Oleh Khoirunnisa Auliya Rosyidah
Di balik setiap keluarga yang kuat, ada kemampuan untuk saling memahami dan mendengarkan. Konselor keluarga membantu menumbuhkan hal itu melalui proses refleksi dan komunikasi yang sehat, agar setiap anggota tumbuh bersama dalam kasih dan pengertian.
Keluarga adalah tempat seseorang belajar tentang emosi, nilai, dan cara membangun hubungan. Walaupun keluarga sering dianggap sebagai ruang yang paling aman, kenyataannya tidak semua dinamika berjalan dengan mulus. Ada masa ketika komunikasi mulai renggang, emosi lebih mudah tersulut, atau perbedaan pandangan menjadi sumber ketegangan yang terus berulang. Dalam berbagai situasi seperti ini, konselor keluarga memiliki peran penting untuk membantu keluarga kembali menemukan keseimbangan dan keharmonisan.
Menurut Duvall (1977), keluarga mengalami beberapa tahap perkembangan mulai dari pembentukan pasangan, kehadiran anak, hingga masa lansia. Setiap tahap memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan agar keluarga dapat berfungsi dengan sehat. Misalnya, pada tahap awal pernikahan, pasangan perlu menyesuaikan diri satu sama lain, sedangkan ketika memiliki anak remaja, keluarga dituntut untuk memahami perubahan emosi dan kebutuhan otonomi anak. Ketika tugas-tugas ini tidak terpenuhi, konflik dan ketegangan sering kali muncul.
Sebagai mahasiswa bimbingan dan konseling, saya melihat bahwa peran utama konselor keluarga adalah menjadi fasilitator komunikasi dan agen perubahan positif dalam sistem keluarga. Konselor tidak bertugas menyalahkan satu pihak, melainkan membantu setiap anggota keluarga memahami perasaan, kebutuhan, dan tanggung jawab masing-masing. Konselor juga berfungsi sebagai mediator yang menjembatani perbedaan nilai atau pola asuh antaranggota keluarga.
Dalam praktiknya, konselor keluarga perlu memahami prinsip-prinsip teori sistem keluarga yang dikemukakan oleh Bowen (1978). Teori ini menekankan bahwa perilaku satu anggota keluarga akan memengaruhi seluruh sistem keluarga. Oleh karena itu, ketika konselor membantu seorang anak yang mengalami masalah, ia juga perlu melibatkan orang tua dan memahami dinamika hubungan di rumah. Pendekatan sistemik ini membuat konseling keluarga tidak hanya berfokus pada individu, tetapi pada keseluruhan interaksi antaranggota keluarga.
Dari sudut pandang saya, peran konselor keluarga pada masa kini tidak hanya terbatas pada ruang konseling, tetapi juga sebagai pendidik dan pencegah masalah. Konselor dapat memberikan edukasi kepada orang tua tentang perkembangan anak, keterampilan komunikasi yang efektif, serta strategi membangun kelekatan emosional yang sehat. Dengan begitu, layanan bimbingan dan konseling keluarga berperan tidak hanya ketika terjadi krisis, tetapi juga sebagai upaya preventif agar keluarga tetap harmonis dan berdaya.
Saya meyakini bahwa konselor keluarga adalah sahabat reflektif bagi keluarga, yaitu seseorang yang membantu mereka memahami makna setiap tahap kehidupan, menumbuhkan empati antaranggota, dan mengarahkan pada pertumbuhan bersama. Dalam keluarga yang kuat dan sehat, bukan hanya hubungan yang terjaga, tetapi juga tercipta lingkungan yang mendukung kesejahteraan psikologis setiap individu di dalamnya.
Biodata Penulis: