Oleh Lalita Kirana Nasywa
Kesetaraan dan keadilan gender menjadi salah satu isu penting yang terus diperbincangkan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Meskipun banyak kemajuan telah dicapai, masih ada ketimpangan yang nyata antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak orang masih memahami kesetaraan gender secara sempit, seolah hanya tentang memberikan hak yang sama bagi perempuan. Padahal, makna sejati dari kesetaraan gender adalah memastikan bahwa setiap orang tanpa memandang jenis kelaminnya memiliki kesempatan, akses, dan penghargaan yang sama dalam menjalani kehidupan. Di Indonesia, pemahaman masyarakat terhadap isu gender sering kali masih terhambat oleh budaya patriarki dan pandangan tradisional yang sudah mengakar. Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak ditemui perlakuan berbeda terhadap laki-laki dan perempuan, baik dalam keluarga, pendidikan, dunia kerja, maupun politik.
Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memperkuat pemahaman dan kesadaran kritis terhadap keadilan gender agar mampu menciptakan lingkungan sosial yang lebih inklusif dan adil. Kesadaran kritis tidak hanya berarti tahu tentang kesetaraan, tetapi juga berani berpikir dan bertindak melawan ketidakadilan yang muncul karena perbedaan gender. Proses ini membutuhkan pemahaman yang kuat, sikap terbuka, serta dukungan dari berbagai pihak mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, media, hingga pemerintah. Dengan memperkuat kesadaran ini, diharapkan masyarakat bisa lebih menghargai peran dan potensi setiap individu tanpa membedakan laki-laki atau perempuan.
Arti dan Pentingnya Keadilan serta Kesetaraan Gender
Keadilan gender bukan sekadar memberikan hak yang sama, melainkan juga memastikan perlakuan yang setara sesuai kebutuhan dan kondisi seseorang. Menurut penelitian dalam Sawwa: Jurnal Studi Gender (UIN Walisongo, 2022), kesetaraan gender mencakup keseimbangan dalam hak, kewajiban, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, baik di ranah domestik maupun publik. Artinya, kesetaraan tidak hanya bicara tentang kuantitas atau jumlah, tapi juga kualitas kesempatan yang diterima oleh setiap individu.
Keadilan gender juga berarti menghapus hambatan yang membuat seseorang tidak bisa berkembang hanya karena perbedaan gender. Misalnya, ketika perempuan dianggap kurang pantas memimpin atau laki-laki dipandang lemah jika memilih profesi yang dianggap “feminin”. Pola pikir seperti ini harus diubah melalui pendidikan dan kesadaran masyarakat agar tercipta lingkungan sosial yang saling menghargai.
Tantangan dan Hambatan di Masyarakat
Meskipun banyak upaya telah dilakukan, kesetaraan gender di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan. Salah satunya adalah budaya patriarki, yaitu sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pihak dominan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam sistem ini, perempuan sering dianggap memiliki peran yang lebih kecil, terutama di sektor publik. Akibatnya, kesempatan perempuan untuk berkarier, berpendidikan tinggi, atau ikut mengambil keputusan menjadi terbatas.
Selain itu, minimnya pemahaman tentang konsep gender juga menjadi kendala. Masih banyak masyarakat yang menyamakan istilah “gender” dengan “jenis kelamin”, padahal keduanya berbeda. Jenis kelamin bersifat biologis, sementara gender adalah hasil konstruksi sosial dan budaya yang bisa berubah seiring waktu. Kesalahpahaman ini membuat isu gender sering disalahartikan dan tidak diprioritaskan.
Penelitian dalam Indonesian Gender and Society Journal (IGSJ) (2023) juga menemukan bahwa kebijakan yang ada belum sepenuhnya responsif terhadap isu gender. Banyak program pemerintah yang belum mempertimbangkan kebutuhan berbeda antara laki laki dan perempuan, sehingga hasilnya belum optimal dalam mendorong kesetaraan.
Faktor lain yang menjadi hambatan adalah stereotip gender. Perempuan sering dipandang lebih emosional dan kurang rasional, sedangkan laki-laki dianggap harus kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahan. Padahal, sifat-sifat tersebut tidak ditentukan oleh gender, melainkan oleh kepribadian dan pengalaman hidup masing-masing individu. Pemikiran yang bias ini perlu diluruskan agar tidak lagi menjadi penghalang bagi kemajuan.
Cara Memperkuat Pemahaman dan Kesadaran Kritis Gender
Untuk memperkuat pemahaman dan kesadaran kritis terhadap keadilan gender, dibutuhkan langkah nyata dari berbagai pihak. Pertama, pendidikan memegang peran penting. Sekolah dan universitas sebaiknya tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga membentuk cara berpikir kritis dan empati terhadap ketimpangan sosial. Dengan begitu, generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang memahami pentingnya kesetaraan.
Kedua, media dan teknologi juga sangat berpengaruh. Informasi yang tersebar di media sosial bisa membentuk persepsi masyarakat tentang peran gender. Karena itu, media harus menjadi sarana edukatif yang menyuarakan keadilan dan menolak diskriminasi. Kampanye digital, film, atau konten edukatif bisa membantu membangun kesadaran baru di kalangan masyarakat luas.
Ketiga, pemerintah dan lembaga sosial perlu lebih aktif dalam menciptakan kebijakan yang mendukung kesetaraan. Misalnya, memastikan adanya ruang aman bagi perempuan di tempat kerja, memperluas program pemberdayaan, dan memberikan pelatihan kepemimpinan bagi perempuan di berbagai sektor.
Penelitian dalam Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies (UIN Ar-Raniry, 2021) menyebutkan bahwa pendekatan berbasis pendidikan dan kebijakan publik mampu meningkatkan kesadaran kritis masyarakat terhadap isu gender, terutama di lingkungan kampus dan komunitas muda.
Keempat, peran keluarga juga tidak kalah penting. Pola asuh yang adil dan tidak bias gender dapat menjadi dasar kuat dalam membentuk karakter anak yang menghargai perbedaan. Anak laki-laki dan perempuan perlu dididik untuk saling menghormati dan tidak merasa lebih tinggi satu sama lain. Dengan begitu, nilai kesetaraan bisa tumbuh sejak dini.
Kesadaran Kritis Sebagai Kunci Perubahan
Kesadaran kritis gender tidak muncul secara instan. Dibutuhkan proses belajar, refleksi, dan keberanian untuk mengubah kebiasaan lama yang tidak adil. Dalam konteks Indonesia, banyak gerakan sosial yang telah berusaha mendorong kesetaraan, namun belum semuanya menyentuh akar budaya yang menyebabkan bias gender. Oleh karena itu, penting untuk memadukan pemahaman teori dengan tindakan nyata. Kesadaran kritis berarti mampu mempertanyakan mengapa ketidakadilan terjadi, siapa yang diuntungkan, dan bagaimana cara memperbaikinya. Sikap ini membantu seseorang tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku perubahan sosial. Jika masyarakat semakin banyak yang memiliki kesadaran kritis, maka peluang untuk menciptakan keadilan gender akan semakin besar.
Kesimpulan
Kesetaraan dan keadilan gender bukan hanya tentang perempuan, tetapi tentang menciptakan kehidupan sosial yang adil bagi semua orang. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari budaya patriarki, stereotip gender, hingga kebijakan yang belum responsif. Namun, dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran kritis melalui pendidikan, media, kebijakan publik, dan dukungan keluarga, masyarakat bisa lebih terbuka terhadap perubahan.
Membangun kesadaran kritis bukan sekadar menghafal teori, tetapi berani menolak ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita. Setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki peran dalam mewujudkan. keadilan gender. Jika semua pihak bekerja sama dengan kesadaran yang kuat, maka cita-cita menciptakan masyarakat yang setara, adil, dan saling menghargai bukanlah hal yang mustahil.
Biodata Penulis:
Lalita Kirana Nasywa saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN Gus Dur.