Aceh sedang tidak baik-baik saja.

HeHa Forest: Fenomena Wisata Instagramable yang Mengubah Hutan Menjadi Ruang Foto Massal

Yuk jelajahi HeHa Forest, wisata hutan pinus di Kaliurang yang memadukan estetika visual dan suasana alam yang menyejukkan.

Oleh Nuriyatin Fighya

Fenomena wisata “Instagramable” bukan hal baru di Jogja. HeHa Sky View dan HeHa Ocean View lebih dulu viral dengan gaya dekorasi visual yang atraktif. Namun kehadiran HeHa Forest menandai babak baru: bagaimana sebuah hutan di kawasan Kaliurang bisa diubah menjadi ruang wisata berbasis estetika visual, tanpa kehilangan unsur alam yang menjadi ruhnya.

HeHa Forest

HeHa Forest menggabungkan dua hal yang sedang digemari anak muda: suasana hutan pinus dan spot foto kreatif. Dari luar, tempat ini seperti area camping ground modern, tetapi begitu masuk, pengunjung akan menemukan berbagai instalasi visual, jembatan kayu, balkon pandang, hingga dekorasi cahaya yang membuat foto tampak “cinematic”. Tidak heran, tempat ini cepat viral sejak awal dibuka.

Banyak yang mengkritik wisata semacam ini karena mengubah alam menjadi studio foto raksasa. Namun HeHa Forest mencoba menjawab kritik itu dengan mengatur tata ruang agar mayoritas pohon tetap berdiri, jalur tanah dipertahankan, dan elemen alam tidak terhapus. Memang ada penataan yang intens, tetapi tidak sampai menghilangkan identitas kawasan pinus. Pengunjung tetap bisa merasakan aroma getah, suara dedaunan, dan udara dingin Kaliurang.

Yang menarik, HeHa Forest merepresentasikan perubahan cara orang berwisata. Visual consumption—kebutuhan memotret, memamerkan, dan mengarsipkan momen—menjadi pusat pengalaman. Wisata bukan hanya soal menikmati pemandangan, tetapi tentang bagaimana tempat tersebut tampil di kamera. Kita bisa mengkritisi fenomena ini, tetapi sulit menolak kenyataan bahwa generasi muda tumbuh dalam budaya yang sangat visual.

Dalam konteks ekonomi kreatif, HeHa Forest menjadi contoh bagaimana destinasi bisa berkembang melalui kolaborasi desain, teknologi, dan dinamika selera digital. Pengelola tidak hanya menjual pemandangan, tetapi pengalaman visual yang tertata. Model seperti ini menciptakan lapangan kerja baru di sektor desain, event, fotografi, hingga kuliner.

Namun tantangan ekologis tetap ada. Menjadikan hutan sebagai ruang wisata berarti meningkatkan interaksi manusia dengan alam. Potensi kerusakan tanah, volume sampah, dan perubahan perilaku satwa harus mendapat perhatian. Pengelola mulai memasang jalur yang lebih tertata, menyediakan titik sampah besar, serta menandai area yang tidak boleh diinjak. Upaya ini perlu dipertahankan agar hutan tidak berubah menjadi sekadar taman rekreasi buatan.

HeHa Forest pada akhirnya adalah cermin zaman. Ia menunjukkan bahwa wisata modern bergerak ke arah multisensori dan multimedia. Orang datang untuk melihat, memotret, merasakan, dan berbagi. Bagi sebagian orang, itu mungkin terasa terlalu artifisial. Tetapi bagi banyak anak muda, tempat seperti ini menyediakan ruang hiburan yang terjangkau, aman, dan menyenangkan.

Yang terpenting, hutan tetap menjadi inti dari pengalaman. Bahkan dengan dekorasi visual, suara pepohonan tetap dominan. Momen paling berharga di HeHa Forest bukan ketika kita berfoto di spot lampu, tetapi ketika angin malam berhembus, menyisakan aroma pinus yang lekat—mengingatkan kita bahwa sebelum menjadi ruang foto, hutan adalah bentang alam yang harus dijaga.

Biodata Penulis:

Nuriyatin Fighya saat ini aktif sebagai mahasiswa dan bisa disapa di Instagram @n.fghyaa

© Sepenuhnya. All rights reserved.