Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pantun Pulau Pandan (Karya Marah Roesli)

Puisi “Pantun Pulau Pandan” karya Marah Roesli bercerita tentang seseorang yang sudah wafat, tetapi kenangan akan dirinya tetap hidup, baik melalui ..
Pantun Pulau Pandan
(Pantun Sitti Nurbaya)

Pantun Pulau Pandan (Versi 1)

Pulau Pandan jauh di tengah,
di balik pulau Angsa Dua,
Hancur badan di kandung tanah,
guna baik diingat jua.

Pantun Pulau Pandan (Versi 2)

Pulau Pandan jauh di tengah,
di balik pulau Angsa Dua,
Hancur badanku di kandung tanah,
cahaya matamu kuingat jua.

Analisis Puisi:

Marah Roesli, salah satu sastrawan besar dari masa perintisan sastra Indonesia modern, tak hanya dikenal lewat roman Sitti Nurbaya, tapi juga lewat sajak-pantun yang sarat makna dan nilai estetika. Salah satu pantun terkenalnya adalah “Pantun Pulau Pandan”, yang hadir dalam dua versi dengan perbedaan makna pada baris terakhir. Meskipun tampak sederhana, pantun ini menyimpan kedalaman emosi dan perenungan yang layak dikaji secara saksama.

Tema

Tema utama dari pantun ini adalah kenangan abadi dan cinta sejati yang tak lekang oleh kematian. Di satu versi, cinta dimaknai sebagai kebaikan yang dikenang, dan di versi lain sebagai memori terhadap sang kekasih.

Makna Tersirat

Pantun ini menyiratkan bahwa:
  • Cinta dan kebaikan sejati tak akan hilang meski jasad telah tiada. Kematian hanyalah batas fisik, bukan batas ingatan atau makna dari kehidupan seseorang.
  • Dalam versi pertama, baris "guna baik diingat jua" mengandung makna bahwa seseorang akan dikenang karena kebaikan hatinya, bukan karena status atau harta.
  • Dalam versi kedua, "cahaya matamu kuingat jua" mempertegas makna personal dan emosional: bahwa cinta atau kenangan terhadap seseorang yang dicintai bisa hidup abadi dalam hati, meski ia telah meninggal.
Keduanya membawa makna mendalam tentang keabadian nilai — baik dalam bentuk moral maupun emosional.

Pantun ini bercerita tentang seseorang yang sudah wafat, tetapi kenangan akan dirinya tetap hidup, baik melalui perbuatan baik maupun cinta dan pengaruh emosionalnya terhadap orang yang ditinggalkan. Pulau-pulau yang disebutkan di baris pembuka hanya metafora dari jarak dan kesunyian, sedangkan makna sejatinya terletak pada dua baris terakhir.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam pantun ini tenang, syahdu, dan melankolis. Ada nada kepergian, namun juga kelembutan, keikhlasan, dan penghormatan. Terutama dalam versi kedua, suasana menjadi lebih personal, emosional, dan puitis.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Beberapa pesan moral atau amanat yang bisa ditarik:
  • Lakukanlah kebaikan semasa hidup, karena itu yang akan dikenang setelah kematian (versi 1).
  • Cinta sejati tidak akan pernah mati, bahkan ketika tubuh telah terkubur di dalam tanah (versi 2).
  • Hidup adalah tentang meninggalkan jejak berarti, baik dalam perbuatan maupun dalam hati orang lain.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan emosional, meskipun ditulis dalam bentuk yang singkat:
  • “Pulau Pandan jauh di tengah, di balik pulau Angsa Dua” memberikan citraan geografis, membentuk suasana sunyi dan jauh, sebagai metafora dari jarak dan keabadian.
  • “Hancur badan di kandung tanah” adalah citraan tubuh yang terkubur, menegaskan kefanaan jasad.
  • “Cahaya matamu kuingat jua” adalah citraan emosional dan visual, menggambarkan kenangan akan tatapan atau kehangatan dari seseorang yang dicintai.

Majas

Pantun ini menggunakan sejumlah majas (gaya bahasa):
  • Metafora: Pulau dan jarak adalah lambang keterpisahan, entah karena kematian atau perbedaan waktu.
  • Hiperbola: “Hancur badan” adalah bentuk ekspresif yang memperkuat makna kematian, meski secara literal tubuh tidak ‘hancur’ seketika.
  • Personifikasi (terutama versi kedua): “Cahaya matamu” disamakan dengan sesuatu yang dapat dikenang, memberi nyawa pada kenangan sebagai sosok hidup.
Puisi “Pantun Pulau Pandan” karya Marah Roesli adalah contoh karya klasik yang menggabungkan estetika sastra Melayu dengan nilai-nilai kehidupan yang abadi. Melalui struktur sederhana namun padat makna, puisi ini menyampaikan bahwa kebaikan dan cinta adalah dua hal yang paling layak dikenang, bahkan ketika tubuh telah tiada.

Dengan kekuatan imaji, majas, dan kesyahduan suasana, pantun ini tidak hanya indah didengar, tetapi juga kaya untuk direnungkan. Dua versi penutupnya memperkaya cara kita memaknai hidup dan kematian — apakah melalui kebaikan universal atau kenangan cinta yang personal.

Puisi: Pantun Pulau Pandan
Puisi: Pantun Pulau Pandan
Karya: Marah Roesli

Biodata Marah Roesli:
  • Marah Roesli (dieja Marah Rusli) lahir di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 7 Agustus 1889.
  • Marah Roesli meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari 1968 (pada usia 78 tahun).
  • Marah Roesli adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
  • Pantun di atas merupakan bagian dari buku Sitti Nurbaya (1920).
© Sepenuhnya. All rights reserved.