Oleh Tita Aulia
Di ujung barat Kabupaten Brebes, tepat di garis yang memisahkan Jawa Tengah dan Jawa Barat, terdapat sebuah wilayah yang hidup dari pertemuan dua identitas besar. Losari bukan sekadar titik administrasi; ia adalah ruang tempat bahasa, budaya, dan ekonomi saling berbaur tanpa sekat tegas.
Wilayah yang kaya akan keberagaman budaya dan identitas lokal yang selalu mempertahankan eksistensinya. Losari merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang melintasi Kabupaten Cirebon dan Brebes, perbatasan tersebut ditandai dengan sungai yang panjang, yaitu sungai Cisanggarung.
| Sumber: losari.brebeskab.go.id |
Losari, daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, selama berabad-abad menjadi ruang pertemuan para pendatang, pedagang, dan budaya yang datang silih berganti. Identitasnya hari ini—campuran Jawa Brebes dan Sunda Cirebonan—adalah hasil proses sejarah panjang yang berlangsung tanpa henti.
Gerbang Pantura yang Selalu Bergerak
Losari menjadi tempat lalu-lalang kendaraan lintas provinsi sejak pagi hingga malam. Aktivitas perdagangan tumbuh di sepanjang jalur utama, menandai wilayah ini sebagai perbatasan yang tidak pernah tidur. Mobilitas tinggi ini menciptakan ritme ekonomi yang berbeda.
“Losari itu tidak pernah sepi. Bahkan waktu subuh, selalu ada yang lewat,” ujar seorang pedagang setempat. Keberagaman pengunjung membuat area ini cepat beradaptasi dengan perubahan zaman.
Pertemuan Dua Bahasa dan Dua Karakter Budaya
Wilayah ini juga menjadi titik bertemunya bahasa Jawa Brebes dengan bahasa Cirebonan. Percakapan sehari-hari penduduk Losari mencerminkan kemampuan beralih kode secara alami. Bukan sekadar pemisahan “barat – timur”, tetapi proses negosiasi identitas yang berlangsung setiap hari.
Selain itu karena wilayah yang berdekatan, antara Losari Cirebon dan juga Losari Brebes, tak heran jika keduanya hampir memiliki kesamaan budaya. Contohnya kesenian Burok, mata pencaharian penduduk yang dominan sebagai nelayan karena merupakan daerah pesisir.
Kuliner yang Menyerap Dua Rasa
Kuliner Losari adalah bukti paling jelas bagaimana perbatasan mampu melahirkan citra rasa baru. Pengaruh masakan Brebes—yang identik dengan bumbu kuat dan gurih—bertemu dengan gaya Cirebon dan Indramayu yang cenderung lebih ringan, manis, dan pedas.
Dari pedagang sate, nasi lengko, hingga hidangan laut di bagian pesisir, Losari menawarkan variasi yang tidak bisa dilekatkan hanya pada satu provinsi.
Lebih dari Sekadar Garis Batas
Letaknya sebagai batas administratif justru membuat Losari menjadi kawasan yang berkembang di dua arah. Banyak warga yang bekerja atau berdagang lintas provinsi setiap hari. Pasar tradisional menerima pasokan dari dua wilayah, sementara sektor jasa tumbuh mengikuti arus masyarakat yang bergerak di jalur Pantura. Di sinilah harmoni yang dimaksud mulai terlihat: bukan harmoni yang seragam, tetapi harmoni yang lahir dari perbedaan yang saling berdampingan.
Bagi sebagian besar wilayah, perbatasan berarti pembatas. Namun bagi Losari, perbatasan justru menjadi ruang hidup yang dinamis. Ia membuktikan bahwa dua identitas besar dapat bertemu tanpa saling meniadakan. Dalam keseharian penduduk, garis batas hanya ada di peta—bukan dalam interaksi sosial mereka.
Biodata Penulis:
Tita Aulia, biasa disapa Tita, lahir pada tanggal 26 November 2008 di Brebes. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Program Studi Pendidikan Ekonomi. Moto hidupnya: Hidup bukanlah tentang siapa yang terhebat dan siapa yang terpandang, tapi adalah tentang siapa yang menjalaninya dengan baik dan taat perintah kepada Tuhannya.