Oleh Amelia Putri
Kurikulum Merdeka hadir sebagai salah satu upaya pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, terutama dalam membentuk karakter peserta didik agar mampu menghadapi perkembangan zaman. Tidak hanya berfokus pada kemampuan akademik, kurikulum ini menekankan pentingnya membangun sikap, nilai, dan kepribadian yang kuat sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Dalam konteks Pendidikan Agama Islam (PAI), perubahan ini memberikan dampak besar terhadap tujuan dan proses pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran PAI kini diarahkan untuk lebih kontekstual dan dekat dengan realitas kehidupan peserta didik. Jika sebelumnya PAI sering dipahami sebatas hafalan ayat atau aturan fikih, Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk mengaitkan ajaran Islam dengan persoalan aktual seperti perundungan (bullying), penyalahgunaan media sosial, hingga isu keberagaman dalam masyarakat. Dengan cara ini, siswa tidak hanya mengerti ajaran agama dari segi teori, tetapi mampu mempraktikkannya dalam lingkungan sosial mereka sehari-hari.
Salah satu kebaruan penting dalam Kurikulum Merdeka adalah hadirnya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Proyek ini menjadi ruang bagi siswa untuk menghidupkan nilai-nilai keislaman melalui kegiatan nyata, seperti aksi berbagi kepada masyarakat sekitar, program kebersihan masjid, hingga kampanye menjaga toleransi antarumat beragama. Pendekatan berbasis pengalaman ini membuat PAI lebih menyenangkan dan memiliki makna mendalam bagi siswa.
Selain itu, Kurikulum Merdeka menempatkan setiap peserta didik sebagai individu yang unik. Guru PAI diberi keleluasaan dalam merancang pembelajaran sesuai kebutuhan siswa dengan pendekatan diferensiasi. Mereka dapat memanfaatkan media digital, video kreatif, hingga permainan edukatif agar pembelajaran terasa relevan dan tidak monoton. Guru tidak lagi menjadi pusat ceramah, melainkan fasilitator yang mendampingi siswa dalam mengeksplorasi pengetahuan dan menumbuhkan kesadaran spiritual mereka. Keteladanan tetap menjadi hal utama, tetapi metode penyampaiannya jauh lebih variatif dan inovatif.
Dampak positif lain terlihat pada sistem penilaian yang lebih utuh dan humanis. Penilaian PAI tidak hanya mengukur kemampuan akademik, melainkan juga perkembangan sikap dan akhlak. Refleksi spiritual, observasi perilaku, serta karya proyek menjadi bagian dari evaluasi yang mampu menggambarkan karakter siswa secara lebih komprehensif. Dengan demikian, pembelajaran tidak hanya mengejar angka, tetapi perubahan nyata dalam kepribadian dan perilaku.
Namun, implementasi Kurikulum Merdeka tentu bukan tanpa tantangan. Guru perlu meningkatkan kompetensi dalam merancang pembelajaran kreatif, sementara sekolah harus menyediakan sarana pendukung yang memadai. Peran orang tua juga sangat diperlukan untuk memastikan pembiasaan nilai agama tetap berlangsung konsisten di rumah. Kesuksesan penerapan kurikulum ini adalah hasil kolaborasi yang kuat antara guru, siswa, sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Penerapan Kurikulum Merdeka memberikan peluang besar bagi Pendidikan Agama Islam untuk tampil lebih hidup, relevan, dan dekat dengan kebutuhan peserta didik di era modern. Dengan pendekatan yang lebih bebas, adaptif, dan humanis, PAI dapat benar-benar berperan dalam membentuk generasi muslim yang beriman, berakhlak mulia, moderat, serta siap menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks. Kurikulum Merdeka menjadi langkah baru untuk menguatkan kembali peran PAI sebagai pendidikan karakter esensial dalam dunia pendidikan Indonesia.
Biodata Penulis:
Amelia Putri saat ini aktif sebagai mahasiswi di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.