Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Refleksi dan Silaturahmi: Jejak Perjalanan Dr. Edy Suseno di Tanah Semarang

Yuk ikuti perjalanan spiritual dan persaudaraan sejati Dr. Edy Suseno di Semarang — dari Dusun Sumilir hingga pesantren Banyu Biru, penuh makna dan ..
Reuni Tak Terduga

Detasemen dari Rombongan dan Awal Reuni Tak Terduga

Waktu menunjukkan pukul 15.00 tepat pada hari Sabtu, 26 Oktober 2025. Dr. Edy Suseno, S.Pd., M.Pd., seorang akademisi dari IKIP Widya Darma Surabaya, menarik diri dari hiruk-pikuk rombongan tur yang baru saja menuntaskan perjalanan eksplorasi mereka di kota Semarang. Sementara rekan-rekan sejawat bersiap untuk kepulangan, Dr. Edy memiliki agenda pribadi yang telah lama dinantikan: sebuah acara reuni dan temu kangen dengan para sahabat seperjalanan ibadah. Acara ini secara khusus didedikasikan untuk mempererat kembali ikatan persaudaraan yang terjalin erat selama pelaksanaan ibadah Umroh yang mereka jalani bersama pada periode 18 hingga 29 September 2025 silam.

Dusun Sumilir

Lokasi penantiannya adalah di area pintu masuk sebuah destinasi wisata populer yang kaya nuansa Jawa, yaitu Dusun Sumilir. Selama kurang lebih satu jam, Dr. Edy Suseno menikmati suasana sore yang mulai teduh sambil menunggu kedatangan tamunya. Tepat waktu, sebuah mobil menghampiri, dan dari dalamnya keluarlah sosok yang ramah, Pak Ilham, salah seorang karib dekatnya selama di Tanah Suci. Tanpa membuang waktu, keduanya segera melanjutkan perjalanan menuju lokasi reuni yang telah disiapkan, yakni sebuah tempat yang dikenal akan keindahan panoramanya, Bukit Alam yang terletak di kawasan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Perjalanan singkat namun penuh makna itu diisi dengan tawa renyah dan obrolan nostalgia. Mereka tenggelam dalam kenangan indah saat berada di Arab Saudi, mengingat kembali momen-momen spiritual yang mendalam, juga anekdot-anekdot lucu yang penuh canda. Suasana di dalam mobil menjadi hangat, seolah waktu berputar kembali ke beberapa minggu sebelumnya, menghadirkan kembali rasa kebersamaan yang tulus.

Kehangatan Pertemuan di Bukit Alam

Bukit Alam

Ketika kendaraan yang membawa Dr. Edy dan Pak Ilham tiba di tujuan, pemandangan yang menyambut sungguh menghangatkan hati. Lokasi di Bukit Alam ternyata sudah dipenuhi oleh beberapa wajah familiar yang juga merupakan bagian dari rombongan Umroh yang sama. Mereka adalah inti dari ikatan persaudaraan yang ingin dirayakan kembali.

Di antara mereka yang hadir adalah:

  • Pak Win, seorang rekan dari kawasan Ungaran.
  • Pak Rokhimun yang hadir bersama sang istri, Bu Mardiyah, pasangan ramah dari Bandungan.
  • Mbak Istiqomah dari Kebon Dalem, yang membawa serta buah hatinya.
  • Pak Kyai Nur Khamim, seorang tokoh religi yang berdomisili di Bandungan.
  • Serta tentu saja, sang penjemput yang murah hati, Pak Ilham, didampingi istrinya, Mbak Nur.

Suasana pertemuan tersebut bukan hanya sekadar acara formal, melainkan sebuah manifestasi dari rasa kekeluargaan yang murni. Pelukan hangat, sapaan akrab, dan bincang-bincang santai mengalir deras, menciptakan aura kebahagiaan yang menyelimuti teras Bukit Alam. Mereka tidak hanya berbagi cerita tentang kehidupan pasca-Umroh, tetapi juga saling memberikan dukungan dan doa. Bagi Dr. Edy, momen ini adalah penyegar jiwa setelah kesibukan akademik dan perjalanan tur yang melelahkan. Ia menemukan kedamaian dan keakraban yang tak ternilai harganya di tengah-tengah sahabat barunya ini.

Setelah acara temu kangen tersebut mencapai puncaknya dan menjelang malam, Dr. Edy Suseno menerima tawaran menginap dari Pak Ilham. Ia pun bermalam di kediaman Pak Ilham, melanjutkan diskusi ringan dan persahabatan mereka hingga larut malam.

Eksplorasi Pagi yang Menyegarkan dan Kunjungan Silaturahmi

Eksplorasi Pagi

Keesokan harinya, Minggu, 27 Oktober 2025, pagi disambut dengan semangat baru. Sebelum memulai agenda silaturahmi, Dr. Edy dan Pak Ilham memutuskan untuk melakukan aktivitas yang menyegarkan tubuh dan pikiran. Keduanya berolahraga lari pagi atau jogging ringan di Alun-Alun Sumowono. Udara pagi yang sejuk, khas dataran tinggi Semarang, memberikan energi positif. Aktivitas fisik ini menjadi prelude yang sempurna sebelum menjalani serangkaian kunjungan yang padat.

Pukul 11.00, mereka memulai perjalanan silaturahmi ke rumah-rumah rekan Umroh lainnya. Perjalanan ini didesain sebagai bentuk penghormatan dan penguatan tali persaudaraan.

Keajaiban Pohon Alpukat di Rumah Pak Rokhimun

Pohon Alpukat di Rumah Pak Rokhimun

Destinasi pertama adalah rumah Pak Rokhimun di Desa Pendem, Kecamatan Bandungan. Di sini, Dr. Edy mendapatkan sebuah pengalaman yang ia sebut sebagai hal baru dalam hidupnya. Di pekarangan rumah Pak Rokhimun, ia melihat, bahkan berkesempatan menyentuh, buah alpukat yang masih menggantung lebat di pohonnya. Sebagai seorang yang sehari-hari berkutat dengan dunia pendidikan dan tinggal di lingkungan perkotaan, menyaksikan buah alpukat langsung dari tangkainya adalah sensasi yang unik dan mendalam.

Keajaiban Pohon Alpukat

Ekspresi kegembiraan dan kekaguman terpancar jelas di wajahnya, menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati seringkali ditemukan dalam kesederhanaan alam.

Pabrik Tahu dan Semangat "Rino Wengi"

Pabrik Tahu

Kunjungan berikutnya membawa Dr. Edy dan Pak Ilham ke rumah seorang wirausahawan, Pak Dariono Mustadi, di Gondorio, Kecamatan Jambu. Pak Dariono dikenal sebagai pemilik pabrik tahu lokal. Ketika bertemu, Pak Dariono Mustadi menunjukkan kegembiraan yang luar biasa, terutama saat ia dengan antusias menyebutkan sebuah yel-yel yang sering mereka kumandangkan saat Umroh: "Rino Wengi" (siang dan malam), sebuah ungkapan yang menyiratkan semangat untuk terus beribadah dan berusaha tanpa kenal lelah.

Pabrik Tahu

Momen ini menjadi refleksi atas komitmen spiritual dan kerja keras yang mereka bagi. Suasana di rumah produsen tahu itu dipenuhi dengan obrolan ringan seputar bisnis, spiritualitas, dan kenangan perjalanan.

Keindahan Pemandangan di Kediaman Ibu Bidan Endang

Keindahan Pemandangan di Kediaman Ibu Bidan Endang

Perjalanan berlanjut ke rumah Ibu Bidan Endang, yang juga bertempat di Gondorio, Kecamatan Jambu. Rumah Ibu Bidan Endang memiliki keistimewaan tersendiri: ia berlatar belakang pemandangan puncak bukit yang menawan. Keindahan alam yang terpampang dari teras rumahnya menciptakan suasana yang sangat damai. Di teras yang asri itulah, tawa renyah dan gelak canda membahana, memecah keheningan sore. Pertemuan itu menjadi momen relaksasi dan apresiasi terhadap keindahan ciptaan Tuhan, yang diiringi dengan kisah-kisah hangat dari profesi masing-masing.

Penutup Silaturahmi di Rumah Mbak Istiqomah

Rangkaian silaturahmi pada siang hari itu ditutup dengan kunjungan ke kediaman Mbak Istiqomah di Desa Kebon Dalem, Kecamatan Jambu. Di sana, hadir pula Pak Ansori beserta istrinya. Pertemuan ini melengkapi rasa persaudaraan yang telah terjalin. Diskusi dan tukar pikiran seputar keluarga dan kehidupan sehari-hari menjadi inti dari pertemuan terakhir di sore hari itu.

Perbincangan Spiritual Intensif dengan Gus Munir

Perbincangan Spiritual Intensif dengan Gus Munir

Malam itu, setelah padatnya agenda kunjungan siang hari, fokus Dr. Edy Suseno beralih ke dimensi spiritual dan intelektual yang lebih dalam. Pukul 20.00, tanpa sedikit pun rasa lelah, Dr. Edy dan Pak Ilham memulai perjalanan menuju pondok pesantren. Mereka telah dinantikan oleh seorang rekan yang akan memandu mereka menuju Gus Munir, pengasuh Pondok Pesantren ROSOJATI Banyu Biru. Sosok Gus Munir bukanlah sembarangan; beliau adalah murid dari Syeikh Ahmad Sirrulloh, Pengasuh Ponpes Surya Buana di Magelang—menandakan kedalaman ilmu spiritual yang akan mereka temui.

Perbincangan Spiritual Intensif dengan Gus Munir

Pertemuan tersebut bukan sekadar silaturahmi, melainkan titik puncak intelektual dan spiritual dari seluruh rangkaian perjalanan Dr. Edy. Sebagai seorang akademisi dan pemikir kritis, Dr. Edy mendapatkan panggung untuk berbagi sudut pandang yang unik mengenai Al-Qur'an. Beliau berpendapat bahwa pemahaman dan pengamalan ajaran suci memerlukan critical thinking yang kuat. Bagi Dr. Edy, berpikir kritis adalah kunci untuk membedah teks agar relevan dan aplikatif dalam menghadapi kompleksitas kehidupan modern.

Suasana perbincangan yang terjalin antara akademisi dan tokoh pesantren itu begitu hangat, mendalam, dan mencerahkan. Diskusi mereka mempertemukan dua lautan ilmu: perspektif akademik Dr. Edy yang fokus pada solusi masalah kontemporer, dan perspektif keagamaan tradisional Gus Munir yang kaya akan hikmah spiritual dan tradisi pesantren. Mereka mendiskusikan topik-topik filosofis, praktis, dan keagamaan, mencari sinergi antara logika dan spiritualitas.

Waktu seolah terhenti; perbincangan yang penuh inspirasi dan makna itu tanpa terasa baru usai menjelang subuh, tepat pada pukul 03.00 dini hari. Setelah pamit dengan penuh hormat kepada Gus Munir, Dr. Edy dan Pak Ilham kembali ke Semarang. Setibanya di kediaman Pak Ilham, Dr. Edy segera beristirahat, mengisi ulang energi setelah malam pencerahan yang panjang, demi mempersiapkan diri menghadapi hari terakhir perjalanannya.

Penutup Perjalanan dan Janji Persaudaraan

Janji Persaudaraan

Pagi hari terakhir, suasana masih dipenuhi rasa persaudaraan yang kuat. Pada pukul 08.00, seorang rekan yang belum sempat dikunjungi Dr. Edy, yaitu Pak Hendro, datang berkunjung ke rumah Pak Ilham. Kunjungan mendadak ini adalah inisiatif Pak Hendro sendiri yang tak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan Dr. Edy sebelum kepulangannya.

Perbincangan antara Dr. Edy, Pak Ilham, dan Pak Hendro berlangsung hangat, diselingi senda gurau yang akrab. Mereka membahas kembali semua momen indah yang telah mereka lewati, baik selama Umroh maupun selama kunjungan singkat di Semarang. Ikatan persahabatan yang baru terbentuk ini terasa begitu kokoh dan tulus.

Namun, setiap pertemuan pasti memiliki akhir. Waktu terus berputar hingga menunjukkan pukul 11.00. Ini adalah batas waktu bagi Dr. Edy Suseno untuk meninggalkan kota Semarang dan kembali ke Surabaya, tempat tugas dan keluarganya menanti. Dengan berat hati namun penuh rasa syukur, ia berpamitan kepada Pak Ilham dan Pak Hendro.

Pak Ilham, sebagai tuan rumah yang sangat baik, mengantar Dr. Edy ke terminal bus terdekat. Di sana, Dr. Edy menaiki bus yang akan membawanya kembali menuju kota asalnya, Surabaya.

Perpisahan di terminal bukan hanya sekadar ucapan selamat tinggal, melainkan janji untuk menjaga silaturahmi yang telah terjalin. Perjalanan singkat Dr. Edy Suseno di Semarang ini adalah sebuah epilog yang indah bagi ibadah Umrohnya, sebuah bukti nyata bahwa persaudaraan yang dibangun atas dasar spiritualitas dan ketulusan dapat menciptakan ikatan yang kuat dan abadi, melintasi jarak dan kesibukan. Pengalaman ini memberikan Dr. Edy bukan hanya kenangan manis, tetapi juga bekal spiritual dan inspirasi baru yang akan ia bawa kembali ke lingkungan akademiknya di IKIP Widya Darma Surabaya.

Biodata Penulis:

Dr. Edy Suseno, S.Pd., M.Pd. merupakan dosen tetap di IKIP Widya Darma Surabaya, mengajar di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris.

© Sepenuhnya. All rights reserved.