Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Peran Generasi Muda dalam Membangun Integrasi Nasional di Era Digital

Ayo bangun integrasi nasional di era digital dengan literasi kritis, konten positif, dan kolaborasi pemuda dari Sabang sampai Merauke.

Oleh Nur Priani Sari

Dunia bergerak dalam kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Transformasi digital telah mengubah setiap aspek kehidupan—mulai dari cara kita bekerja, berinteraksi, hingga cara kita memahami identitas kebangsaan. Di tengah gelombang disrupsi ini, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keragaman etnis, agama, dan budaya yang luar biasa menghadapi tantangan laten: menjaga dan memperkuat integrasi nasional. Generasi muda, yang kini berada di garis depan ekosistem digital, memegang peran sentral dan krusial dalam menentukan apakah teknologi akan menjadi alat pemersatu atau justru pendorong perpecahan.

Peran Generasi Muda dalam Membangun Integrasi Nasional di Era Digital

Era digital membawa pertentangan yang tidak dapat diabaikan. Di satu sisi, teknologi mendekatkan yang jauh, memungkinkan komunikasi lintas batas pulau, dan membuka akses informasi seluas-luasnya. Namun di sisi lain, ruang digital menjadi medan tempur ideologis yang rawan dipenuhi ekstremisme, polarisasi politik, serta penyebaran informasi palsu—hoaks—yang dapat mengancam persatuan bangsa.

Tantangan terbesar yang muncul adalah fenomena filter bubble dan echo chamber, ketika algoritma media sosial menampilkan konten yang hanya sejalan dengan preferensi pengguna. Kondisi ini memperkuat prasangka dan menutup peluang dialog antarkelompok. Jika terus dibiarkan, polarisasi ini dapat berkembang menjadi konflik sosial di dunia nyata dan menggerus makna Bhinneka Tunggal Ika. Pada titik inilah generasi muda dituntut menjadi benteng pertahanan pertama terhadap ancaman disintegrasi yang disamarkan dalam narasi digital yang manipulatif.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, generasi muda harus mengembangkan literasi digital kritis sebagai fondasi utama. Literasi ini tidak hanya mencakup kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga kecakapan berpikir kritis dalam memilah, memverifikasi, dan memahami informasi. Generasi muda harus mampu mengenali hoaks, ujaran kebencian, serta propaganda yang berpotensi memecah belah bangsa. Etika bermedia berbasis nilai-nilai Pancasila perlu menjadi pedoman dalam setiap interaksi digital. Kesadaran bahwa tindakan di dunia maya turut merepresentasikan identitas nasional merupakan bagian penting dalam membangun ruang digital yang sehat dan inklusif. Dengan menjunjung toleransi dan menghargai perbedaan, generasi muda dapat menciptakan atmosfer digital yang memperkuat, bukan melemahkan, persatuan bangsa.

Selain menjadi pengguna yang bijaksana, generasi muda juga perlu mengambil peran sebagai inovator konten kebangsaan. Kreativitas digital kini menjadi kekuatan besar yang mampu membentuk persepsi publik. Platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram memungkinkan penyebaran pesan positif tentang persatuan, keberagaman, dan toleransi dengan cara yang lebih ringan, dekat, dan disukai. Konten kebangsaan tidak harus berbentuk formal; ia dapat hadir secara kreatif melalui video pendek, meme edukatif, atau podcast inspiratif yang mengangkat nilai-nilai gotong royong, cerita lokal, dan kekayaan budaya. Dengan memenuhi ruang digital dengan narasi positif, generasi muda dapat meredam suara-suara provokatif yang berupaya melemahkan integrasi nasional.

Peran penting lainnya adalah kemampuan generasi muda menggerakkan kolaborasi lintas batas dan mendorong gerakan sosial digital. Integrasi nasional bukan hanya hubungan vertikal antara pemerintah dan masyarakat, tetapi juga hubungan horizontal antarkelompok, antarwilayah, dan antardaerah. Teknologi memberi peluang besar bagi kolaborasi tersebut. Komunitas startup, forum pemuda antardaerah, hingga gerakan sosial berbasis media digital mampu menyatukan pemuda dari berbagai latar belakang untuk menyelesaikan masalah bersama. Ketika pemuda dari Sabang sampai Merauke berkolaborasi dalam isu lingkungan, pendidikan, atau pemberdayaan ekonomi, ikatan kebangsaan terbentuk secara organik, melampaui sekat-sekat primordial. Inilah perwujudan nyata Pancasila sebagai ideologi yang hidup dalam interaksi masyarakat modern.

Di samping itu, digitalisasi kebudayaan menjadi salah satu kontribusi strategis generasi muda dalam memperkuat integrasi nasional. Indonesia memiliki warisan budaya yang beragam, namun sebagian di antaranya terancam punah karena kurangnya dokumentasi dan regenerasi. Generasi Z dan Alpha memiliki kapasitas teknologi untuk mendigitalkan budaya melalui inovasi seperti virtual reality (VR), augmented reality (AR), hingga pemodelan 3D. Digitalisasi budaya tidak hanya melestarikan warisan lokal, tetapi juga memperkenalkan kekayaan Indonesia kepada dunia dan menumbuhkan rasa bangga di kalangan masyarakat sendiri. Seorang pemuda di Jawa dapat merasakan pengalaman upacara adat Papua melalui VR, bukan hanya sebagai pengetahuan, tetapi sebagai ikatan emosional yang mendekatkan dirinya pada saudara sebangsa. Budaya yang terdigitalisasi menjadi jembatan emosional yang memperkuat persatuan dalam ruang kebangsaan.

Membangun integrasi nasional di era digital bukanlah sprint yang cepat selesai, melainkan maraton panjang yang menuntut komitmen berkelanjutan. Generasi muda memiliki modal sosial, intelektual, dan penguasaan teknologi yang tidak tertandingi untuk menjawab tantangan ini. Mereka adalah arsitek masa depan ruang digital Indonesia, dan masa depan persatuan bangsa sangat bergantung pada kualitas peran yang mereka jalankan hari ini. Untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 bukan hanya sebagai konsep ekonomi tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang utuh, seluruh elemen bangsa perlu mendukung penguatan karakter, etika, dan literasi kritis generasi muda. Dengan kecerdasan digital, semangat persatuan, dan integritas kebangsaan, generasi muda dapat memastikan bahwa teknologi menjadi alat pemersatu yang menjaga keberagaman. Masa depan persatuan Indonesia kini berada di ujung jari mereka, menunggu untuk diwujudkan.

Referensi:

  1. Antara News. (2023). Bappenas tetapkan lima sasaran visi Indonesia Emas 2045. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/3562278/bappenas-tetapkan-lima-sasaran-visi-indonesia-emas-2045
  2. Bappenas. (2023a). Luncurkan Rancangan Akhir RPJPN 2025-2045, Presiden Paparkan Visi Indonesia Emas 2045. Diakses dari https://bappenas.go.id/id/berita/luncurkan-rancangan-akhir-rpjpn-2025-2045-presiden-paparkan-visi-indonesia-emas-2045-c29Ju
  3. Bappenas. (2023b). Perkuat Kolaborasi Menuju Indonesia Emas 2045, Bappenas Gelar Sosialisasi RPJPN 2025-2045. Diakses dari https://www.bappenas.go.id/id/berita/perkuat-kolaborasi-menuju-indonesia-emas-2045-bappenas-gelar-sosialisasi-rpjpn-2025-2045-KqRgt
  4. World Economic Forum. (2023). The Future of Jobs Report 2023. Diakses dari https://www.weforum.org/publications/the-future-of-jobs-report-2023/digest/

Biodata Penulis:

Nur Priani Sari saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi, di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.