Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Pendampingan Konselor dalam Menjaga Kesehatan Psikologis Keluarga

Setiap keluarga punya tantangan di tiap fase kehidupan. Yuk pelajari peran konselor keluarga dalam menjaga kesehatan emosional keluarga.

Oleh Pramuda Wardani Anindyawati

Keluarga selalu digambarkan sebagai tempat pertama tempat seseorang belajar mengenal dunia. Namun dalam kenyataannya, keluarga tidak selalu menjadi ruang yang mulus dan tenang. Perubahan ekonomi, tekanan pekerjaan, pola komunikasi yang bergeser, hingga perbedaan generasi sering kali menciptakan jarak emosional di dalam rumah. Di sinilah peran konselor keluarga menjadi semakin penting, bukan hanya sebagai “pemadam kebakaran” ketika terjadi masalah, tetapi sebagai pendamping perkembangan keluarga agar tetap sehat, hangat, dan saling mendukung.

Pendampingan Konselor dalam Menjaga Kesehatan Psikologis Keluarga

Dalam teori perkembangan keluarga, Duvall menjelaskan bahwa setiap keluarga akan melewati tahapan-tahapan tertentu, mulai dari pasangan baru menikah, keluarga dengan anak kecil, keluarga dengan remaja, hingga memasuki masa lansia. Setiap tahap memiliki tugas perkembangan yang berbeda dan menuntut keluarga untuk menyesuaikan diri. Misalnya, ketika keluarga memasuki fase memiliki remaja, orang tua dituntut untuk lebih fleksibel, lebih terbuka, dan lebih komunikatif. Sayangnya, tidak semua keluarga siap menghadapi tuntutan perubahan itu. Banyak orang tua yang masih menggunakan pola lama yaitu mengharapkan anak patuh tanpa memberi ruang berdiskusi, sehingga komunikasi menjadi buntu.

Konselor hadir dalam situasi seperti ini untuk membantu keluarga melihat kembali pola hubungan mereka. Dengan pemahaman yang baik tentang perkembangan keluarga, konselor dapat menunjukkan bagaimana setiap anggota keluarga membawa dinamika emosi dan kebutuhannya masing-masing. Teori sistem keluarga Bowen mengatakan bahwa keluarga bekerja seperti sebuah sistem: ketika satu anggota merasa tertekan, anggota lain ikut terdampak. Artinya, masalah seorang anak sebenarnya bukan hanya masalah anak itu sendiri, tetapi cermin dari pola komunikasi, aturan keluarga, dan hubungan emosional yang tidak berjalan seimbang.

Melalui layanan konseling keluarga, konselor membantu orang tua memahami bahwa dukungan emosional, kehadiran, dan komunikasi hangat jauh lebih berarti daripada sekadar memberi nasihat atau tuntutan. Banyak keluarga tidak menyadari bahwa anak terutama remaja sangat membutuhkan validasi, penghargaan atas usaha kecilnya, dan kesempatan untuk bercerita tanpa takut dihakimi. Konselor berperan membuka pandangan ini, menyadarkan orang tua bahwa peran mereka bukan hanya memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga kebutuhan psikologis anak.

Selain bekerja dengan orang tua, konselor juga mendampingi anak sebagai individu. Konselor membantu mereka memahami perasaan sendiri, menyampaikan kebutuhan secara sehat, dan membangun kepercayaan diri. Pendekatan ini sejalan dengan kerangka humanistik Rogers yang menekankan bahwa setiap individu membutuhkan penerimaan tanpa syarat agar dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, konselor menjadi jembatan yang menyeimbangkan kebutuhan emosional anak dan orang tua.

Dalam beberapa kasus, konselor juga membantu keluarga menyusun ulang pola komunikasi yang selama ini tidak berjalan. Teknik mendengarkan aktif, penggunaan kalimat “I-message”, dan latihan validasi menjadi strategi yang sering diterapkan untuk memulihkan kualitas hubungan keluarga. Ketika keluarga mulai belajar mendengarkan, saling menghargai, dan memberikan ruang aman untuk berbicara, perubahan positif biasanya perlahan muncul.

Peran konselor bukanlah menggantikan peran orang tua, melainkan memperkuatnya. Konselor membantu keluarga menyadari bahwa dinamika yang sehat tidak terbentuk secara otomatis; ia perlu dipahami, dipelajari, dan dipelihara. Dengan pemahaman yang baik tentang perkembangan keluarga, konselor dapat memberi arah yang jelas agar masing-masing anggota keluarga mampu berfungsi secara optimal sesuai tahap perkembangan mereka.

Pada akhirnya, konselor hadir agar keluarga dapat kembali menjadi ruang yang hangat tempat untuk pulang, tempat untuk dipahami, dan tempat untuk tumbuh bersama. Dengan bimbingan yang tepat, keluarga bukan lagi menjadi sumber stres, tetapi menjadi sumber kekuatan bagi setiap anggotanya.

Biodata Penulis:

Pramuda Wardani Anindyawati saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Program Studi Bimbingan dan Konseling.

© Sepenuhnya. All rights reserved.