Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Setiap Hari Balapan dengan Waktu: Tantangan Menjadi Mahasiswa PP

Seperti apa perjuangan mahasiswa PP yang setiap hari menempuh perjalanan jauh ke kampus?

Oleh Nahdia Aisyah Rasyanti

Menjadi mahasiswa yang memilih tetap tinggal di rumah dan menempuh perjalanan setiap hari untuk menuju kampus bukanlah keputusan yang mudah. Banyak orang mengira hal itu biasa saja, namun di balik helm dan tas punggung yang dibawa, ada cerita perjuangan yang jarang terlihat. Setiap hari, jalanan menjadi saksi bisu perjuangan para mahasiswa PP yang berjuang menantang waktu. Di tengah terik matahari yang menyengat, hujan yang datang tiba-tiba, dan kemacetan yang terasa tak berujung, mereka tetap melaju membawa semangat belajar dan harapan untuk tiba di kampus tepat waktu.

Mahasiswa PP vs Mahasiswa Kos

Menjadi mahasiswa PP ibarat menyeimbangkan dua sisi kehidupan yang berbeda: antara kenyamanan rumah dan realita perjalanan. Ada banyak hal yang membuatnya menyenangkan, seperti tetap bisa dekat dengan keluarga, makan masakan ibu setiap hari, saat pulang sore disambut dengan kehangatan suasana rumah. Hal ini tidak didapatkan mahasiswa kos yang sering kali kesepian, jenuh, dan harus memastikan keuangannya cukup sampai akhir bulan.

Tantangan Menjadi Mahasiswa PP

Namun di sisi lain, perjuangan mahasiswa PP berbeda: mereka berhadapan dengan waktu, bensin, cuaca, macet, dan rasa kantuk yang menyerang di jalan. Ketika teman kos pusing memikirkan cucian baju yang menumpuk, mahasiswa PP justru sibuk memikirkan rute tercepat agar tidak terlambat.

Tantangan Menjadi Mahasiswa PP

Aku salah satunya—mahasiswa PP Klaten–Solo yang harus menempuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai ke kampus. Kehidupanku sebagai mahasiswa PP dihadapi dengan berbagai tantangan. Pertama, mempersiapkan barang apa saja yang diperlukan dan harus benar-benar teliti. Tugas, alat tulis, laptop, charger, kartu mahasiswa—semua harus siap sebelum berangkat. Jika ada barang yang tertinggal dan kita sudah berada di tengah perjalanan, rasanya seperti mengulang misi dari awal. Terlebih jika tugas itu penting dan harus dikumpulkan hari itu. Mau putar balik? Waktu tidak selalu bersahabat.

Kedua, jika jadwal kuliah dimulai pagi, sebagai mahasiswa PP harus bangun lebih cepat dibandingkan anak kos. Misalnya kelas dimulai jam 8, aku sudah bersiap dari jam 6.30, bahkan kadang lebih awal. Masalahnya bukan cuma soal jarak, tapi kondisi jalan yang ramai di pagi hari. Jalanan biasanya dipenuhi pegawai, anak sekolah, pedagang, sampai kendaraan besar yang bikin perjalanan lebih lambat. Data dari Dishub Surakarta menunjukkan jam padat lalu lintas terjadi pukul 06.00–08.00. Jadi kalo berangkat terlalu mepet, kemungkinan terlambat jadi makin besar. Dan yang paling bikin sakit hati adalah ketika sudah bangun pagi-pagi, buru-buru berangkat, menerjang macet, tapi sesampainya di kampus malah dapat kabar kalau kelas dibatalkan. Rasanya seperti ikut lomba lari, tapi garis finish-nya dipindah pas kita hampir sampai.

Ketiga, seringkali sebagai mahasiswa PP harus ikut kegiatan kampus atau kerja kelompok sampai malam. Tapi kita harus ingat jika pulang terlalu malam akan membuat orang rumah khawatir. Hal itu juga membuat was-was dengan apa yang kita lalui dan temui dijalan. Jalanan yang sepi, angin malam yang dingin, dan lampu jalan yang remang-remang membuat suasana sedikit menegangkan. Kadang rasa takut muncul tiba-tiba. Tetapi tidak ada pilihan lain selain pulang, karena satu-satunya tujuan adalah sampai rumah dengan selamat.

Tidak jarang juga rasa kantuk menyerang di tengah perjalanan. Di titik ini, mahasiswa PP harus punya kesadaran tinggi dan istirahat cukup. Beberapa teman yang jarak tempuhnya lebih jauh dari aku kadang bercerita bahwa mereka lebih cepat lelah, mudah sakit, bahkan kehilangan fokus saat berkendara. Itu menunjukkan bahwa tantangan PP bukan hanya soal waktu, tetapi juga kesehatan fisik dan mental. Belum lagi biaya bensin dan servis kendaraan yang harus rutin—semua memerlukan pengelolaan keuangan yang bijak.

Selain itu, cuaca adalah musuh yang tak bisa diprediksi. Mendung yang tiba-tiba berubah menjadi hujan deras sering membuat jas hujan menjadi sahabat setia. Namun memakai jas hujan bukan berarti perjalanan menjadi nyaman. Angin dingin, helm yang berkabut, hingga pakaian yang tetap basah bisa menambah rasa lelah. Ditambah lagi, jalanan basah membuat perjalanan penuh risiko. Sementara itu, panas matahari yang menyengat juga tak kalah menguji kesabaran. Kulit terbakar, keringat bercucuran, dan asap kendaraan adalah tantangan lain yang tidak kalah berat.

Dibentuk Perjalanan, Dikuatkan Proses

Semua tantangan itu membentuk mahasiswa PP menjadi pribadi lebih kuat. Mereka belajar mengatur waktu, bersabar di perjalanan, dan menghargai rumah yang hanya bisa dinikmati sebentar. Hidup mereka dipenuhi langkah panjang menuju kampus, namun di situlah mereka memahami arti perjuangan. Kuliah bukan hanya soal duduk di kelas, melainkan proses panjang yang sering tidak terlihat orang lain.

Menjadi mahasiswa PP memang bukan yang paling berat, tapi ada beban tersembunyi yang perlu dihargai. Di balik langkah tergesa setiap pagi, ada mimpi yang diperjuangkan dan keluarga yang menunggu. Jadi, kalau kamu melihat mahasiswa PP datang dengan napas ngos-ngosan, rambut berantakan, atau wajah yang masih ngantuk, jangan langsung menghakimi. Berikan senyum terbaikmu. Karena mereka baru saja menang dari lomba yang bahkan kamu tidak lihat: balapan melawan waktu. Dan besok pagi, perlombaan itu akan dimulai lagi.

Biodata Penulis:

Nahdia Aisyah Rasyanti saat ini aktif sebagai mahasiswa, Jurusan Pendidikan Ekonomi, di Universitas Sebelas Maret.

© Sepenuhnya. All rights reserved.