Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Iman di Tengah Hiruk-pikuk Scrolling: Membekali Remaja dengan Pendidikan Agama Islam Melawan Kecemasan Digital

Ayo pahami bagaimana Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat menjadi jangkar spiritual bagi remaja di tengah serangan FOMO.

Oleh Bilqis Nafisah Arini

​Coba kita lihat, hari ini smartphone bukan lagi cuma alat telepon, tapi sudah jadi "jendela" raksasa yang langsung menyambungkan kita ke seluruh penjuru dunia. Khususnya buat anak-anak remaja, kegiatan "scrolling" media sosial itu sudah mendarah daging, seperti bernapas. Tapi, di balik segala kemudahan hiburan dan informasi yang instan itu, ada hantu baru yang mengintai: kecemasan digital. Kecemasan ini muncul dalam banyak rupa. Misalnya, ada yang namanya FOMO (Fear of Missing Out)—rasa gelisah kalau-kalau ketinggalan tren atau obrolan terbaru. Atau, bisa juga berupa kebiasaan buruk membandingkan diri terus-menerus dengan kesempurnaan palsu yang bertebaran di linimasa. Intinya, tantangannya adalah: Bagaimana caranya kita membekali anak-anak ini agar bisa berlayar di samudra digital tanpa karam dihantam gelombang kecemasan? Jawabannya ternyata ada pada pondasi yang paling dasar dan kuat: Pendidikan Agama Islam (PAI), yang berfungsi sebagai jangkar spiritual dan moral mereka.

Iman di Tengah Hiruk-pikuk Scrolling

Tantangan Kecemasan Digital pada Remaja

Kecemasan digital seringkali dipicu oleh tiga hal utama:

  1. Perbandingan Sosial: Melihat unggahan teman yang tampak selalu bahagia, sukses, atau memiliki barang terbaru memicu rasa inferioritas dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri.
  2. Validasi Semu: Ketergantungan pada likes dan komentar untuk merasa diterima, yang jika tidak terpenuhi, dapat merusak harga diri.
  3. Banjir Informasi Negatif: Eksposur terus-menerus terhadap berita buruk, konflik, atau krisis global yang menciptakan rasa ketidakpastian dan ketakutan (seperti doomscrolling).

Dalam kondisi ini, PAI tidak hanya berfungsi sebagai mata pelajaran ritualistik, tetapi sebagai kurikulum ketahanan mental dan spiritual.

Pendidikan Agama Islam (PAI) pada dasarnya membekali generasi muda dengan sejumlah pilar fundamental yang sangat relevan untuk menjadi penangkal efektif terhadap gelombang kecemasan di dunia digital.

​1. Fondasi Spiritual: Tauhid, Self-Worth, dan Qana'ah

​Inti ajaran Tauhid adalah keyakinan mutlak bahwa hanya Allah SWT yang berhak menjadi pusat segala harapan, orientasi, dan penilaian hidup. Pemahaman ini krusial: remaja akan menyadari bahwa nilai diri mereka (self-worth) tidak didikte atau ditentukan oleh validasi dangkal berupa jumlah pengikut atau likes di media sosial.

​Secara praktis, PAI mengimplementasikan ini melalui konsep Qana'ah (rasa cukup dan penerimaan). Mengingat kecemasan digital sering berakar pada rasa kurang dan perbandingan, ajaran Qana'ah mendorong remaja untuk memfokuskan pandangan pada nikmat yang telah dianugerahkan Allah, alih-alih pada kemewahan artifisial yang dipertontonkan orang lain. Ini menjadi benteng spiritual yang kuat melawan perbandingan sosial dan fenomena FOMO.

​2. Etika Digital sebagai Manifestasi Iman: Akhlakul Karimah dan Adab Bermedia Sosial

​PAI senantiasa menekankan pentingnya Akhlakul Karimah (akhlak mulia), sebuah tuntunan moral yang seharusnya tidak berhenti di ranah interaksi fisik, melainkan wajib dibawa serta ke dalam ruang digital.

​Penerapan ajaran PAI mengenai Ghibah (menggunjing) dan Tabayyun (memeriksa keabsahan berita) menjadi sangat relevan dalam konteks cyberbullying dan penyebaran hoaks. Remaja diajarkan bahwa jari dan gawai mereka adalah sebuah amanah. Dengan mengaplikasikan adab Islam, mereka tidak hanya menjaga diri dari perbuatan dosa, tetapi secara proaktif turut menciptakan lingkungan digital yang lebih etis dan sehat, sehingga secara langsung mengurangi pemicu kecemasan, baik pada diri sendiri maupun orang lain.

​3. Jeda Paksa dan Ketenangan Hati: Zikrullah dan Shalat

​Ketika tekanan digital—seperti doomscrolling atau rasa tertekan—mencapai puncaknya, PAI menyediakan mekanisme coping yang teruji secara spiritual: Zikrullah dan Shalat.

​Kedua praktik ini bertindak sebagai tombol reset yang menawarkan jeda paksa yang menenangkan. Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur'an Surah Ar-Ra'd ayat 28, "Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." PAI membimbing remaja untuk menempatkan Shalat bukan sekadar ritual kewajiban, melainkan sebagai ruang aman (safe space) spiritual untuk melepaskan beban emosional dan mengembalikan fokus kepada Sang Pencipta, menjauhkan pikiran sejenak dari hiruk-pikuk notifikasi yang tak berkesudahan.

​4. Menghargai Waktu: Konsep Al-Asr dan Pengelolaan Prioritas

​Surah Al-Asr memberikan pelajaran mendalam tentang pentingnya waktu. Kecemasan digital sering kali dipicu oleh penyesalan dan tekanan akibat waktu yang terbuang sia-sia untuk scrolling tanpa tujuan produktif.

​Oleh karena itu, PAI dapat mengajarkan remaja untuk menetapkan batasan digital (digital boundaries) sebagai wujud tanggung jawab atas nikmat waktu yang diberikan. Memanfaatkan waktu secara efektif, termasuk saat berinteraksi di dunia maya, adalah bagian integral dari keimanan. Mereka dididik untuk memandang teknologi sebagai alat penunjang (tool), bukan sebagai tuan yang mengendalikan setiap aspek kehidupan mereka.

Mengintegrasikan Iman dalam Jari Jemari

Pendidikan Agama Islam berperan sebagai firewall spiritual bagi remaja di tengah arus deras informasi digital. PAI membantu remaja tidak hanya mengendalikan gawai mereka, tetapi juga mengendalikan respons emosional dan spiritual mereka terhadap apa yang mereka lihat.

Dengan menanamkan nilai Qana'ah untuk menahan perbandingan, Akhlakul Karimah untuk berinteraksi dengan bijak, dan Zikrullah untuk menenangkan hati, PAI mempersenjatai remaja untuk menjadi pengguna digital yang mukmin – beriman, sadar, dan bertanggung jawab.

Iman di tengah scrolling bukanlah tentang menjauhi teknologi, melainkan tentang menjadikan iman sebagai kompas yang menuntun jari jemari dan mata hati mereka, memastikan mereka berlabuh pada ketenangan (sakinah) di tengah badai kecemasan digital.

© Sepenuhnya. All rights reserved.