Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Penerapan Pemikiran Berbasis Bukti dalam Menyikapi Informasi Kesehatan di Media Sosial

Yuk, jadi pengguna media sosial yang kritis! Integrasikan literasi digital dan pemikiran berbasis bukti agar kamu nggak mudah terjebak klaim kesehatan

Oleh Bella Marlina

Di era digital, media sosial menjadi salah satu saluran utama dalam mengakses informasi kesehatan. Kecepatan penyebaran informasi memang bermanfaat, tetapi juga memperbesar peluang munculnya misinformasi yang dapat menyesatkan publik. Karena itu, pemikiran berbasis bukti menjadi fondasi penting agar masyarakat mampu menilai klaim kesehatan secara kritis berdasarkan data ilmiah, bukan popularitas konten atau daya tarik emosional.

Penerapan Pemikiran Berbasis Bukti dalam Menyikapi Informasi Kesehatan di Media Sosial

Literasi digital berperan penting dalam proses ini. Literasi digital memungkinkan individu mengevaluasi kredibilitas sumber, memahami konteks pesan, dan mengenali potensi manipulasi. Sabrina (2019) menegaskan bahwa literasi digital merupakan langkah preventif dalam menangani hoaks karena melibatkan kontrol kognitif terhadap interpretasi pesan digital (Sabrina, 2019). Selain itu, literasi informasi juga berfungsi sebagai keterampilan dasar untuk menilai validitas sebuah klaim. Juditha (2019) menunjukkan bahwa komunitas daring yang menerapkan literasi informasi mampu melakukan proses tabayyun untuk mengklarifikasi informasi kesehatan yang meragukan (Juditha, 2019).

Meskipun literasi penting, penerapannya harus diiringi pemikiran berbasis bukti. Studi Sharevski, Vander Loop, Devine, Jachim, dan Das (2024) memperkenalkan strategi Debunk It Yourself di TikTok, di mana tenaga kesehatan membuat ulang video misinformasi dan memberikan kontraargumen berbasis data ilmiah yang dapat diverifikasi (Sharevski et al., 2024). Strategi ini tidak hanya membantah klaim palsu tetapi juga menampilkan bukti yang relevan sehingga publik dapat memahami dasar ilmiah yang benar.

Penguatan pemikiran berbasis bukti juga penting karena misinformasi sering muncul dari influencer. Laporan investigatif menunjukkan bahwa sejumlah influencer mempromosikan alat diagnostik kontroversial tanpa dukungan bukti ilmiah yang memadai serta mengabaikan risiko dan validitas klinis (May, 2025). Hal ini menggambarkan bagaimana konten yang viral dan emosional sering mengalahkan informasi yang berbasis riset.

Di Indonesia, remaja menjadi kelompok penting dalam upaya literasi kesehatan. Penelitian Hafid, Hamzah, dan Anma (2025) menemukan bahwa edukasi literasi digital kesehatan dapat meningkatkan kemampuan remaja dalam menyaring informasi hoaks dengan memeriksa sumber, membandingkan klaim, serta menolak konten yang tidak terbukti (Hafid et al., 2025). Selain itu, komunitas daring seperti LEKSIA berperan sebagai ruang diskusi yang memfasilitasi tular nalar dan kolaborasi dalam mengklarifikasi informasi kesehatan (Ningsih et al., 2022).

Dari sudut pandang teknologi, Tsao, Chen, Meyer, dan Butt (2024) mengusulkan kerangka social media listening yang menggabungkan teori perilaku dan pemrosesan bahasa alami untuk memantau tren misinformasi secara real time (Tsao et al., 2024). Kerangka ini membantu pembuat kebijakan merespons narasi kesehatan publik dengan lebih cepat.

Namun hambatan tetap ada. Halawa, Harefa, dan Ginting (2023) menemukan bahwa tidak semua kelompok masyarakat memiliki literasi digital yang memadai (Halawa et al., 2023). Selain itu, algoritme media sosial lebih menyukai konten sensasional sehingga informasi berbasis bukti sering kalah dalam jangkauan. Safira & Rahmawati (2025) menegaskan perlunya kebijakan komunikasi kesehatan digital, termasuk kampanye medsosmu, Bukan Dokter untuk mengingatkan publik bahwa verifikasi medis tidak dapat digantikan oleh konten viral (Safira & Rahmawati, 2025).

Penerapan pemikiran berbasis bukti membutuhkan integrasi literasi digital, literasi informasi, kolaborasi komunitas daring, dukungan teknologi, dan kebijakan publik. Meskipun tantangan hadir dari faktor algoritme, kapasitas sumber daya, serta ketimpangan literasi, pendekatan berbasis bukti memberikan manfaat signifikan dalam meningkatkan kualitas keputusan kesehatan masyarakat.

Daftar Pustaka:

  1. Hafid, N. F., Hamzah, Z. R., & Anma, A. R. (2025). EDUKASI LITERASI DIGITAL KESEHATAN UNTUK REMAJA: STRATEGI MENGHADAPI HOAKS DI ERA INFORMASI DIGITAL. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 6(5), 5643–5649.
  2. Halawa, K., Harefa, S. I. P., & Ginting, R. (2023). Pengaruh literasi digital terhadap pengetahuan tentang hoax pada masyarakat Kota Medan. Jurnal Teknologi Kesehatan dan Ilmu Sosial (Tekesnos), 2(1), 283-291.
  3. Juditha, C. (2019). Literasi Informasi Melawan Hoaks Bidang Kesehatan di Komunitas Online. Jurnal ILMU KOMUNIKASI, 16(1), 77–90.
  4. May, N. (2025). Social Media Influencers Are ‘Fearmongering’ to Promote Health Tests with Limited Evidence Study Finds. The The Guardian. [Online].(https://www.theguardian.com/society/2025/feb/27/social-media-influencers-are-fearmongering-to-promote-health-tests-with-limited-evidence-study-finds diakses: 15 November 2025).
  5. Ningsih, D. P. S., Mutiara, V. S., Oktarina, M., & Rahmawati, I. (2022). Komunitas Daring Literasi Kesehatan Indonesia (Leksia) Sebagai Sarana Tular Nalar Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmu Komunikasi, 20(2), 134-150.
  6. Sabrina, A. R. (2019). Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax. Communicare : Journal of Communication Studies, 5(2), 31–46.
  7. Safira, V., & Rahmawati, F. N. (2025). Mitigasi Risiko Self-Diagnose Melalui Media Sosial: Pengembangan Model Komunikasi Kesehatan Berbasis Digital. Jurnal Multidisiplin Indonesia, 3(1). 1-23.
  8. Sharevski, F., Vander Loop, J., Devine, A., Jachim, P., & Das, S. (2024). ‘Debunk-It-Yourself’: Health Professionals’ Strategies for Responding to Misinformation on TikTok. arXiv. [Online]. (https://arxiv.org/abs/2412.04999 diakses: 15 November 2025).
  9. Tsao, S. F., Chen, H. H., Meyer, S. B., & Butt, Z. A. (2024). Proposing a Conceptual Framework: Social Media Infodemic Listening for Public Health Behaviors. International journal of public health, 69, 1607394.

© Sepenuhnya. All rights reserved.