Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Ketika Kesopanan Mengaburkan Kebenaran

Jangan biarkan kata-kata halus menyesatkan makna. Yuk kupas bersama bagaimana eufemisme memengaruhi cara kita melihat kenyataan.

Oleh Embun

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata-kata yang terdengar lebih halus daripada arti sebenarnya. Misalnya kata "berpulang" untuk menggantikan "meninggal dunia", atau "penyesuaian harga" sebagai pengganti "kenaikan harga". Penggunaan kata-kata semacam ini disebut eufemisme. Tujuannya memang supaya terdengar lebih sopan dan tidak menyinggung perasaan orang. Namun menurut saya, eufemisme tidak selalu berdampak positif. Kadang justru membuat makna asli suatu peristiwa menjadi kabur dan bisa menyesatkan.

Ketika Kesopanan Mengaburkan Kebenaran

Eufemisme memang bermanfaat karena membantu kita berbicara dengan sopan. Berbicara dengan halus dianggap lebih beretika di masyarakat Indonesia yang mengutamakan kesantunan. Sebagai contoh, guru yang menyatakan bahwa "kamu malas belajar" daripada "perlu belajar lebih giat lagi" Dengan cara ini, orang dapat menerima kritik tanpa merasa terancam. Akibatnya, eufemisme memiliki kemampuan untuk mempertahankan hubungan sosial yang baik dan penuh rasa hormat.

Namun, meskipun ada manfaatnya, eufemisme juga bisa digunakan untuk menyembunyikan fakta. Bidang politik atau pemberitaan sering menggunakan eufemisme untuk membuat sesuatu yang buruk terdengar lebih ringan. Misalnya, "dampak insiden" yang mengacu pada korban jiwa, atau "perampingan pegawai" yang sebenarnya berarti pemutusan hubungan kerja. Pihak tertentu seperti berusaha menyembunyikan fakta agar tidak dak terlihat seburuk kenyataannya dengan menggunakan kata-kata yang terdengar halus. Akibatnya, kata-kata yang tampak sopan tetapi memiliki arti yang serius dapat menarik masyarakat.

Selain itu, penggunaan eufemisme yang berlebihan juga dapat membuat bahasa menjadi tidak jelas. Orang bisa kesulitan memahami situasi sebenarnya jika semua hal terus-menerus dihaluskan. Sebagai contoh, jika kita lebih sering menggunakan istilah "kelas ekonomi menengah ke bawah" daripada "masyarakat miskin", masalah sosial yang sebenarnya di balik istilah tersebut dapat terlupakan pada akhirnya.

Saya percaya bahwa memahami makna asli sebuah kata sangat penting. Bahasa memungkinkan berpikir dan berbicara. Kemampuan kita untuk berpikir kritis dapat berkurang jika kita terlalu sering menerima kata-kata yang disamarkan. Karena itu, kita harus mempertimbangkan tidak hanya seberapa sopan sebuah kata, tetapi juga apa arti sebenarnya dari kata tersebut.

Singkatnya, eufemisme memiliki dua sisi: mereka dapat menyembunyikan sesuatu dan membuat bahasa terlihat lebih sopan. Kita harus tetap menggunakan bahasa yang santun, tetapi jangan sampai kata-kata halus menyusahkan pemahaman kita. Bahasa yang baik tidak hanya jelas, tetapi juga jujur. Dengan bersikap lebih kritis terhadap eufemisme, kita dapat mencegah generasi berikutnya terpengaruh oleh kata-kata manis sambil tetap jujur dalam berbahasa.

Biodata Penulis:

Embun saat ini aktif sebagai Mahasiswa Farmasi di Universitas Mulawarman.

© Sepenuhnya. All rights reserved.