Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Korupsi Merajalela, masih Relevankah Visi Indonesia Emas 2045?

Yuk kenali bagaimana korupsi mengancam Visi Indonesia Emas 2045 dan mengapa generasi muda perlu bergerak bersama mendorong perubahan nyata.

Oleh Muhammad Aliif Adzikraa

Kalian tahu nggak sih? Kalau beberapa waktu lalu sempat viral terkait isu liga korupsi di Indonesia. Dikutip dari kompas.com, per Juni 2025, korupsi Pertamina menjadi puncak nilai korupsi dengan perkiraan kerugian sebesar Rp 968,5 triliun. Di lanjut korupsi PT Timah, Kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), dan lain-lain. Yang mana kasus-kasus tersebut diperkirakan menyebabkan kerugian di atas angka triliunan. Banyak sekali, bukan?

Korupsi Merajalela

Perilaku korupsi sudah ada semenjak zaman penjajahan Belanda. Ada rumor bahwa sebenarnya Daendels membayar pekerja untuk membangun jalan Anyer-Panarukan, ia mendistribusikannya lewat bupati pada masa itu, namun bayarannya tidak sampai ke tangan para pekerja. Bahkan sekarang korupsi sangat mudah dilakukan sehingga banyak masyarakat yang curiga apabila pemerintah mengeluarkan suatu program dengan dana yang besar.

Korupsi menjadi tantangan serius yang dapat menggagalkan tercapainya Visi Indonesia Emas 2045. Korupsi berdampak serius di bidang perekonomian yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, merusak kualitas sumber daya manusia, menciptakan kesenjangan sosial, melemahkan tata kelola pemerintahan, dan lainnya.

Visi Indonesia Emas 2045 memiliki tujuan untuk menciptakan negara Indonesia sebagai negara maju, berdaulat, adil, dan makmur. Ini bukan hanya mimpi belaka, namun ini adalah cetak biru pembangunan jangka panjang (RPJPN 2025-2045). Visi ini tetap sangat relevan, tapi korupsi menjadi sebuah “penyakit” yang harus segera diatasi sebelum menyebar ke generasi berikutnya, terlebih generasi yang menopang bonus demografi.

Visi 2045 ditopang oleh empat pilar. Pilar keempat, Tata Kelola Pemerintahan yang Kuat dan Berwibawa, adalah fondasi integritas. Korupsi, dengan segala tentakelnya, adalah antitesis total dari fondasi ini. Jika kita menganalogikan korupsi sebagai tumor ganas, ia tidak hanya menyerang satu organ, melainkan bermetastasis ke seluruh sistem vital negara.

Sebagai calon profesional dan penggerak ekonomi, kita tahu bahwa investasi membutuhkan kepastian. Visi 2045 menuntut Indonesia masuk dalam Top 5 kekuatan ekonomi dunia, dengan target PDB $7 triliun. Target ini akan menjadi ilusi jika korupsi terus menciptakan "Ekonomi Biaya Tinggi" dan ketidakpastian hukum. Studi oleh Bank Dunia seringkali menunjukkan bahwa korupsi menambah biaya transaksi dan perizinan, menjauhkan Foreign Direct Investment (FDI) yang sangat kita butuhkan (World Bank, n.d.). Dana publik yang seharusnya menjadi booster untuk infrastruktur produktif atau inovasi, kini raib. Hasilnya adalah proyek-proyek mercusuar yang mangkrak, jalan yang cepat rusak, dan ketidakpercayaan investor. Korupsi membuat rumus pembangunan kita menjadi tidak efisien.

Pilar kedua Visi 2045 adalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan menguasai IPTEK. Generasi kita adalah pemegang Bonus Demografi, momen emas yang hanya datang sekali seumur hidup. Korupsi adalah pembunuh bonus demografi ini. Bayangkan uang yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan laboratorium modern, penyediaan beasiswa, atau peningkatan insentif guru, kini raib. Korupsi di sektor pendidikan dan kesehatan adalah kejahatan paling keji karena ia mencuri potensi masa depan anak bangsa. Jika kualitas pendidikan dan kesehatan kita stagnan karena korupsi, maka "Generasi Emas" hanya akan menjadi "Generasi Biasa-biasa Saja" yang tidak siap bersaing di pasar global (Bappenas, 2019). Bonus demografi berpotensi berubah menjadi bencana demografi.

Selain dampak ekonomi, korupsi merusak Modal Sosial—kepercayaan antar sesama dan kepercayaan kepada negara. Ketika kita melihat pejabat yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat praktik culas, muncul pertanyaan fundamental: apakah negara ini benar-benar adil? Dampaknya adalah apatisme massal. Mahasiswa yang seharusnya kritis dan idealis bisa tergoda untuk berpikir: "Jika sistemnya korup, kenapa saya harus jujur?". Siklus inilah yang berbahaya; korupsi melahirkan budaya yang meromantisasi jalan pintas, bukan integritas.

Korupsi tidak menjadikan Visi 2045 tidak relevan; sebaliknya, Visi 2045 menjadi kompas yang memaksa kita untuk bertindak melawan korupsi. Korupsi yang masif saat ini adalah pemicu aksi bagi generasi kita untuk mengimplementasikan reformasi yang radikal.

Tanggung jawab kita, para mahasiswa, adalah mendorong Solusi Jangka Panjang: Reformasi Struktural dan Budaya. Pertama, kita harus menuntut implementasi Transformasi Digital Total melalui e-governance dan e-procurement yang transparan. Digitalisasi memotong mata rantai tatap muka birokrasi, yang merupakan sarang suap. Pengawasan publik terhadap APBN/APBD harus dipermudah melalui platform digital (Transparency International, n.d.). Kedua, kita harus menjadi watchdog untuk Penguatan Integritas Lembaga, memastikan independensi penuh lembaga penegak hukum dan pengawasan, serta memberikan sanksi yang adil, berat, dan tanpa pandang bulu demi mengembalikan efek jera (deterrent effect). Ketiga, kita harus menjadi Agen Pendidikan Antikorupsi. Korupsi harus diberantas sejak di bangku sekolah dan kampus. Integritas harus menjadi DNA kita, menciptakan generasi 2045 yang memiliki "imunitas" dan budaya malu terhadap praktik korupsi, sekecil apa pun.

Pada akhirnya, Visi Indonesia Emas 2045 adalah proyek kolektif terbesar bangsa ini. Keberhasilannya tidak diukur dari seberapa besar PDB-nya, melainkan dari seberapa bersih dan berintegritasnya proses kita mencapainya. Korupsi adalah tantangan, dan generasi kitalah yang harus berjuang agar cita-cita emas itu tidak hanya menjadi narasi di atas kertas.

Visi Indonesia Emas 2045 masih bisa kita gapai. Korupsi memang menjadi sebuah tantangan untuk menggapai hal tersebut, namun masih ada harapan untuk generasi mendatang dan harapan untuk generasi sekarang untuk tidak membudidayakan kebiasaan ini. Dengan begitu menuju masa Indonesia Emas masih memiliki secercah ruang untuk dilewati. Harapannya negara ini menjadi lebih baik lagi daripada hari ini.

Biodata Penulis:

Muhammad Aliif Adzikraa saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Matematika.
© Sepenuhnya. All rights reserved.