Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Ketika Etika Mahasiswa Diuji di Media Sosial: Peran Pendidikan Islam di Tengah Banjir Informasi

Ayo bangun etika digital yang lebih bijak! Pelajari bagaimana mahasiswa dapat menjaga adab, tabayyun, dan tanggung jawab moral saat bermedia sosial.

Oleh Rofiqotuzzahro

Media sosial kini menjadi ruang utama mahasiswa untuk mengungkapkan pendapat, berbagi pengalaman, dan menanggapi isu yang sedang ramai. Namun di balik kebebasan itu, muncul tantangan moral yang sering tidak disadari. Pertanyaannya sederhana: sudahkah kita menjaga etika dalam setiap jejak digital yang kita tinggalkan?

Ketika Etika Mahasiswa Diuji di Media Sosial

Salah satu pengalaman yang membuka mata saya terjadi ketika seorang mahasiswa mengunggah percakapan dosennya karena tersinggung. Unggahan itu viral, memicu komentar negatif, dan berakhir pada kesalahpahaman. Kejadian kecil ini memperlihatkan bahwa etika digital bukan teori, melainkan kenyataan sehari-hari.

Fenomena Impulsivitas Digital di Kalangan Mahasiswa

Mahasiswa hidup dalam arus informasi super cepat. Notifikasi, trending topic, dan komentar muncul setiap detik. Tanpa disadari, banyak mahasiswa:

  • membagikan postingan tanpa membaca isinya sampai selesai,
  • menyebarkan informasi tanpa tabayyun,
  • berdebat dengan emosi,
  • atau menulis komentar tanpa adab berbicara.

Ini yang disebut sebagai digital impulsive behavior. Media sosial memberi ruang ekspresi, tetapi tidak memberikan filter moral.

Peran Pendidikan Islam sebagai Kompas Moral

Pendidikan Islam sebenarnya telah memberikan nilai-nilai penting yang sangat dibutuhkan di era digital:

  • tabayyun (verifikasi informasi),
  • amanah (tanggung jawab),
  • adab berbicara,
  • menahan emosi.

Nilai-nilai ini sangat relevan ketika mahasiswa menghadapi informasi yang belum jelas kebenarannya atau ketika terlibat dalam perdebatan yang memicu emosi.

Pendidikan Islam bukan hanya teori yang dipelajari di kelas; ia membentuk cara kita bersikap. Ketika nilai-nilai tersebut diterapkan di media sosial, mahasiswa dapat menjadi pribadi yang dewasa secara moral.

Pengalaman Digital di Lingkungan Kampus

Di kampus, saya melihat dua bentuk penggunaan media sosial:

Ada mahasiswa yang terjebak dalam debat kusir hanya karena salah memahami unggahan orang lain. Ada juga yang mengunggah sindiran yang berakhir pada konflik organisasi. Namun ada pula yang memanfaatkan media sosial untuk berbagi kebaikan kajian, refleksi kehidupan, atau pengalaman kegiatan kampus.

Ini membuktikan bahwa media sosial bukanlah masalahnya. Yang menentukan adalah etika penggunanya.

Menguatkan Etika Digital di Era Banjir Informasi

Pendidikan Islam dapat menjadi pedoman untuk menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab moral. Dengan karakter yang kuat, mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bijak dalam bermedia sosial.

Ruang digital akan sehat ketika penggunanya mampu membedakan antara menyampaikan pendapat dan melukai, antara berbagi informasi dan menyebarkan fitnah.

Ajakan untuk Mahasiswa Indonesia

Sebagai generasi yang paling aktif di media sosial, mahasiswa memiliki peran besar dalam membentuk ekosistem digital.

Mari mulai membangun etika digital dari diri kita sendiri.

Jadikan media sosial sebagai ruang berbagi gagasan, bukan arena konflik. Sebab setiap komentar, unggahan, dan reaksi yang kita berikan adalah cermin akhlak kita.

Mahasiswa adalah agen perubahan. Perubahan itu dimulai dari cara kita mengetik, mengomentari, dan membagikan sesuatu.

Daftar Pustaka:

  1. Shihab, M. Quraish. (2020). Membumikan Al-Qur’an di Era Digital. Jakarta: Lentera Hati.
  2. Hefni, Harjani. (2021). Etika Komunikasi Islam. Jakarta: Kencana.
  3. Hermawan, A. (2022). “Pendidikan Karakter Digital bagi Mahasiswa.” Jurnal Pendidikan Islam, 13(2), 201–215.
  4. Latifah, S. (2023). “Literasi Digital dan Akhlak Mahasiswa Muslim.” Jurnal Sosial Keagamaan, 9(1), 77–90.
  5. Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (2021).Panduan Etika Bermedia Digital. Jakarta: Kominfo.

Biodata Penulis:

Rofiqotuzzahro saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Penulis terlibat di Organisasi UKM HAFILAH (Hamassah Fil lughoh Al-Arabiyah).

© Sepenuhnya. All rights reserved.