Oleh Okta Rahma Dayanti
Setiap tahun, bangsa Indonesia menghasilkan generasi berpendidikan. Namun di waktu yang sama kasus pembullyan semakin merajalela di Indonesia. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan. Apakah pendidikan kita hanya menghasilkan orang pintar, tapi tidak adanya karakter?
Pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan tetapi juga pembentuk karakter. Sila kedua Pancasila yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi landasan penting dalam pendidikan karakter. Namun, jika pendidikan hanya menekankan capaian akademik daripada nilai-nilai kemanusiaan, maka lahirlah generasi yang berpendidikan tapi krisis moralnya. Contohnya dapat kita lihat pada kasus yang sedang hangat saat ini, yaitu Timothy Anugerah Saputra.
Timothy Anugerah Saputra seorang mahasiswa yang diduga melakukan tindakan bunuh diri di lantai 2/4 gedung fakultasnya. Di saat orang-orang merasa berduka terdapat beberapa mahasiswa satu kampus yang menggunjing hal tersebut, salah satunya mahasiswa kedokteran mengetik "ga berasa lt 2 mah".
Sebagai calon seorang dokter tindakan yang ia lakukan sangatlah disayangkan. Contoh tersebut hanyalah sebagian kecil yang terjadi di Indonesia, masih terdapat berbagai kasus lainnya. “Sejak tahun 2024 kami membuka akses layanan pelaporan perundungan, dan sampai akhir Maret 2025 telah masuk 2.621 laporan. Yang terkonfirmasi sebagai perundungan sebanyak 620,” ungkap Inspektur Jenderal Kemenkes RI, Murti Utami, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Dalam UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Oleh sebab itu diperlukan pendidikan karakter yang bukan sekadar pelengkap, melainkan ruh dari sistem pendidikan itu sendiri. Maka lembaga pendidikan seharusnya membuat kurikulum dengan mengintegrasikan pendidikan karakter secara sistematis dan kontekstual dalam kehidupan sehari-hari baik di dunia nyata maupun di dunia maya, serta diperlukan pelatihan kepada guru karena guru tidak hanya pengajar mata pelajaran melainkan model teladan moral.
Bangsa yang besar bukan hanya ditentukan oleh jumlah sarjana yang dimiliki, tetapi oleh kualitas karakter warganya. Pendidikan tanpa karakter adalah jalan pintas menuju kerusakan. Mari saya, kamu, dan kita semua menyongsong generasi emas 2045 dengan menjadi generasi berpendidikan dan berkarakter.
Biodata Penulis:
Okta Rahma Dayanti, lahir pada tanggal 16 Oktober 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN Raden Intan Lampung.