Teknologi digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia modern. Seiring pesatnya perkembangan internet, kecerdasan buatan (AI), big data, dan media sosial, hampir semua aspek kehidupan manusia kini terhubung secara daring. Di satu sisi, era digital menawarkan efisiensi, konektivitas global, dan kemajuan yang belum pernah kita alami sebelumnya. Namun, di sisi lain, revolusi digital juga menimbulkan tantangan-tantangan serius, terutama dalam bidang etika.
Kita kini berada di sebuah titik balik sejarah, di mana perubahan yang terjadi bukan hanya menyentuh aspek teknis atau praktis, melainkan juga menyentuh nilai-nilai dasar kemanusiaan. Kita berada di persimpangan antara teknologi yang terus maju dan nilai-nilai moral yang harus tetap dijaga. Di sinilah pentingnya membahas etika digital: agar kemajuan yang kita capai tidak kehilangan arah dan tetap berakar pada prinsip-prinsip keadilan, tanggung jawab, dan kemanusiaan.
Kurangnya Kesadaran
Menurut Nurhalizah Putri (2024), salah satu tantangan terbesar adalah isu privasi data. Di era hampir semua aktivitas manusia terhubung secara digital, data pribadi menjadi sangat rentan untuk disalahgunakan. Perusahaan teknologi sering kali mengumpulkan data pengguna tanpa transparansi, sementara insiden kebocoran data juga semakin sering terjadi. Selain itu, penyebaran hoaks melalui media sosial telah menciptakan krisis kepercayaan dalam masyarakat, menyebabkan dampak sosial dan politik yang signifikan.
Sering kali pengguna memberikan izin tanpa membaca ketentuan penggunaan atau tanpa sadar bahwa data mereka digunakan untuk iklan, analisis perilaku, bahkan dijual ke pihak ketiga. Praktik ini menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan antara perusahaan teknologi dan pengguna, serta membuka peluang penyalahgunaan data. Dari sinilah muncul kebutuhan mendesak untuk membangun sistem etika data yang mengutamakan transparansi, persetujuan yang sadar, dan perlindungan hak pengguna.
Selain privasi, kita juga menghadapi masalah etika komunikasi digital. Media sosial menjadi sarana utama untuk berekspresi, berbagi informasi, dan membangun komunitas. Namun, di sisi lain, platform ini juga menjadi ladang penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan perundungan digital. Banyak pengguna menyembunyikan identitas mereka untuk melakukan tindakan tidak etis tanpa takut dikenai sanksi.
Hal ini memperlihatkan bahwa kebebasan berekspresi di dunia digital tidak boleh dilepaskan dari tanggung jawab moral. Etika mengajarkan bahwa setiap kebebasan harus diimbangi dengan kesadaran akan dampaknya terhadap orang lain. Maka, literasi digital yang kuat, ditambah dengan pembentukan karakter moral, menjadi penting agar media sosial tidak berubah menjadi “ruang bebas nilai”.
Etika sebagai Kompas
Etika bukanlah aturan kaku yang menghambat inovasi, melainkan kompas moral yang membantu manusia menentukan arah dalam situasi kompleks. Di tengah derasnya arus digitalisasi, etika membantu kita mempertimbangkan konsekuensi dari setiap keputusan: apakah suatu tindakan akan membawa manfaat jangka panjang? Apakah itu adil? Apakah itu menghormati hak orang lain?
Etika juga menegaskan pentingnya tanggung jawab kolektif. Dunia digital tidak hanya milik satu pihak. Maka, setiap aktor—baik individu, perusahaan teknologi, pemerintah, akademisi, maupun lembaga masyarakat sipil—memiliki peran dalam memastikan dunia digital yang etis dan manusiawi.
- Individu perlu membangun literasi digital yang kuat dan mengembangkan kesadaran moral saat berinteraksi secara daring.
- Perusahaan teknologi harus menerapkan prinsip ethical design, yakni menciptakan produk dan layanan dengan mempertimbangkan dampak sosial dan moral.
- Pemerintah harus menyusun regulasi yang melindungi masyarakat dari eksploitasi digital dan memastikan keadilan akses terhadap teknologi.
- Pendidikan berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai etika digital sejak dini.
Menuju Masa Depan yang Manusiawi
Etika di era digital tidak bisa lagi dianggap sebagai pelengkap atau pilihan opsional. Ia harus menjadi pilar utama dalam setiap kebijakan, inovasi, dan interaksi digital. Jika tidak, kita berisiko menciptakan masyarakat yang semakin tidak adil, penuh manipulasi, dan kehilangan nilai kemanusiaan.
Namun, jika etika diletakkan sebagai dasar dalam perkembangan teknologi, maka masa depan digital bisa menjadi tempat yang lebih inklusif, adil, dan beradab. Etika mampu menjembatani antara kecanggihan teknologi dan kebutuhan akan nilai-nilai luhur seperti kejujuran, empati, dan tanggung jawab.
Seperti yang dikatakan oleh filsuf Hans Jonas dalam konsep etika tanggung jawab, tindakan manusia modern harus mempertimbangkan dampaknya terhadap generasi mendatang. Maka, dalam membangun dunia digital, kita pun harus bertanya: “Apakah pilihan-pilihan kita hari ini akan mewariskan dunia digital yang lebih baik bagi anak cucu kita?”
Zaman digital telah membawa kita ke persimpangan penting dalam sejarah peradaban. Di satu sisi terbentang jalan kemajuan teknologi yang tak terbendung, di sisi lain terbentang nilai-nilai moral yang tak boleh ditinggalkan. Persimpangan ini bukan soal memilih salah satu, tapi bagaimana kita bisa menyeimbangkan keduanya. Dengan menempatkan etika sebagai pedoman utama, kita bisa memastikan bahwa kemajuan digital tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga bijaksana secara moral dan manusiawi.
Penulis:
- Juita Debora Sihombing merupakan mahasiswa, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis (FEB), Prodi Manajemen, di Universitas Katolik Santo Thomas Medan.
- Helena Sihotang, S.E., M.M. merupakan dosen tetap, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis (FEB), Prodi Manajemen, di Universitas Katolik Santo Thomas Medan.