Oleh Maftuha Roihananda
Indonesia memiliki cita-cita yang sangat besar dalam menyambut satu abad kemerdekaan pada tahun 2045 yaitu menjadi negara maju dengan masyarakat yang sejahtera, adil, dan mampu berdaya saing global. Namun, mimpi dengan sebesar itu tidak akan terjadi dengan sendirinya. Mimpi ini bukanlah sekedar hadiah, akan tetapi hasil dari kerja bersama yang panjang, konsisten, dan berani. Dalam opini ini, penulis ingin menegaskan bahwa untuk benar-benar mewujudkan Indonesia Emas 2045, bangsa ini harus berani mengambil langkah perubahan pada tiga sektor kunci: kualitas manusia, tata kelola pemerintahan, serta inovasi dan kemandirian ekonomi.
Pertama, kualitas manusia harus menjadi prioritas mutlak atau utama. Dengan Mayoritas Indonesia hari ini sebenarnya tantangannya bukanlah soal kekurangan sumber daya, melainkan kemampuan mengelolanya. Bonus demografi yang sedang dialami Indonesia bisa menjadi kekuatan dahsyat atau justru terbalik menjadi beban jika tidak diarahkan dengan sebaik mungkin. Pada 2045, kita akan hidup di tengah persaingan global yang menuntut kecerdasan, kreativitas, literasi teknologi, dan kemampuan problem solving yang tinggi. Namun kenyataannya, kualitas pendidikan masih belum merata, bahkan di beberapa daerah masih jauh tertinggal.
Menurut saya, Indonesia harus berhenti menganggap bahwa pendidikan hanya sebagai rutinitas sehari-hai atau hanya sekedar formalitas. Pendidikan harus benar-benar menjadi pusat pembangunan karakter dan kompetensi. Dengan menciptakan Kurikulum yang harus lebih fleksibel, demi mendorongnya keterampilan abad 21, dan mengurangi beban hapalan. Guru harus memperoleh pelatihan yang lebih intensif dan penghargaan lebih layak. Selain itu, akses pendidikan tinggi dan pendidikan vokasi perlu diperluas agar anak muda Indonesia memiliki pilihan jalur karier yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Kedua, mimpi Indonesia 2045 tidak mungkin terwujud tanpa tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan modern. Banyak sekali potensi Indonesia yang sebenarnya besar, tetapi tidak berkembang optimal karena prosedur yang berbelit, aturan yang tidak tertata, atau praktik korupsi yang menghambat. Pemerintahan yang baik bukanlah hanya sekadar slogan, tetapi menjadi fondasi untuk menumbuhkan kepercayaan publik dan menciptakan iklim investasi yang sehat.
Dalam opini saya, Indonesia harus bergerak menuju tata kelola digital sepenuhnya, sehingga layanan publik menjadi lebih cepat, transparan, dan mudah diakses oleh siapa pun. Selain itu, pencegahan terhadap korupsi harus kembali diperkuat, bukan hanya dengan penindakan tetapi dengan pencegahan yang sistematis. Aparat pemerintah perlu diarahkan untuk bekerja dengan budaya profesional yang menempatkan pelayanan publik sebagai prioritas, bukan jabatan atau keuntungan pribadi.
Ketiga, Indonesia perlu membangun perekonomian yang kreatif dan mandiri, bukan sekadar mengandalkan hasil alam semata. Pada tahun 2045, negara maju adalah negara yang mampu memproduksi barang dengan nilai tambah tinggi, memiliki industri teknologi yang mapan, serta sanggup bersaing di pasar internasional. Indonesia sebenarnya memiliki modal besar untuk menuju ke arah itu: jumlah tenaga kerja produktif yang melimpah, pasar dalam negeri yang luas, dan kekayaan alam yang dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi melalui pemanfaatan teknologi.
Meski begitu, tantangan nyata masih harus dihadapi. Budaya inovasi belum sepenuhnya mengakar dalam masyarakat. Banyak anak muda memiliki kreativitas tinggi, tetapi dukungan berupa penelitian, pendanaan, dan kolaborasi industri belum sepenuhnya optimal. Karena itu, saya berpendapat bahwa pemerintah perlu berinvestasi besar pada sektor riset dan pengembangan (R&D), sekaligus membangun pusat-pusat inovasi di berbagai wilayah, bukan hanya di kota besar. Dunia industri pun harus lebih aktif menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi agar tercipta teknologi dan produk baru yang mampu bersaing.
Selain penguatan sektor teknologi, pemberdayaan UMKM juga sangat penting. UMKM menjadi fondasi utama ekonomi Indonesia, sehingga mereka memerlukan dukungan dalam bentuk digitalisasi usaha, kemudahan promosi, penyederhanaan perizinan, dan akses pembiayaan yang lebih terjangkau. Jika UMKM berkembang, maka ketahanan ekonomi nasional tidak hanya bertumpu pada industri besar, tetapi juga diperkuat oleh pelaku usaha kecil di seluruh daerah.
Namun, di balik seluruh strategi pembangunan tersebut, ada aspek yang menurut saya paling krusial: mentalitas bangsa. Visi Indonesia 2045 tidak akan terwujud apabila masyarakat masih terjebak pada pola pikir negatif, intoleransi, dan saling menjatuhkan. Kita membutuhkan generasi yang punya keberanian bermimpi, bekerja keras, tetap rendah hati, serta mampu menghargai perbedaan. Keberagaman adalah kekuatan Indonesia, dan itu harus dirawat, bukan diabaikan.
Pembangunan mentalitas itu juga dimulai dari kebiasaan sederhana: disiplin aturan, menghargai waktu, menjaga kebersihan lingkungan, dan berperilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal kecil tersebut merupakan fondasi karakter bangsa yang akan menentukan kemajuan Indonesia di masa depan.
Pada akhirnya, mewujudkan Indonesia Emas 2045 bukanlah tugas pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama. Pelajar, pekerja, pendidik, pengusaha, petani, hingga pemimpin daerah memiliki peran yang sama pentingnya. Kita tidak boleh hanya menjadi penonton; kita harus ikut bergerak dan berkontribusi. Masa depan bukan sesuatu yang tiba-tiba hadir, tetapi hasil dari keputusan dan tindakan yang kita lakukan sejak hari ini.
Saya optimis Indonesia punya kapasitas besar untuk menjadi negara maju pada 2045. Kita kaya akan sumber daya alam, warisan budaya, generasi muda yang penuh potensi, serta semangat persatuan. Yang kita butuhkan hanyalah keberanian untuk berubah dan komitmen untuk terus memperbaiki diri. Bila tiga aspek penting—kualitas SDM, tata kelola yang baik, dan ekonomi inovatif—mulai diperkuat sekarang, maka Indonesia Emas 2045 akan menjadi kenyataan yang layak kita rayakan bersama.
Biodata Penulis:
Maftuha Roihananda, lahir pada tanggal 22 Desember 2005 di Sidoarjo, saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Matematika.