Oleh Tesalonika Elra Justicia Riyanto
Cinta nggak selalu tentang detak jantung yang cepat atau cerita romantis ala film. Kadang cinta hadir dalam bentuk yang lebih sunyi, keputusan untuk bertahan, kelelahan yang tetap ditanggung bersama, dan usaha memahami di tengah jarak emosional yang tak selalu terlihat. Namun di sisi lain, rasa nyaman juga bisa menipu. Ia membuat kita bertahan terlalu lama tanpa benar-benar tumbuh.
Pengalaman indah yang mendorongku menggali lebih dalam tentang dinamika cinta. Tentang perbedaan antara nyaman dan sayang, cinta dan kebiasaan, bertahan dan takut kehilangan. Artikel ini bukan untuk menghakimi pilihan siapa pun, melainkan untuk mengajak kita jujur pada diri sendiri. Karena kadang, pertanyaan terpenting dalam percintaan bukan “seberapa lama kita bersama”, tapi “apakah kita masih bertumbuh bersama?”
Dari sini, aku ingin berbagi cerita, refleksi, dan pelajaran kecil yang mungkin juga pernah kamu rasakan atau sedang kamu jalani sekarang.
Belajar Mencintai Tanpa Memiliki
Ada satu fase dalam hidupku ketika aku belajar bahwa cinta tidak selalu soal digenggam erat. Kadang, cinta justru hadir untuk mengajarkan cara melepaskan, tanpa benar-benar pergi. Pengalaman ini datang bukan dari kisah drama besar, tapi dari hubungan yang kelihatannya baik-baik saja di permukaan.
Kami dekat, saling peduli, saling tahu jadwal sibuk masing-masing. Namun semakin lama, aku sadar ada kecemasan kecil yang tumbuh diam-diam. Aku ingin selalu tahu ia sedang apa, dengan siapa, dan ke mana langkah perasaannya berjalan. Awalnya terasa wajar, tapi lama-kelamaan melelahkan.
Ketika Cinta Mulai Terasa Seperti Kontrol
Aku baru menyadari bahwa mencintai tidak seharusnya membuat kita kehilangan diri sendiri. Saat aku mulai mengukur bahagia dari seberapa cepat pesan dibalas atau seberapa sering ia memberi kabar, saat itu pula cintaku berubah bentuk, bukan lagi memberikan, tapi menuntut.
Aku sempat berpikir, “Kalau dia mencintai aku, bukankah wajar aku merasa ingin selalu dekat?” Tapi kenyataannya, cinta yang sehat justru memberi ruang. Ruang untuk bernapas, berkembang, dan tetap menjadi individu utuh, bukan setengah yang bergantung pada orang lain.
Proses Belajar Melepas Tanpa Kehilangan
Belajar mencintai tanpa memiliki bukan berarti berhenti peduli. Justru sebaliknya. Aku belajar mencintai dengan kepercayaan. Membiarkan ia menjalani hidupnya tanpa pengawasan emosional dariku. Membiarkan diriku bahagia tanpa bergantung pada validasi dari seseorang.
Tidak mudah. Ada hari-hari aku ingin kembali bertanya, memastikan, mengecek. Namun aku pelan-pelan belajar menahan diri. Aku mulai mengisi waktuku dengan hal-hal yang dulu aku abaikan.
Pada akhirnya, jatuh cinta bukanlah perlombaan tentang siapa yang paling kuat bertahan, melainkan perjalanan tentang siapa yang paling jujur pada dirinya sendiri. Ada hubungan yang perlu diperjuangkan, tapi ada juga yang perlu dilepaskan dengan lapang dada. Melepaskan tidak selalu berarti kalah sering kali justru itu adalah bentuk keberanian paling dewasa. Karena mencintai seharusnya tidak membuat kita kehilangan diri sendiri, terus merasa lelah, atau bertahan hanya karena takut sendirian. Ketika sebuah hubungan lebih banyak menyisakan luka daripada ruang untuk tumbuh, mungkin yang paling mencintai adalah mereka yang berani berhenti. Sebab cinta yang sehat tahu kapan menggenggam, dan tahu kapan merelakan.
Biodata Penulis: