Oleh Zalfa Hasna Meylani
Kemajuan dalam teknologi informasi telah menjadikan media sosial sebagai elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, termasuk di kalangan santri. Di zaman digital ini hampir seluruh aktivitas manusia berkaitan dengan teknologi komunikasi, mulai dari mencari berita, beriteraksi, hingga mengungkapkan pendapat. Platform media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, WhatsApp, dan lainnya telah menjadi arena publik baru yang sangat memengaruhi cara berpikir serta perilaku masyarakat, terutama generasi muda.
Di satu sisi, media sosial memberikan peluang besar untuk berdakwah, membagikan pengetahuan, memperkuat hubungan sosial, serta menyebarluaskan nilai-nilai kebaikan. Dengan media sosial pesan-pesan positif dapat disebarkan dengan cepat dan menjangkau masyarakat luas tanpa batasan waktu dan tempat. Namun, di sisi lain media sosial juga memunculkan berbagai tantangan serius, seperti meningkatkan ujaran kebencian, rumor, perundungan di dunia maya, provokasi, dan penyebaran berita palsu atau hoaks. Jika tidak dikelola dengan bijaksana, media sosial bisa menjadi kerusakan moral dan konflik di Masyarakat.
Dalam hal ini, santri sebagai bagian dari generasi muda memiliki peranan penting. Santri adalah individu yang belajar di lingkungan pesantren dengan penekanan pada nilai-nilai keislaman, akhlak yang baik kedisiplinan serta tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan di pesantren tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan ajaran islam.
Nilai-nilai mulia yang diajarkan kepada santri, seperti kejujuran, tanggung jawab, kesabaran, dan sopan santun, seharusnya tidak hanya diterapkan dalam kehidupan bersosialisasi, termasuk di dunia digital. Oleh karena itu, santri harus memainkan peran penting dalam menanamkan etika berinteraksi di media sosial, baik di pesantren maupun dalam masyarakat luas. Keberadaan santri di media sosial diharapkan dapat menjadi penyeimbang di tengah arus informasi yang sering kali tidak terkontrol.
Kekuatan Moral Santri di Dunia Digital
Santri memiliki kekuatan utama dalam bentuk pemahaman mendalam tentang agama serta sikap berakhlak baik seperti kejujuran, tanggung jawab, dan sopan santun saat berinteraksi. Nilai-nilai ini sangat penting untuk menghadapi tantangan di dunia digital yang dipenuhi dengan berbagai godaan dan pengaruh buruk. Akhlak yang telah ditanamkan sejak awal di pesantren dapat menjadi perlindungan moral bagi santri dalam menggunakan media sosial dengan bijak.
Penerapan nilai-nilai akhlak di dunia digital dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan kecil yang memberikan makna. Santri diajarkan untuk memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya, memastikan kebenaran berita, dan mempertimbangkan efek dari setiap unggahan atau komentar yang dibuat. Sikap hati-hati ini sangat penting karena informasi yang beredar di media sosial bisa memengaruhi banyak orang dalam waktu singkat.
Selain itu, santri juga diharapkan menjauhi konten yang merusak moral, seperti pornografi, kekerasan, kebencian, dan provokasi. Dengan memiliki kontrol diri yang kuat, santri dapat melindungi diri dari pengaruh buruk tersebut dan tidak berpartisipasi dalam penyebarannya. Dalam berkomunikasi, santri sebaiknya menulis komentar yang positif, dan sopan, meskipun berhadapan dengan perbedaan pandangan.
Prinsip “berbicara yang baik atau lebih baik diam” menjadi pedoman utama dalam bersosial media. Prinsip ini mengajarkan bahwa tidak semua hal perlu dikomentari, terutama jika komentar tersebut berpotensi menimbulkan perselisihan atau menyakiti orang lain. Dengan pemahaman bahwa setiap tindakan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, santri didorong untuk menjadikan media sosial sebagai sarana untuk beramal dan berdakwah, bukan sebagai sumber dosa.
Penerapan akhlak ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari para santri. Contohnya, ketika berhadapan dengan berita palsu tentang masalah agama, santri diajarkan untuk mengecek sumbernya dengan prinsip tabayyun (QS Al-Hujurat:6), bukan segera menyebarkannya. Tindakan ini bukan hanya bertujuan untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga untuk menhindari fitnah yang dapat merusak persaudaraan Islam di dunia digital. Dengan cara ini, santri menjadi teladan bagi pengguna internet lainnya, memperlihatkan bahwa etika di dunia maya merupakan ibadah.
Program Pembelajaran Literasi Digital di Pesantren
Seiring berjalannya waktu, Lembaga Pendidikan islam seperti pesantren dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Banyak pesantren yang mulai menyadari pentingnya kemampuan literasi digital sebagai persiapan bagi santri di era modern. Literasi digital tidak hanya sebatas keterampilan dalam menggunakan teknologi, tetapi juga mencakup pemahaman mengenai etika, keamanan, dan tanggung jawab saat beraktivitas di dunia maya.
Beberapa pesantren telah melaksanakan berbagai inisiatif untuk mendidik santri dalam hal literasi digital serta pelatihan etika bermedia sosial. Inisiatif ini termasuk seminar, lokakarya, sosialisasi, dan pendampingan dalam praktik penggunaan media sosial secara bijak. Melalui kegiatan tersebut, santri diperkenalkan dengan dampak positif dan negatif dari media sosial, cara mengidentifikasi informasi palsu, serta pentingnya etika dalam berinteraksi online.
Dampak dari program literasi digital ini cukup signifikan. Santri menjadi lebih kritis dalam menerima informasi, lebih tahan terhadap provokasi dari isu-isu sensitif, dan mampu mengelola akun media sosialnya dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, santri juga didorong untuk menggunakan media sosial sebagai alat untuk berdakwah dan berbagi pengetahuan.
Santri yang sudah memiliki pemahaman teknologi kemudian dapat memproduksi konten dakwah yang menarik dan kreatif melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Konten ini bisa berupa video pendek, poster pendidikan, atau ceramah singkat yang disampaikan dengan bahasa yang santai dan mudah dimengerti. Dengan pendekatan yang sesuai dengan karakter generasi muda, nilai-nilai islam dapat disampaikan dengan cara yang lebih menarik dan efektif.
Melalui pendidikan literasi digital yang dikombinasikan dengan nilai-nilai keislaman, pesantren memainkan peran penting dalam mencetak santri yang tidak hanya beriman secara spiritual, tetapi juga mahir dan bertanggung jawab dalam menghadapi tuntutan dunia digital.
Santri Sebagai Perantara untuk Mendorong Kebaikan dan Menghentikan Keburukan Secara Online
Ditengah maraknya konten negatif di platform media sosial, santri memainkan peran penting sebagai pendukung amar ma’ruf nahi munkar di dunia maya. Tugas ini adalah penerapan dari ajaran islam yang menyerukan umatnya untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan yang tidak baik, baik di kehidupan sehari-hari maupun di dunia digital.
Santri dapat menjalankan tugas sebagai agen amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan melaporkan konten yang melanggar etika agama dan sosial, seperti ujaran kebencian, pornografi, dan tindakan kekerasan. Selain itu, santri juga dapat memberikan penjelasan atau pendidikan ketika ada informasi yang salah atau menyesatkan, khususnya yang berhubungan dengan ajaran islam.
Dalam melaksanakan peran tersebut, santri diharapkan untuk selalu menunjukkan sikap santun dan bijak. Santri sebaiknya tidak bersikap kasar, atau menghina orang lain. Sebaliknya, diharapkan santri dapat mengundang pengguna internet untuk berdiskusi dengan cara yang sehat dan sopan, dengan menekankan argument yang rasional dan didasarkan pada fakta yang benar.
Dengan pendekatan yang bijaksana dan penuh kesabaran, santri dapat menciptakan suasana berdiskusi yang baik di media sosial. Ini sangat penting karena perbedaan pendapat seringkali dapat menyebabkan konflik dan perpecahan jika tidak ditangani dengan bijaksana. Kehadiran santri sebagai penengah dan penyebar pesan damai dapat membantu menjaga harmoni di ruang digital. Dengan cara ini, santri tidak hanya berfungsi untuk melindungi diri dari pengaruh buruk media sosial, tetapi juga secara aktif berpartisipasi dalam menciptakan sesuatu digital yang beradab, damai dan bermoral.
Tantangan yang Dihadapi Santri dalam Menanamkan Etika Bermedia Sosial
Meskipun santri memiliki peranan yang sangat penting, mereka juga dihadapkan pada berbagai rintangan dalam membangun akhlak dan etika di media sosial. Salah satu rintangan yang utama adalah banjir informasi yang sulit untuk dikendalikan. Konten yang negatif seringkali lebih menarik perhatian dan cepat menyebar dibandingkan yang positif, sehingga ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna media sosial, termasuk santri.
Disamping itu, tekanan dari lingkungan sosial di media sosial juga menjadi tantangan yang signifikan. Hasrat untuk mendapatkan ketenaran, pengakuan, atau banyaknya pengikut dapat mendorong seseorang untuk mengikuti tren yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Santri harus memiliki keteguhan iman dan kemampuan kontrol diri yang kuat agar tidak terjatuh ke dalam perilaku yang menyalahi akhlak yang baik.
Rintangan lain yang dihadapi adalah perbedaan pendapat atau opini yang seringkali menimbulkan perdebatan panas di media sosial. Tanpa etika dan adab yang baik, perbedaan tersebut bisa berubah menjadi konflik yang merugikan persatuan. Oleh karena itu, santri perlu mampu merespons perbedaan dengan sikap yang matang, toleran dan bijaksana.
Upaya Memperkuat Peran Santri di Era Digital
Untuk memperkuat peran santri dalam membangun moral dan etika dalam penggunaan media sosial, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Pesantren sebagai institusi pendididkan mempunyai tanggung jawab utama untuk membimbing dan memberikan santri pemahaman tentang moral dan literasi digital yang terus-menerus. Keluarga juga memegang peranan penting dalam memberikan pengawasandan contoh yang baik dalam penggunaan media sosial di lingkungan rumah.
Selain itu, santri harus didorong untuk terus meningkatkan kemampuan digitalnya agar bisa bersaing secara positif di dunia maya. Bantuan dari pemerintah, Lembaga pendidikan dan organisasi keagamaan sangat diperlukan untuk memberikan pelatihan dan sarana yang memadai. Dengan adanya kerjasama yang baik antara semua pihak, peran santri sebagai agen perubahan di era digital bisa semakin diperkuat.
Penutup
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa santri memainkan peranan yang penting dalam menanamkan akhlak dan etika di dunia media sosial pada era digital ini. Dengan bekal ilmu agama, pembinaan akhlak di pesantren, serta kemampuan literasi digital, santri mampu menjadi teladan, pendidik, dan penggerak untuk menciptakan budaya bermedia sosial yang sopan, cerdas, dan bertanggung jawab. Jika peran ini terus diperkuat, santri memiliki potensi untuk menjadi “penjaga peradaban digital” yang menyebarkan wajah islam yang rahmatan lil ‘alamin di dunia maya.
Daftar Pustaka:
- Ahmad, M. (2021). Literasi Digital dan Etika Bermedia Sosial dalam Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media.
- Fanani, A. (2019). Peran Santri dalam Menjaga Moral dan Etika di Era Digital. Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam, 45-60.
- Hamid, A. (2020). Pesantren dan Transformasi Digital: Menanamkan Akhlak di Era Media Sosial. Yogyakarta: LKiS.
- Hasanah, U. (2018). Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Media Sosial: Studi Kasus Pesantren di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 203-218.
- Mubarok, H. (2022). Etika Berinternet dan Dakwah Digital. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Nasution, M. (2017). Akhlak Islam dan Pendidikan Pesantren. Jakarta: Kencana.
- Wahyudi, S. (2020). Santri dan Peranannya dalam Membangun Budaya Media Sosial yang Positif. Jurnal Pendidikan Islam, 123-135.