Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Duka Sumatera, Menggali Akar Bencana dan Pentingnya Mitigasi

Bencana besar di Aceh dan Sumatera mengingatkan kita akan batas alam. Yuk baca mengapa menjaga lingkungan dan mitigasi bencana tak bisa ditunda.

Oleh Putri Widhia Ningrum

Beberapa waktu terakhir, perhatian seluruh rakyat fokus pada bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Sumatera, terutama di provinsi seperti Aceh dan Sumatera Utara. Skala kerusakan dan jumlah korban yang dilaporkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saat ini sudah mencapai ribuan, membuat rasa sakit di hati banyak pihak dan memicu aksi besar dari pemerintah pusat hingga relawan.

Duka Sumatera, Menggali Akar Bencana dan Pentingnya Mitigasi

Bencana kali ini bukan sekadar banjir biasa. Aliran air yang bercampur lumpur dan kayu berlumpur (diduga disebabkan oleh pembalakan liar yang menjadi penyebab utama dan ditegaskan akan ditindak tegas oleh Presiden Prabowo) menghancurkan desa, menggagalkan infrastruktur, dan mengambil nyawa banyak orang.

  1. Korban jiwa: Angka korban meninggal terus meningkat, menjadikan bencana ini sebagai salah satu yang paling berat dalam sejarah bencana di wilayah tersebut.
  2. Kerusakan infrastruktur: Jembatan, jalan, dan listrik rusak, membuat akses bantuan dan pemulihan menjadi sulit.
  3. Kondisi pengungsi: Ribu orang terpaksa mengungsi, menghadapi keterbatasan air, makanan, dan layanan kesehatan dalam cuaca ekstrem.

Mengapa bencana ini bisa terjadi dengan dampak begitu besar?

Berdasarkan tanggapan para ahli dan aktivis lingkungan, beberapa faktor utama yang ditekankan adalah:

  1. Kerusakan lingkungan: Pembalakan liar dan perubahan fungsi lahan menjadi sorotan utama. Hutan yang sebelumnya bisa menyerap air telah terganggu, menyebabkan tanah lebih rentan longsor dan air hujan langsung mengalir deras ke daerah pemukiman.
  2. Cuaca ekstrem: Penguatan Siklon Tropis Bakung dan perubahan iklim global mengakibatkan hujan deras dalam waktu singkat, melebihi kemampuan sungai dan saluran.
  3. Rencana tata ruang yang rentan: Pembangunan di area resapan air dan sepanjang sungai melarutkan risiko bencana saat hujan deras terjadi.

Respons cepat dari pemerintah, termasuk kunjungan langsung presiden dan pengiriman bantuan, menunjukkan komitmen dalam penanganan darurat. Namun, perhatian harus segera diarahkan ke upaya mitigasi jangka panjang agar bencana serupa tidak terulang lagi:

  1. Penegakan hukum lingkungan: Tindakan tegas terhadap pembalakan liar dan penambangan ilegal harus dilakukan secara konsisten dan terbuka.
  2. Peringatan dini bencana (BMKG): Peringatan dini harus diperhatikan dengan serius dan disosialisasikan secara luas hingga ke tingkat desa, seperti yang ditekankan oleh presiden.
  3. Rehabilitasi hutan: Melakukan reboisasi secara masif, terutama di area hulu sebagai sumber air, adalah investasi penting untuk masa depan.
  4. Revisi tata ruang: Harus ada evaluasi ulang dan penyesuaian tata ruang, sekaligus melarang pembangunan di zona berisiko.

Bencana di Sumatera adalah pengingat bahwa alam memiliki batas. Bantuan dan solidaritas saat ini penting, namun yang lebih penting adalah komitmen bersama untuk menjaga lingkungan dan membangun sistem mitigasi bencana yang kuat.

Biodata Penulis:

Putri Widhia Ningrum saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.