Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Mengapa Mahasiswa Farmasi Perlu Kuasai Literasi Ilmiah?

"Yuk bangun budaya literasi ilmiah! Mahasiswa farmasi perlu mulai membaca jurnal untuk memahami data, mengambil keputusan berbasis bukti, dan ...

Oleh Erlinda Yasmine Sudarsono

Di tengah padatnya aktivitas akademik, mahasiswa farmasi berhadapan dengan rutinitas yang tidak sederhana. Praktikum hampir setiap minggu, laporan yang harus selesai dalam waktu singkat, hingga mata kuliah penuh konsep kimia dan biologi yang menuntut pemahaman mendalam. Dengan ritme yang secepat itu, membaca literatur ilmiah sering terasa seperti beban tambahan. Banyak mahasiswa lebih memilih menyelesaikan tugas secepat mungkin daripada benar-benar memahami ilmu melalui jurnal penelitian. Bukan karena tidak peduli, tapi karena budaya membaca jurnal belum menjadi kebiasaan yang kuat.

Mengapa Mahasiswa Farmasi Perlu Kuasai Literasi Ilmiah

Padahal literatur ilmiah adalah fondasi penting dalam pendidikan farmasi. Jurnal penelitian, systematic review, dan meta analysis menyimpan informasi yang tidak bisa digantikan oleh slide kuliah atau catatan senior. Di dalamnya ada bukti yang menjelaskan keamanan dan efektivitas obat, interaksi obat, hingga perkembangan teknologi sediaan farmasi. Dalam dunia kesehatan, keputusan klinis tidak boleh dibuat berdasarkan asumsi. Ini harus berlandaskan data.

Membaca jurnal juga membentuk pola pikir ilmiah. Menelaah penelitian mengajarkan mahasiswa menilai rancangan studi, membaca analisis statistik, dan mengenali potensi bias. Keterampilan ini tidak hanya berguna untuk skripsi atau penelitian. Kelak, kemampuan menilai bukti ilmiah akan menentukan kualitas keputusan terapi yang mereka ambil sebagai tenaga farmasi. Taruhannya adalah keselamatan pasien.

Tantangan memulai literasi ilmiah memang nyata. Bahasa Inggris yang dominan, akses terbatas ke database berbayar seperti ScienceDirect atau Wiley, serta metode penelitian yang terasa rumit sering membuat mahasiswa kewalahan. Tidak sedikit yang akhirnya hanya membaca abstrak, tanpa pernah menyentuh isi penelitian secara utuh. Namun sekarang semakin banyak sumber terbuka yang bisa dimanfaatkan. PubMed, Google Scholar, DOAJ, dan Portal Sinta menyediakan akses jurnal berkualitas tanpa biaya. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk mencoba.

Membangun budaya literasi ilmiah tidak harus dimulai dengan langkah besar. Membaca satu jurnal setiap minggu, menulis ringkasannya, lalu berdiskusi dengan teman seangkatan sudah cukup memberi dampak. Memakai aplikasi sitasi seperti Mendeley atau Zotero juga membantu menata referensi secara profesional.

Mahasiswa farmasi bukan hanya calon apoteker atau peneliti. Mereka calon penjaga kualitas pelayanan kesehatan. Mereka yang nanti akan menjelaskan mekanisme obat kepada pasien, mengevaluasi terapi berdasarkan bukti, dan memastikan obat digunakan secara rasional. Tanpa literasi ilmiah yang kuat, tugas itu mustahil dijalankan dengan baik.

Jurnal ilmiah bukan sekadar bahan tugas kampus tetapi menyimpan ilmu yang dapat memperbaiki kualitas hidup dan menyelamatkan nyawa. Membaca penelitian secara utuh adalah wujud integritas dalam dunia kesehatan. Ilmu tidak lahir dari hafalan cepat, tetapi dari kemampuan memahami, mengolah, dan mencari kebenaran melalui data.

Kini waktunya mahasiswa farmasi memberi ruang bagi kebiasaan membaca jurnal. Perubahan besar selalu bermula dari langkah kecil yang dilakukan secara konsisten.

Biodata Penulis:

Erlinda Yasmine Sudarsono saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Mulawarman.

© Sepenuhnya. All rights reserved.