Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Generasi Digital, Tantangan Nyata: Mengapa Pendidikan Agama Islam Harus Hadir Lebih Kuat?

Karakter remaja Indonesia sedang diuji. Mari renungkan kembali peran Pendidikan Agama Islam sebagai pusat perbaikan akhlak dan kepribadian bangsa.

Oleh Wazirotun Mila'il Ulya

Perubahan sosial yang cepat, perkembangan teknologi, dan derasnya arus informasi membuat karakter remaja Indonesia berada di titik krusial. Di tengah banyaknya persoalan moral, Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi benteng penting bagi pembentukan kepribadian bangsa.

Namun pertanyaannya adalah: apakah pendidikan Islam hari ini sudah cukup kuat menjawab tantangan zaman? Mari kita lihat data, fakta, dan bagaimana PAI seharusnya bergerak.

Mengapa Pendidikan Agama Islam Harus Hadir Lebih Kuat

Krisis Moral Remaja

Berbagai lembaga nasional merilis data yang menunjukkan adanya masalah serius dalam karakter remaja Indonesia:

1. Kasus Perundungan di Sekolah Meningkat

Menurut KPAI, terdapat 2.354 kasus perundungan di sekolah dalam lima tahun terakhir, dan angka ini naik setiap tahunnya (KPAI, 2023).

 2. Krisis Empati di Era Digital

Hasil survei Indonesian Digital Literacy Index 2023 menunjukkan bahwa kategori "etika digital" berada pada skor 3,06 dari skala 5 (Kominfo, 2023). Angka ini menjadi indikator rendahnya kesadaran moral saat berinternet.

3. Kecanduan Gawai di Kalangan Pelajar

Data dari Kementerian Kesehatan (2023) menunjukkan:

  • 36% remaja Indonesia menggunakan gawai lebih dari 6 jam per hari,
  • dan mengalami penurunan kemampuan fokus belajar.

Data-data ini memperjelas bahwa pendidikan moral dan spiritual tidak bisa lagi dianggap sebagai pelajaran pendamping. Ia harus menjadi fondasi.

Di Mana Peran Pendidikan Agama Islam?

Pendidikan Agama Islam memiliki peran sangat strategis dalam memperbaiki kondisi sosial dan moral tersebut. Secara konsep, PAI mengajarkan:

  • Empati (ihsan)
  • Kejujuran (ṣidq)
  • Kasih sayang (raḥmah)
  • Tanggung jawab sosial (ukhuwwah)
  • Keadilan (‘adl)

Namun, nilai-nilai ini tidak boleh berhenti sebagai teori.

Agar berpengaruh nyata dalam kehidupan sekolah dan pembelajaran sehari-hari, PAI harus hadir dalam:

1. Pembelajaran yang kontekstual

Menghubungkan nilai Islam dengan realitas remaja dan tantangan digital.

PAI tidak hanya membahas teori ibadah dan akhlak, tetapi harus mengaitkan nilai Islam dengan persoalan nyata yang dihadapi siswa. Misalnya, guru membahas ayat tentang larangan menyakiti sesama ketika menanggapi kasus perundungan yang sedang viral, atau menjelaskan nilai kejujuran melalui fenomena kecurangan akademik yang semakin meningkat.

2. Pembiasaan karakter

Melalui kegiatan sosial, kerja bakti, kegiatan masjid, hingga projek kepedulian.

Nilai PAI akan membekas ketika dipraktikkan terus-menerus. Misalnya program salat berjamaah setiap hari sedekah Jumat membaca Al-Qur’an sebelum belajar piket kebersihan sebagai wujud menjaga amanah, saling menyapa dan bertegur sapa sebagai wujud akhlak sosial

Pembiasaan kecil seperti ini membentuk karakter lebih kuat daripada teori panjang.

3. Keteladanan guru

Guru PAI harus menjadi role model perilaku karena karakter lebih banyak ditiru daripada diajarkan.

Guru PAI menjadi contoh utama dalam disiplin, tutur kata, kesantunan, dan tanggung jawab. Siswa akan meniru apa yang mereka lihat, bukan hanya apa yang mereka dengar di kelas. Guru yang tersenyum, bersabar, tepat waktu, dan adil sudah mendidik karakter tanpa harus berkata apa-apa.

4. Moderasi beragam

Membentuk siswa yang toleran, tidak ekstrem, dan memahami perbedaan. PAI harus hadir sebagai ruang yang menumbuhkan sikap lapang, toleran, dan menghargai perbedaan. Contohnya:

  • membiasakan diskusi yang menghargai pendapat;
  • menjelaskan perbedaan mazhab dengan cara damai;
  • mengajarkan bahwa Islam tidak membenarkan kekerasan;
  • membiasakan siswa menghargai teman dari agama atau budaya yang berbeda. 

Dengan begitu, PAI melahirkan generasi yang tidak ekstrem dan siap hidup di masyarakat majemuk.

Dengan pendekatan seperti ini, PAI tidak hanya mengisi kognisi, tetapi menanamkan kesadaran sosial dan kemanusiaan.

5. Penguatan etika digital 

Karena siswa hidup di dunia digital, PAI perlu masuk ke ranah teknologi. Misalnya:

  • mengajarkan adab bermedia sosial;
  • larangan menyebarkan hoaks;
  • pentingnya menjaga privasi;
  • etika komentar;
  • dampak dosa menyebarkan fitnah online. 

Nilai agama harus hadir di ruang digital tempat siswa menghabiskan banyak waktu.

6. Pendampingan emosional

PAI juga harus hadir dalam bimbingan pribadi. Guru dapat menjadi tempat siswa curhat ketika memiliki masalah keluarga, pertemanan, atau stres akademik. Sikap mendengar, memotivasi, dan menenangkan merupakan bagian dari pendidikan akhlak dan ibadah hati.

7. Kerjasama dengan orang tua dan masyarakat 

PAI akan lebih kuat jika sekolah mengadakan kegiatan kolaboratif, seperti pengajian keluarga, seminar akhlak remaja, atau kelas parenting. Dengan demikian, nilai Islam tidak berhenti di sekolah saja, tetapi juga hidup di rumah.

Data Kekuatan Pendidikan Islam di Sekolah

Meski menghadapi tantangan besar, pendidikan Islam memiliki kekuatan besar dan terbukti efektif.

Survei Balitbang Kemenag 2022 menunjukkan bahwa:

  • 82% siswa mengaku mendapatkan nilai karakter dari PAI bukan hanya dari mata pelajaran lain.
  • 74% sekolah melaporkan siswa lebih disiplin setelah program pembiasaan keagamaan sepeprti salat berjamaah, tadarus, dan sedekah rutin.
  • 68% guru PAI menerapkan pendekatan humanis yang meningkatkan hubungan antar siswa dan iklim sekolah.

Hasil-hasil ini menjadi bukti bahwa pendidikan Islam mampu menjadi pondasi karakter bangsa, selama dilaksanakan secara konsisten dan kreatif.

4. Mengapa PAI Penting untuk Masa Depan Indonesia?

Indonesia yang beragam membutuhkan generasi yang:

  • toleran,
  • berempati,
  • mampu menghargai perbedaan,
  • memiliki kecerdasan emosional,
  • serta memiliki kompas moral yang kuat.

Semua kualitas itu adalah inti dari pendidikan Islam.

Tanpa pendidikan moral dan spiritual yang kokoh, generasi muda akan mudah terbawa arus oleh:

  • hedonisme,
  • budaya viral,
  • ujaran kebencian,
  • hoaks,
  • dan perilaku impulsif.

PAI Adalah “Pusat Perbaikan Karakter” Generasi Muda

Data nasional menunjukkan bahwa generasi muda kita sedang berada di tengah badai digital, sosial, dan moral. Namun, kita masih memiliki harapan besar melalui Pendidikan Agama Islam. PAI tidak hanya mengajarkan agama. Ia menghidupkan manusia, membentuk hati, dan membangun jiwa yang peduli.

Dengan penguatan nilai Islam dalam kehidupan sekolah, Indonesia dapat melahirkan generasi yang:

  • berakhlak,
  • berempati,
  • toleran,
  • dan siap menjadi pelopor kebaikan di tengah perubahan zaman.

Karakter mulia bukan dibangun dalam sehari, tetapi dibentuk dari pendidikan yang konsisten dan di sinilah peran besar pendidikan Islam bagi masa depan bangsa.

Biodata Penulis:

Wazirotun Mila'il Ulya saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.