Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Merdeka Belajar di Kelas PAI: Mengapa Metode Problem Based Learning Jadi Andalan Guru Zaman Sekarang?

Yuk hidupkan kembali pembelajaran PAI dengan Problem Based Learning! Ajak siswa berpikir kritis, aktif, dan memahami nilai Islam lewat masalah nyata.

Oleh Rr. Maulia Nawangsih Ningrum

Selama bertahun-tahun, pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah sering dipahami sebagai mata pelajaran yang penuh hafalan dan ceramah. Guru menjelaskan, siswa mencatat, lalu di akhir minggu ada ulangan. Pola seperti ini sebenarnya tidak sepenuhnya salah, tetapi tidak lagi cukup untuk menghadapi kebutuhan belajar siswa zaman sekarang. Apalagi di era Kurikulum Merdeka, sekolah didorong menciptakan kelas yang memberi ruang bagi siswa untuk aktif, kritis, dan mampu memecahkan persoalan nyata. Karena itu, banyak guru PAI mulai beralih ke metode “Problem Based Learning” (PBL).

Merdeka Belajar di Kelas PAI

PBL bukanlah metode baru sepenuhnya, tetapi cara kerja dan dampaknya sangat relevan dengan dunia pendidikan modern. Melalui pendekatan ini, siswa tidak langsung diberi jawaban, tetapi diajak memulai pembelajaran dari sebuah situasi bermasalah yang dekat dengan kehidupan mereka. Dari masalah itulah mereka menelusuri konsep, menggali nilai, berdiskusi, dan menemukan solusi.

Belajar Agama yang Dekat dengan Kehidupan Nyata

Salah satu kekuatan utama PBL adalah kemampuannya menghubungkan antara materi agama dengan realitas sehari-hari. Banyak siswa merasa PAI hanyalah teori yang jauh dari kehidupan. Ketika hanya mendengar ceramah tentang akhlak atau toleransi, mereka mungkin mengerti secara konsep tetapi bingung menerapkannya. Melalui PBL, guru bisa memulai dengan kasus nyata, misalnya:

  • seorang siswa yang memilih diam saat melihat temannya dirundung,
  • perbedaan pendapat di kelas mengenai penggunaan media sosial,
  • konflik kecil antar teman,
  • atau isu keberagaman di lingkungan sekolah.

Ketika siswa diminta memikirkan bagaimana bersikap dalam situasi tersebut, mereka belajar memaknai nilai agama bukan hanya sebagai hafalan, tetapi sebagai petunjuk hidup yang benar-benar mereka gunakan. Pendekatan ini membantu pembelajaran PAI terasa lebih hidup, kontekstual, dan mudah dipahami.

Suasana Kelas PAI Menjadi Lebih Aktif dan Menyenangkan

Banyak guru mengakui bahwa salah satu tantangan terbesar dalam mengajar PAI adalah menjaga perhatian siswa. Karena dianggap “gampang”, sebagian siswa sering pasif: mendengarkan tanpa benar-benar terlibat. PBL membantu mengatasi hal ini karena tuntutan berpikirnya cukup tinggi. Ketika guru menyampaikan sebuah masalah, kelas spontan menjadi lebih hidup. Siswa diminta mengemukakan pendapat, menganalisis situasi, mencari referensi, dan berdiskusi dalam kelompok. Mereka mulai terbiasa menyampaikan gagasan dengan bahasa mereka sendiri, sekaligus belajar menghargai pendapat teman. Di sini, guru PAI berubah dari pusat pembelajaran menjadi fasilitator yang memandu jalannya diskusi. Aktivitas seperti ini membuat siswa merasa memiliki peran dalam proses belajar. Mereka bukan lagi sekadar penerima materi, tetapi menjadi penjelajah yang mencari sendiri makna di balik setiap topik keagamaan.

Melatih Kemandirian, Kerja Sama, dan Kepekaan Moral

PAI tidak hanya mengajarkan pengetahuan agama, tetapi juga membentuk karakter. PBL sangat cocok dengan tujuan ini karena prosesnya melibatkan kemampuan berpikir kritis dan pertimbangan moral. Saat siswa berdiskusi tentang masalah moral, mereka belajar bahwa keputusan yang tepat bukan sekadar soal benar-salah, tetapi juga mempertimbangkan dampak terhadap orang lain. Di sinilah nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan empati terasah secara alami.

Selain itu, kerja kelompok dalam PBL membuat siswa belajar mengatur tugas, membagi peran, dan menghargai keragaman pendapat. Mereka belajar bahwa menyelesaikan masalah tidak cukup dengan satu sudut pandang. Pengalaman seperti ini jauh lebih kuat dalam membentuk karakter dibanding hanya membaca definisi akhlak lalu menghafalnya.

Guru PAI Menjadi Pembimbing yang Lebih Humanis

Perubahan peran guru adalah aspek menarik dalam PBL. Dalam metode tradisional, guru menjadi pusat informasi dan siswa menunggu materi dari depan kelas. Namun, PBL menempatkan guru sebagai pendamping perjalanan belajar siswa.

Tugas guru antara lain:

  • memberikan masalah yang relevan dan menantang,
  • mengarahkan alur diskusi,
  • meluruskan pemahaman yang keliru,
  • dan memastikan nilai-nilai Islam tetap menjadi dasar pembahasan.

Dengan peran seperti ini, hubungan guru dan siswa menjadi lebih dekat. Guru tidak lagi terlihat menggurui, tetapi hadir sebagai figur yang membantu siswa menemukan jawaban yang lebih bermakna. Pendekatan humanis ini sangat cocok dengan semangat pembelajaran modern yang menghargai pengalaman dan pemikiran siswa.

Selaras dengan Tantangan Zaman Digital

Anak-anak sekarang hidup di dunia yang berbeda dari generasi sebelumnya. Informasi bertebaran di mana-mana, nilai-nilai bercampur, dan perubahan sosial begitu cepat. Karena itu, mereka membutuhkan kemampuan untuk menganalisis, memilih, dan memutuskan. PBL memberi ruang bagi keterampilan tersebut untuk berkembang.

Misalnya, ketika siswa membahas etika bermedia sosial, mereka belajar:

  • mengenali dampak dari postingan,
  • memahami tanggung jawab digital,
  • dan mempertimbangkan nilai agama dalam penggunaan teknologi.

Dengan cara ini, PAI tidak lagi dianggap sebagai pelajaran “masa lalu”, tetapi menjadi panduan menghadapi dunia modern.

Mudah Dimodifikasi untuk Setiap Materi PAI

Fleksibilitas adalah keunggulan lain PBL. Guru tidak perlu menunggu soal berat untuk memulai. Hampir semua materi PAI bisa dijelaskan melalui masalah nyata. Contohnya:

  • Akidah: Bagaimana menghadapi teman yang mulai percaya informasi hoaks tentang agama?
  • Fikih: Bagaimana cara menentukan prioritas ketika harus memilih antara ibadah dan tanggung jawab sosial?
  • Akhlak: Mengapa budaya saling sindir di media sosial bertentangan dengan nilai Islam?
  • Sejarah Islam: Apa yang bisa dipetik dari cara Rasulullah memecahkan konflik di Madinah?

Dengan memberikan konteks nyata, siswa jadi lebih mudah memahami pesan utama setiap materi.

Mendukung Tujuan Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran yang fleksibel, relevan, dan berpusat pada siswa. Problem Based Learning selaras dengan prinsip tersebut karena:

  • menuntut siswa berpikir aktif,
  • menuntun siswa menemukan pengetahuan secara mandiri,
  • menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan mereka,
  • dan membantu guru menilai kemampuan siswa secara lebih utuh.

PBL juga mendukung penguatan “Profil Pelajar Pancasila”, terutama pada poin bernalar kritis, mandiri, dan berakhlak mulia. Karena itu, tidak mengherankan jika metode ini menjadi salah satu pendekatan yang paling banyak dipilih guru PAI dalam Kurikulum Merdeka. Problem Based Learning membawa penyegaran dalam pembelajaran PAI. Siswa tidak hanya belajar ayat, hadis, atau konsep moral, tetapi juga mempraktikkannya dalam persoalan nyata. Kelas menjadi lebih menarik, siswa lebih aktif, dan pembelajaran lebih bermakna.

Metode ini mengubah cara guru mengajar dan cara siswa belajar. PAI yang dulu dianggap teoritis kini terasa lebih dekat dengan kehidupan. Dengan PBL, nilai-nilai Islam tidak berhenti sebagai pengetahuan, tetapi benar-benar menjadi bagian dari cara siswa berpikir dan bersikap. Di tengah tantangan zaman digital dan tuntutan pembelajaran yang semakin kompleks, PBL adalah salah satu metode yang bisa membuat PAI tetap relevan, hidup, dan berdampak bagi generasi muda.

Biodata Penulis:

Rr. Maulia Nawangsih Ningrum saat ini aktif sebagai mahasiswi di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.