Oleh Zuni Nurmalita Sari
Sejak pertama kali aku mendengar lagu-lagu karya Panji Sakti, ada sesuatu dalam tiap bait dan nada yang terasa lebih dari sekedar musik, seperti bisikan halus yang merangkul hati, mengajak berhenti sejenak dan mendengarkan. Lagu-lagunya ditulis dengan kalimat sederhana, tidak dibuat-buat, dan tempo musiknya pelan, mengalun indah seperti embun pagi.
Salah satu lagu Panji Sakti yang paling melekat adalah Sang Guru. Di sana terdengar doa dan kerinduan:
“Bolehkah aku berteduh di bawah pohon jiwamu”“Menikmati semilir hakikat”“Di bawah rindangnya dzikir…”
Bait lirik tersebut terasa seperti undangan untuk berhenti sejenak, untuk menenangkan pikiran, dan meresapi makna kehidupan. Bukan lagu tentang patah hati atau romantisme biasa, “Sang Guru” leboh dari itu. Lagu ini membangkitkan rasa syukur, kesadaran, dan keinginan untuk lebih dekat dengan pencipta. Menghargai hidup dengan cara yang lembut dan khidmat.
Lagu Sebagai Teman dalam Kesendirian
Di saat tugas kuliah menumpuk, deadline mengejar, aku sering hentikan langkah-buka playlist Panji Sakti, dan membiarkan musiknya masuk ke relung hati. Ruang di mana rasanya seperti menemukan ruang aman, dimana liriknya berbicara tentang kesederhanaan, keberanian untuk merendah, dan harapan yang tak kunjung padam.
Lagu-lagu itu bukan hanya menemani, tetapi juga memberi semangat. Memberi perspektif baru bahwa hidup tidak harus riuh, tidak harus glamour, tidak harus penuh gemerlap. Kadang, dalam denting gitar sederhana dan tempo pelan, kita bisa menemukan ketenangan yang selama ini terabaikan.
Kenapa Musik Indie Itu Penting?
Musik indie, terutama karya seperti Panji Sakti, punya kekuatan untuk berbicara tanpa banyak basa-basi. Dia tidak menjanjikan dunia gemerlap. Dia tidak menawarkan popularitas. Dia menawarkan ketulusan, kejujuran, dan kedekatan dengan hal-hal kecil: dzikir, doa, rasa rindu, rasa syukur, dan kesadaran bahwa kita hanyalah makhluk kecil di alam semesta yang besar.
Di dunia yang terasa serba cepat, musik indie mengingatkan kita untuk melambat, mendengarkan, merasakan, dan mensyukuri.
Perjalanan Spiritual dan Emosioanal Bersama Lagu
Aku tidak ingat kapan tepatnya aku mulai jatuh cinta pada karya-karya Panji Sakti, tapi aku ingat bahwa setiap mendengar “Sang Guru”, aku merasa ada bagian dalam diriku yang berbicara: tentang keresahan, tentang harapan, dan tentang ketenangan. Lagu itu seperti sahabat lama yang bisa diajak bicara, yang bisa memahami tanpa banyak kata.
Aku belajar bahwa musik bisa jadi alat refleksi, bukan hanya liburan. Bahwa mendengarkan lagu bukan soal mengisi waktu senggang, tapi memberi ruang bagi jiwa untuk bernapas, merenung, dan menyembuhkan.
Panji Sakti bukan menawarkan sensasi instan, dia menawarkan kedalaman. Karena liriknya bukan sekadar kata, tetapi mengandung doa, harapan, dan kesadaran. Karena musiknya bukan sekadar melodi, tetapi menyentuh jantung, meredam kegelisahan, dan meneguhkan hati.
Bagiku, lagu-lagu itu bukan sekadar lagu, tetapi bagian dari perjalanan hidup, bagian dari hari-hari ketika aku butuh tempat kembali, ketika hatiku butuh dipahami, ketika aku perlu mengingat kembali bahwa di balik semua hiruk pikuk, ada yang lebih besar dari aku: Sang Pencipta dan hati yang belajar untuk terus bersyukur.
Biodata Penulis:
Zuni Nurmalita Sari, lahir pada tanggal 20 Juni 2007 di Pati, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret.