Oleh Siti Masykuroh
Di ruang kelas masa kini, peran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) mengalami perubahan yang sangat signifikan. Guru PAI tidak lagi diposisikan hanya sebagai penyampai materi ajar atau penghafal dalil-dalil agama, melainkan sebagai sosok inspirator yang mampu menyalakan semangat, membangkitkan pemahaman, serta menghidupkan nilai-nilai Islam dalam keseharian peserta didik. Hal ini muncul sebagai respons terhadap perubahan zaman yang begitu cepat, di mana peserta didik hidup dalam lingkungan yang dinamis, penuh tantangan, dan sarat dengan perkembangan teknologi. Dalam kondisi seperti ini, mereka membutuhkan figur guru yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga mampu hadir sebagai pembimbing yang peka terhadap kebutuhan emosional dan psikologis mereka.
Generasi modern tumbuh dengan pola pikir yang kritis, terbuka, dan ingin dihargai. Mereka tidak lagi merasa cukup dengan metode pembelajaran yang bersifat satu arah, seperti ceramah panjang atau hafalan tanpa pemahaman. Karena itu, guru PAI perlu menghadirkan pembelajaran yang lebih hidup, interaktif, dan relevan. Seorang guru PAI yang inspiratif bukan sekadar menjelaskan ayat dan hadis, tetapi juga mampu mengaitkannya dengan realitas kehidupan peserta didik. Guru harus mampu memahami dunia batin mereka: cara mereka berpikir, tekanan sosial yang mereka hadapi, perubahan emosi yang mereka alami, serta tantangan moral yang muncul dari pergaulan maupun media digital.
Sosok guru PAI yang inspiratif harus mampu mengemas pembelajaran agama dengan pendekatan yang kreatif dan menyenangkan. Pembelajaran masa kini tidak lagi terpaku pada buku teks semata. Guru dapat memanfaatkan media modern seperti video pendek yang memuat pesan moral, cerita inspiratif yang dekat dengan kehidupan siswa, permainan edukatif yang melatih kerja sama, hingga diskusi tentang fenomena sosial yang sedang viral. Misalnya, ketika muncul peristiwa bullying atau konflik di media sosial, guru dapat mengaitkannya dengan ajaran Islam tentang akhlak, empati, dan pengendalian diri. Dengan pendekatan seperti ini, siswa merasakan bahwa pelajaran agama bukan teori yang jauh dari kehidupan, tetapi pedoman nyata yang dapat membantu mereka mengambil keputusan yang bijak.
Tidak hanya kreativitas dalam mengajar, keteladanan guru menjadi aspek yang sangat penting. Dalam pendidikan agama, apa yang dilakukan guru sering kali memiliki pengaruh lebih besar daripada apa yang ia ucapkan. Cara guru berbicara, menyampaikan nasihat, menunjukkan kesabaran, mengatasi konflik di kelas, hingga cara guru menghargai pendapat siswa, semuanya menjadi pembelajaran tersendiri. Keteladanan seperti ini sering kali diingat lebih lama oleh peserta didik dibandingkan materi yang tertulis di buku. Guru PAI harus menyadari bahwa dirinya adalah figur yang diamati, ditiru, dan dijadikan panutan. Karena itu, integritas moral guru menjadi kunci utama agar nilai-nilai Islam dapat tersampaikan secara efektif.
Inspirasi juga bisa lahir dari guru yang mau mendengarkan. Di era modern, remaja sering menghadapi tekanan yang tidak selalu terlihat oleh orang dewasa. Mereka berjuang dengan tuntutan akademik, pertemanan, identitas diri, hingga gangguan dari lingkungan digital seperti cyberbullying atau FOMO (fear of missing out). Dalam kondisi seperti ini, terkadang yang mereka butuhkan bukanlah ceramah panjang, melainkan kehadiran seseorang yang mau memahami, mendengarkan, dan tidak menghakimi. Ketika guru PAI mampu menjadi pendamping bagi peserta didik, bukan sekadar pengajar, ia dapat menciptakan hubungan emosional yang positif. Hubungan ini membuka ruang bagi peserta didik untuk menerima nilai-nilai Islam dengan hati yang lebih lapang, tanpa merasa tertekan.
Sikap empati dan kemampuan komunikasi guru juga menjadi faktor penentu keberhasilan dalam menginspirasi siswa. Guru yang mampu menjelaskan konsep agama dengan bahasa yang lembut, mudah dipahami, dan relevan dengan kehidupan siswa akan lebih mudah diterima. Sebaliknya, gaya mengajar yang keras, menghakimi, atau menuntut tanpa memberi ruang dialog justru dapat membuat siswa menjauh dari pelajaran agama. Karena itu, guru PAI perlu membangun suasana kelas yang positif, ramah, dan membuat siswa merasa aman untuk bertanya atau mengungkapkan pendapat.
Selain itu, guru PAI di era modern juga dituntut memiliki literasi digital. Tantangan terbesar saat ini bukan hanya pada pemahaman agama, tetapi pada arus informasi yang begitu cepat dan tidak terfilter. Banyak konten keagamaan di media sosial yang tidak terverifikasi, bahkan menimbulkan sikap ekstrem atau salah paham. Guru PAI berperan penting dalam membimbing peserta didik agar mampu memilah informasi, memahami ajaran Islam secara moderat, serta menghindari provokasi yang menyesatkan. Guru harus mampu menunjukkan bagaimana menggunakan teknologi secara positif, misalnya dengan mengarahkan siswa pada kanal dakwah yang moderat, aplikasi belajar Al-Qur’an, atau platform diskusi yang sehat.
Di samping itu, seorang guru PAI inspiratif juga perlu menerapkan pendekatan personal terhadap siswa. Setiap peserta didik memiliki karakter, bakat, dan latar belakang yang berbeda. Ada siswa yang memahami materi melalui diskusi, ada yang lebih menyukai visual, dan ada pula yang belajar melalui praktik langsung. Guru perlu peka terhadap perbedaan ini agar pembelajaran menjadi lebih efektif. Dengan memperhatikan karakter masing-masing peserta didik, guru dapat membantu mereka mengembangkan potensi terbaiknya, sekaligus menanamkan nilai-nilai Islam secara lebih mendalam.
Lebih jauh lagi, guru PAI harus mampu menjadi agen perubahan sosial. Dalam masyarakat modern yang kompleks, nilai-nilai Islam seperti toleransi, kerja sama, kejujuran, dan kepedulian sosial sangat diperlukan. Guru dapat mengajak siswa untuk melakukan proyek sosial kecil, seperti mengumpulkan donasi, mengikuti kegiatan bakti sosial, atau membuat kampanye kebaikan di sekolah. Kegiatan-kegiatan sederhana seperti ini dapat menumbuhkan karakter positif, serta membantu siswa memahami bahwa praktik beragama tidak hanya sebatas ritual, tetapi juga aksi nyata yang bermanfaat bagi sesama.
Di era modern yang sarat tantangan, guru PAI memegang peran strategis dalam membentuk karakter generasi masa depan. Sebagai inspirator, guru PAI tidak hanya membantu siswa memahami ajaran agama secara kognitif, tetapi juga menuntun mereka untuk mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kreativitas, keteladanan, empati, dan pemahaman yang mendalam tentang psikologi siswa, guru PAI dapat menjadi cahaya yang menuntun peserta didik menghadapi dunia yang terus berubah. Peran ini tidak mudah, tetapi sangat mulia dan menentukan kualitas moral generasi berikutnya.
Biodata Penulis:
Siti Masykuroh saat ini aktif sebagai mahasiswa, prodi PAI, di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.