Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Bahasaku adalah Cerminan Diriku

Bahasa bukan sekadar alat bicara, tapi penanda sikap. Mari renungkan makna eufemisme dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh Vadilan Pulung

Ada yang bilang bahasa menunjukkan bangsa, tapi menurut saya bahasa juga menunjukkan pribadi. Cara kita memilih kata dan berbicara bisa memperlihatkan apa yang ada di dalam diri kita. Dalam hal ini, eufemisme atau penghalusan kata jadi cara yang cukup jelas untuk melihat seperti apa seseorang. Eufemisme adalah memilih kata yang lebih halus untuk menggantikan kata yang dianggap kasar atau menyinggung. Jadi, ini bukan hanya soal bahasa, tapi soal sikap dan cara kita menghargai orang lain. Di satu sisi, orang yang suka memakai eufemisme biasanya punya rasa empati dan kepedulian sosial yang tinggi.

Bahasaku adalah Cerminan Diriku

Di Indonesia sendiri, menjaga perasaan orang lain dianggap penting. Misalnya, kita memakai kata “berpulang” atau “meninggal” daripada “mati” untuk menghormati orang yang sedang berduka. Kita juga bilang “tuna rungu” daripada “tuli” sebagai bentuk penghargaan. Dalam kasus ini, eufemisme dipakai untuk kebaikan.

Tapi di sisi lain, eufemisme juga bisa dipakai dengan cara yang kurang baik. Kadang eufemisme dipakai untuk menutupi fakta. Contohnya, ketika pemerintah berkata “penyesuaian harga” padahal maksudnya “kenaikan harga,” atau perusahaan bilang “rasionalisasi karyawan” padahal itu “PHK.” Di sini, eufemisme dipakai untuk menghaluskan kenyataan yang pahit, bahkan membuat orang jadi tidak paham keadaan sebenarnya. Pada akhirnya, penggunaan eufemisme menunjukkan apa yang kita utamakan: kenyamanan sosial atau kejujuran. Ada orang yang memakai eufemisme karena ingin menjaga perasaan orang lain. Ada juga yang memakainya untuk menghindari kenyataan.

Menurut saya, yang terbaik adalah seimbang. Kita perlu tahu kapan harus memakai kata yang halus sebagai bentuk empati, dan kapan harus berbicara apa adanya supaya tidak menyesatkan. Kita tidak perlu sembunyi di balik kata-kata manis, tapi juga tidak perlu memakai kata kasar yang bisa melukai orang lain. Bahasa adalah cermin diri. Cara kita memilih kata halus atau langsung menunjukkan nilai, empati, dan cara kita memandang orang lain. Setiap kali kita berbicara, sebenarnya kita sedang menunjukkan siapa diri kita.

Vadilan Pulung

Biodata Penulis:

Vadilan Pulung, lahir pada tanggal 11 Februari 2007 di Santos Tawau Sabah, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Mulawarman, Program Studi Sarjana Farmasi.

© Sepenuhnya. All rights reserved.