Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Kenapa Ya Rasa Katuk itu Sering Datang di Waktu yang Tidak Tepat?

Yuk kenali sisi lucu dan jujur dari rasa kantuk yang selalu datang di waktu tak terduga. Ajak dirimu memahami bahwa tubuh butuh istirahat, berhenti ..

Oleh Elza Lidya

Entah kenapa rasa kantuk tuh punya insting yang sangat akurat, tapi selalu datang di waktu yang tidak tepat. Kantuk sering muncul saat pembelajaran kuliah baru saja dimulai, tapi begitu aku rebahan dengan niat tulus ingin tidur, rasa kantuk tiba-tiba menghilang entah ke mana.

Setiap pagi, mataku rasanya berat banget, seakan memikul beban dosa dari malam sebelumnya. Alarm HP berbunyi, tapi tubuhku masih menolak kenyataan. "Lima menit lagi". Dan entah bagaimana lima menit itu sering kali berubah menjadi satu jam. Pikiranku sudah ingin bangun, tapi tubuhku seakan terhipnotis oleh kasur yang tiba-tiba terasa nyaman seakan-akan tidur di atas awan.

Kenapa Ya Rasa Katuk itu Sering Datang di Waktu yang Tidak Tepat

Menariknya, begitu aku bangun dan siap untuk berangkat kuliah, rasa kantuk itu hilang begitu saja. Namun, ketika dosen mulai menyalakan proyektor, kelopak mataku tiba-tiba terasa berat dan perlahan-lahan mulai menutup. Slide PowerPoint berubah menjadi cerita dongeng pengantar tidur. Ketika dosen mulai menjelaskan materi terdengar seperti lagu pengantar tidur.

Kantuk memang makhluk misterius. Datangnya tak diundang, perginya tak diantar. Terkadang kantuk muncul saat mengantre nasi Padang, terkadang saat menunggu balasan dari orang tersayang, terkadang saat salat di masjid. Dan yang paling berbahaya, kantuk sering muncul saat rakaat ke-12 salat Tarawih.

Ada teori sederhana di balik ini. Tubuh manusia sebenarnya tidak malas, hanya saja terlalu sering dipaksa untuk "produktif." Kita dipaksa untuk tetap waspada dari pagi hingga malam, meskipun pikiran juga butuh istirahat. Kantuk adalah tanda tubuh meminta istirahat, tetapi kita sering melawannya dengan kopi, musik, dan scroll di TikTok hingga pukul dua pagi. Hasilnya? Kantuk tidak datang di malam hari, melainkan di siang hari.

Dulu aku pikir kantuk adalah musuh. Namun, seiring waktu, aku menyadari bahwa rasa kantuk itu justru jujur. Kantuk muncul bukan karena bodoh atau lemah, melainkan karena terlalu lama berpura-pura kuat. Badan memang lelah, tapi otak tetap dipaksa memikirkan masa depan, tugas-tugas yang mepet deadline, dan orang yang tak kunjung membalas pesan.

Sering kali, aku hampir tertidur di kereta. Kepala miring ke jendela, bibir hampir menganga, dan playlist sedih yang semakin memperburuk suasana. Tapi begitu kereta berhenti, rasa kantuk itu langsung hilang. Aku kemudian menyadari bahwa kantuk bukan hanya soal kurang tidur, tetapi juga soal tempat dan suasana. Kalau situasi aman, kantuk akan datang. Kalau situasi berbahaya, kantuk akan langsung menghilang.

Lucunya, orang Indonesia punya cara unik melawan kantuk dengan ngemil. Kalau pas ngerjain tugas ngantuk? Pesan kopi dan gorengan. Kalau belajar tapi mata terasa berat? Ambil mi instan. Kalau nonton film sampai tengah malam? Buka snack. Seolah-olah perut kenyang bisa menunda kantuk. Masalahnya, sekali kenyang, bukannya jadi lebih fresh dan bertenaga. Rasa kantuk justru mendatangi kita.

Kantuk juga merupakan bentuk perlawanan kecil terhadap dunia yang terlalu cepat. Dunia memberi tahu kita untuk tetap produktif, tetapi rasa kantuk datang dan berkata, "Cukup, istirahatlah." Menariknya, banyak orang malu mengakui rasa kantuk mereka, takut disebut malas.

Jadi, jika kalian merasa mengantuk saat kuliah besok, jangan langsung marah pada diri sendiri. Mungkin tubuhmu hanya ingin diingatkan, "Hei, kamu manusia, bukan robot." Dunia bisa menunggu sebentar. Dunia tidak akan runtuh hanya karena kamu tidur siang selama lima belas menit.

Karena jika dipikir-pikir, di tengah semua kesibukan dan tujuan hidup, tidur siang selama lima belas menit terkadang merupakan bentuk rasa syukur yang paling tulus.

© Sepenuhnya. All rights reserved.