Surau merupakan lembaga pendidikan tertua di Minangkabau. Surau bagi masyarakat Minangkabau adalah institusi yang berperan penting dalam pengembangan nilai-nilai moral agama dan juga adat istiadat budaya Minangkabau. Keberadaannya tidak hanya difungsikan sebagai sebagai pusat pendidikan, melainkan juga sebagai tempat mempelajari dan melestarikan kebudayaan Minangkabau seperti, silek, petatah-petitih, dan pengetahuan agama diajarkan di surau bagi anak laki-laki. Surau juga menjadi rumah kedua bagi laki-laki remaja Minangkabau, surau menjadi ruang belajar bagi anak laki-laki setelah mereka dianggap cukup dewasa untuk meninggalkan rumah gadang, sekaligus menjadi tempat mereka menimba ilmu agama, adat, serta keterampilan hidup. Surau tidak hanya dipandang sebagai simbol religiusitas, tetapi juga sebagai lembaga sosial budaya yang berkontribusi besar terhadap pembentukan identitas masyarakat Minangkabau hingga saat ini.
Surau Tarok telah didirikan sejak tahun 1872, itu artinya surau ini sudah berusia kurang lebih 1.5 abad. Surau Tarok diyakini sebagai surau tertua dan sebagai pusat penyebaran syariat Islam tertua di kota Padang. Bangunannya ditopang oleh 16 tonggak yang terbuat dari kayu laban, salah satu kayu pengganti jati. Bentuk tiangnya tidak lurus, melainkan melengkung. Konon katanya para pembangun surau memang sengaja memilih batang kayu yang bengkok ataupun melengkung. Itu memperlihatkan sang perancang surau mengaplikasikan falsafah hidup orang Minangkabau “Alam takambang jadi guru”, yang berarti alam dan segala isinya adalah guru yang memberikan pelajaran kehidupan. Seperti rumah gadang, lantai surau ditinggikan dari permukaan tanah membentuk kolong. Terdapat tangga terbuat yang dari keramik untuk menaikinya. Lantai surau terbuat dari papan. Papan tersebut merupakan material baru karena papan yang lama sudah habis dimakan rayap. Beberapa jendala tersebar di keempat sisi bangunan dengan total enam jendela.
Terdapat tiga makam berderet di sebelah kanan surau. Pada nisan makam, tertulis nama Pakiah Datuak, Si Oema, dan Darwis. Masyarakat meyakini tiga makam tersebut merupakan makam pendiri surau yang terdiri atas mamak dan kemenakan.
Dulunya di depan Surau Tarok ada kolam. Kolam itu berisi ikan-ikan turun-temurun yang tak terkelola dan terkoordinir dengan baik. Berhubung tempat parkir belum tersedia, maka atas kesepakatan masyarakat bekerja sama dengan pengurus, kolam ditimbun dan digantikan dengan lahan parkir, sehingga masyarakat bisa memarkir kendaraannya. Sementara di bagian belakang surau, dulunya ada semak-semak kemudian dibersihkan masyarakat sehingga menjadi tempat berwuduk.
Surau Tarok memiliki peninggalan berupa naskah bertuliskan huruf Arab berbahasa Melayu. Sebanyak delapan koleksi naskah, termasuk dalam 160 naskah kuno yang dipamerkan di Museum Adityawarman pada 2007. Namun sekarang naskah kuno yang terdapat di Surau Tarok sudah banyak yang rusak, tulisan sudah banyak yang hangus bahkan sudah ada yang hilang tulisannya dan banyak juga yang sudah dimakan rayap. Surau Tarok sudah beberapa kali melakukan perbaikan, namun bentuk asli dari surau ini tetap dipertahankan.
Surau Tarok adalah suatu warisan penting di Padang, bukan hanya sebagai tempat ibadah, namun juga sebagai simbol sejarah, budaya, dan tradisi Islam Minangkabau. Dengan usia lebih dari satu abad, Surau Tarok menjadi saksi bisu banyak perubahan namun nilai-nilai asli dan keterkaitannya dengan tokoh ulama tetap melekat. Pelestarian Surau Tarok memerlukan dukungan komunitas lokal, pihak-pihak terkait seperti pemerintah kota atau provinsi, serta ahli sejarah dan budaya-agar struktur fisik, koleksi naskah, dan warisan tak berwujudnya dapat tetap lestari bagi generasi mendatang.
Daftar Referensi:
- https://jakarta.tribunnews.com/2019/05/06/kisah-surau-tarok-di-kota-padang-berumur-15-abad-dan-miliki-tiang-melengkung
- https://www.viva.co.id/ramadan/1150419-surau-tarok-eksentrik-berusia-1-5-abad-dengan-pilar-pilar-kayu-bengkok
Biodata Penulis:
Putri Nurhasanah lahir pada tanggal 8 Januari 2005 di Pekan Baru, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Andalas.