Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Faktor-Faktor yang Mendorong Merosotnya Antusias Siswa terhadap Kegiatan Mengaji

: Temuan Lapangan dari Sekolah-Sekolah Negeri

Oleh Muhammad Nur Ikhsanudin

Penurunan minat siswa dalam mengaji di sekolah negeri merupakan fenomena yang semakin nyata dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi perhatian serius bagi guru Pendidikan Agama Islam (PAI), orang tua, serta pemangku kebijakan pendidikan. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa semakin sedikit siswa yang mengikuti kegiatan mengaji secara rutin, baik pada pembiasaan pagi, kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, maupun kelas tambahan Al-Qur’an. Fenomena ini rumit karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkelindan, bukan hanya dari aspek individu siswa, tetapi juga dari lingkungan keluarga, sekolah, perkembangan teknologi, serta kondisi sosial yang lebih luas.

Faktor-Faktor yang Mendorong Merosotnya Antusias Siswa terhadap Kegiatan Mengaji

Berikut faktor-faktor yang mendorong merosotnya antusias siswa terhadap kegiatan mengaji di sekolah negeri:

1. Faktor Internal Siswa

Banyak siswa di sekolah negeri menunjukkan minat belajar agama yang menurun karena mereka tidak melihat urgensi kegiatan mengaji dalam kehidupan sehari-hari. Dalam wawancara lapangan, sejumlah siswa menyatakan bahwa mengaji dianggap “membosankan” dan “tidak menarik”, terutama karena metode pembelajaran yang sering masih bersifat konvensional. Selain itu, ada siswa yang kurang memiliki dasar kemampuan membaca Al-Qur’an, sehingga mereka merasa minder atau takut diejek saat harus membaca secara lantang di depan teman-temannya. Rasa malu ini kemudian menimbulkan penghindaran terhadap kegiatan mengaji. Faktor psikologis seperti rendahnya rasa percaya diri, kecemasan, dan pengalaman buruk masa kecil terkait pembelajaran Al-Qur’an juga berperan signifikan dalam menurunnya minat mereka.

2. Lingkungan Keluarga 

Menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan minat siswa dalam mengaji. Berdasarkan temuan lapangan, banyak orang tua yang tidak lagi menerapkan pembiasaan mengaji di rumah seperti generasi sebelumnya. Kesibukan bekerja, kurangnya pemahaman agama, dan perubahan gaya hidup keluarga modern menyebabkan kegiatan keagamaan sering dikesampingkan. Bahkan dalam beberapa kasus, orang tua menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan agama kepada sekolah. Padahal, tanpa dukungan emosional dan teladan langsung dari keluarga, siswa sulit membangun keterikatan positif terhadap kegiatan mengaji. Kurangnya peran keluarga juga terlihat dari minimnya kontrol terhadap penggunaan gawai dan waktu belajar anak di rumah, sehingga siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk aktivitas digital daripada kegiatan membaca Al-Qur’an.

3. Lingkungan Sekolah dan Kondisi Pembelajaran PAI 

Turut menjadi faktor yang mempercepat penurunan minat mengaji. Di beberapa sekolah negeri, program keagamaan sering tidak menjadi prioritas utama, sehingga pelaksanaannya kurang maksimal. Guru PAI sering kali mengajar dengan jumlah siswa yang besar, waktu pembelajaran yang terbatas, serta minimnya sarana pendukung seperti musholla yang memadai atau bahan ajar Al-Qur’an yang lengkap. Selain itu, beberapa guru mengakui bahwa mereka kesulitan menerapkan metode kreatif karena beban administrasi dan tuntutan kurikulum yang padat. Hal ini membuat kegiatan mengaji terkesan rutinitas formal, tidak menarik, dan tidak memiliki daya tarik emosional bagi siswa. Ketika sekolah tidak memberikan atmosfer religius yang positif, siswa secara perlahan menjauh dari kegiatan yang bersifat spiritual.

4. Pengaruh Teknologi Digital 

Smartphone, media sosial, dan gim daring telah menjadi bagian integral dari kehidupan siswa. Berdasarkan observasi, banyak siswa lebih memilih menghabiskan waktu luang mereka dengan menonton video di TikTok, bermain gim online, atau berselancar di Instagram daripada mengikuti kegiatan mengaji. Kecanduan digital ini tidak hanya mengurangi waktu belajar agama, tetapi juga memengaruhi kemampuan konsentrasi dan kedisiplinan mereka dalam melakukan aktivitas yang membutuhkan ketekunan seperti membaca Al-Qur’an. Sayangnya, meskipun terdapat banyak aplikasi belajar Al-Qur’an yang interaktif, sebagian besar siswa tidak memanfaatkannya secara optimal. Mereka lebih tertarik pada hiburan instan daripada aktivitas religius yang memerlukan kesabaran dan komitmen.

5. Pengaruh Teman Sebaya (Peer Influence

Terbukti memainkan peran yang signifikan. Dalam beberapa kelompok sosial di sekolah, kegiatan mengaji tidak populer dan bahkan dianggap tidak “kekinian”. Siswa yang rajin mengaji terkadang merasa berbeda dari teman-teman mereka sehingga enggan menunjukkan praktik religius di ruang sekolah. Budaya kelompok yang tidak menghargai kegiatan keagamaan dapat menghambat perkembangan minat siswa. Sebaliknya, jika lingkungan pertemanan mendukung nilai-nilai agama, siswa akan lebih termotivasi untuk mengikuti kegiatan mengaji. Namun temuan lapangan menunjukkan bahwa di banyak sekolah negeri, budaya positif ini belum terbentuk secara kuat.

6. Kurangnya Inovasi dalam Metode Pembelajaran Al-Qur’an 

Juga menyebabkan siswa cepat bosan. Banyak kegiatan mengaji masih dilakukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun: membaca secara bergiliran, mendengarkan guru, dan menunggu giliran tanpa aktivitas pendukung. Padahal generasi sekarang lebih menyukai metode interaktif, visual, dan berbasis proyek. Tanpa inovasi kreatif seperti permainan edukatif, pembelajaran berbasis teknologi, atau program tantangan (Qur’an challenge), siswa akan kesulitan menemukan kenyamanan dan kesenangan dalam mengaji.

7. Minimnya Dukungan Kebijakan Sekolah 

Menjadi faktor struktural yang memperkuat penurunan minat. Dalam beberapa kasus, kegiatan mengaji tidak masuk dalam agenda prioritas sekolah, sehingga guru PAI harus berjuang sendirian menjalankan program pembiasaan. Kurangnya integrasi nilai religius dalam budaya sekolah membuat kegiatan mengaji tidak dianggap sebagai bagian penting pembentukan karakter. Padahal, ketika sekolah memiliki visi religius yang kuat, kegiatan keagamaan biasanya berkembang lebih baik karena didukung berbagai kebijakan seperti jadwal rutin mengaji, lomba-lomba Qur’ani, hingga kerja sama dengan lembaga keagamaan lokal.

Berdasarkan keseluruhan temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa penurunan minat mengaji di kalangan siswa sekolah negeri merupakan fenomena multidimensional yang memerlukan solusi komprehensif. Upaya perbaikan harus melibatkan kolaborasi antara sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Guru PAI perlu memperbaiki strategi pembelajaran dengan metode yang lebih kreatif dan sesuai karakter generasi digital. Orang tua harus meningkatkan pengawasan serta membangun kembali budaya mengaji di rumah. 

Sementara itu, sekolah perlu memberikan dukungan struktural agar kegiatan keagamaan memiliki ruang yang memadai dalam budaya sekolah. Selain itu, optimalisasi teknologi digital untuk media pembelajaran Al-Qur’an juga sangat penting agar siswa dapat memanfaatkan gawai mereka untuk tujuan positif. Dengan sinergi berbagai pihak, diharapkan minat siswa dalam mengaji dapat tumbuh kembali dan menjadi bagian penting dari pembentukan karakter spiritual generasi muda.

Biodata Penulis:

Muhammad Nur Ikhsanudin saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.