkan soal menimbang kepatutan. ASN perlu memahami bahwa mereka adalah contoh bagi masyarakat dalam menjaga disiplin, integritas, dan rasa hormat terhadap tanggung jawab.
Media Sosial: Cermin, Bukan Panggung
TikTok, Instagram, dan media sosial lainnya bukan hanya sarana hiburan—mereka juga menjadi cermin karakter dan profesionalisme. Apa yang kita tampilkan di media sosial membentuk citra, bukan hanya untuk pribadi, tapi juga untuk instansi.
ASN yang aktif di media sosial semestinya menyadari bahwa setiap unggahan bisa berdampak luas. Maka, etika digital perlu diajarkan dan ditanamkan sejak awal, agar keberadaan ASN di ruang maya tak merusak kepercayaan publik.
Pentingnya Edukasi Etika Publik
Kasus viral ini bukan hanya tentang satu orang ASN, tetapi menunjukkan perlunya pendidikan etika yang berkelanjutan dalam birokrasi. ASN harus dipersiapkan untuk menghadapi era keterbukaan informasi dan eksposur publik yang tinggi.
Pelatihan bukan hanya tentang regulasi kerja, tapi juga tentang membangun kesadaran moral: bahwa sebagai pelayan masyarakat, ASN harus mampu menjaga sikap, baik di ruang rapat maupun di media sosial.
Refleksi Etika di Era Baru
Etika tidak mengenal ruang dan waktu. Di era digital, tindakan kecil bisa menjadi besar karena efek viralitas. Tapi ini bukan untuk ditakuti—justru harus dijadikan momen pembelajaran, bahwa setiap ASN adalah wajah dari pelayanan publik yang profesional, santun, dan layak dihormati.
Sebagai penulis kolaboratif—mahasiswa dan dosen—kami percaya bahwa masa depan ASN yang beretika harus dibentuk sejak awal, melalui pendidikan, keteladanan, dan pembiasaan bertanggung jawab. Karena menjaga etika bukan hanya tugas atasan, tapi komitmen setiap insan.
Penulis:
- Eva Feronika Simanullang – Mahasiswa Program Studi Manajemen, Universitas Katolik Santo Thomas Medan.
- Helena Sihotang, S.E., M.M. – Dosen Mata Kuliah Etika Profesi, Universitas Katolik Santo Thomas Medan.