Ketika mendengar kata museum, banyak orang mungkin membayangkan tempat yang sunyi, penuh benda-benda kuno, dan suasana yang membosankan. Namun, Museum Gerabah Timbul Raharjo membuktikan bahwa museum bisa menjadi ruang yang hidup tempat belajar mengenal sejarah, dan merenungi nilai-nilai sosial serta budaya kita. Terletak di Kasongan Bantul, Yogyakarta, museum ini menjadi jendela yang memperlihatkan bagaimana tradisi dan kearifan lokal berkembang bertahan dan menyesuaikan diri dengan zaman. Setiap gerabah yang dipamerkan memiliki cerita tentang alam, kerja keras, dan harapan masyarakat akan kehidupan yang lebih baik. Di sinilah pengunjung bisa belajar banyak, bukan hanya soal teknik, tetapi juga tentang filosofi hidup masyarakat lokal.
Museum ini bukan sekadar ruang pajang tetapi adalah ruang edukasi yang terbuka untuk siapa saja, baik anak-anak, pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Museum ini aktif menjadi tempat belajar melalui lokakarya, tur edukatif, hingga restoran yang mendukung pengalaman budaya secara langsung. Anak-anak bisa menyentuh tanah liat, membentuknya menjadi karya, mengecat, dan memahami bahwa di balik setiap benda seni terdapat proses panjang dan nilai-nilai budaya yang melekat. Pengalaman ini membangun kesadaran dan penghargaan terhadap kerja kriya tradisional.
Lebih dari itu, museum ini mengajak kita merenung tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita akan menuju. Gerabah yang terpajang tidak hanya indah, tetapi juga menyimpan pesan sosial, kisah perjuangan, dan ekspresi kebebasan berkarya. Keterbukaan museum ini terhadap publik menjadi salah satu kekuatannya. Tidak ada batas usia atau latar belakang, baik datang sebagai wisatawan, pelajar, seniman, atau hanya ingin melihat-lihat, semua disambut dengan tangan terbuka.
Dengan pendekatan yang inklusif dan ramah. Museum Gerabah Timbul Raharjo berhasil menjembatani dunia seni, pendidikan, dan masyarakat. Museum ini bukan hanya tempat untuk melihat masa lalu, tetapi ruang aktif yang ikut membentuk masa depan. Hal ini mengajarkan kita bahwa budaya bukan sesuatu yang mati, melainkan terus hidup melalui tangan para perajin, cerita yang dibagikan, dan refleksi sosial yang dihadirkan setiap harinya.
Biodata Penulis:
Ghaitsa Luckyta Asri saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang, Jurusan Sosiologi.