Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Remaja Cerdas Bermedia: Membangun Moderasi di Era Digital

Mari bangun ruang digital yang lebih sehat dengan moderasi—sebuah sikap bijak untuk menyeimbangkan kebebasan berekspresi.

Oleh Dinda Nurul Kholifah

Kata moderasi berasal dari kata Latin moderatio, yang berarti kesedangan atau tidak berlebihan-lebihan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa moderasi berarti mengurangi kekerasan atau menghindari ekstremisme. Moderasi digital merupakan prinsip penting dalam membangun perilaku bermedia yang sehat, yaitu kemampuan menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan etika, tanggung jawab, dan sikap kehati-hatian. Dalam konteks ruang digital yang sangat terbuka, moderasi hadir sebagai kendali diri agar seseorang tidak terjebak dalam perilaku berlebihan, ujaran negatif, atau penyebaran informasi yang merugikan. Oleh karena itu, moderasi dipahami sebagai sikap tengah yang tidak ekstrem, yang memadukan kebebasan, adab, dan kesadaran moral dalam setiap aktivitas digital.

Remaja Cerdas Bermedia

Indikator perilaku digital yang moderat dapat dilihat dari berbagai sikap yang ditampilkan pengguna saat mengakses media sosial, aplikasi pesan, maupun platform informasi. Individu yang moderat cenderung tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya, mampu menahan diri dari komentar kasar, dan menghindari penyebaran konten yang berpotensi menyinggung kelompok atau individu tertentu. Selain itu, moderasi tercermin dalam kebiasaan melakukan verifikasi informasi sebelum membagikan ulang, menghargai ruang privasi orang lain, serta mempertimbangkan etika saat mengunggah konten yang menyangkut kepentingan publik. Perilaku moderat juga menuntut pengguna untuk memahami bahwa kebebasan berekspresi bukan berarti bebas melanggar norma, tetapi harus ditempatkan dalam kerangka adab, penghormatan, dan empati terhadap sesama.

Penerapan moderasi digital tidak dapat dipisahkan dari berbagai tantangan era media sosial yang semakin kompleks. Di mana digital saat ini dipenuhi oleh fenomena hoaks, hate speech, cyberbullying, penyebaran identitas palsu, hingga polarisasi opini yang diperkuat oleh algoritma platform digital. Media sosial seringkali dirancang untuk memprioritaskan konten yang sensasional, kontroversial, atau emosional karena dianggap lebih menarik perhatian pengguna. Kondisi ini membuat pengguna mudah terjebak dalam perilaku impulsif dan ekstrem yang dapat merusak hubungan sosial. Selain itu, literasi digital yang tidak merata di kalangan masyarakat menyebabkan banyak orang tidak menyadari risiko yang muncul akibat ketidakmampuan melakukan moderasi diri, seperti penyalahgunaan informasi, penyebaran fitnah, atau keterlibatan dalam konflik daring. Tantangan-tantangan tersebut menegaskan bahwa moderasi bukan hanya sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan dalam membangun lingkungan digital yang aman dan beradab.

Urgensi moderasi bagi remaja menjadi semakin besar mengingat kelompok ini merupakan pengguna aktif dan intensif dari media digital. Remaja berada pada fase perkembangan psikologis yang sensitif terhadap pengaruh lingkungan, termasuk pola interaksi di media sosial. Tanpa pembinaan moderasi, pelajar berisiko terlibat dalam perilaku negatif seperti perundungan digital, penipuan daring, penyebaran rumor, atau konsumsi konten yang tidak sesuai usia. Oleh karena itu, moderasi menjadi fondasi penting dalam membentuk karakter digital remaja. Dengan menerapkan moderasi, remaja dapat belajar tentang pengendalian diri, sikap selektif terhadap informasi, serta kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi konten yang mereka akses. Hal ini membantu menciptakan budaya digital yang sehat, di mana interaksi digital remaja tidak hanya produktif, tetapi juga menghormati nilai kemanusiaan.

Pada tingkat yang lebih luas, moderasi berfungsi sebagai pilar pembentukan karakter digital yang selaras dengan nilai akhlak dan adab dalam Islam maupun prinsip etika universal. Moderasi mengajarkan keseimbangan, keadilan, dan penghargaan terhadap orang lain dalam konteks digital. Seseorang yang mengamalkan moderasi akan cenderung bersikap santun, tidak reaksioner, serta mampu mempertimbangkan dampak moral dari setiap tindakannya. Hal ini menunjukkan bahwa moderasi bukan sekadar strategi teknis dalam bermedia, tetapi bagian dari pembinaan akhlak digital yang membantu individu menjadi pengguna teknologi yang bertanggung jawab. Dengan moderasi, generasi muda tidak hanya menjadi cerdas secara digital, tetapi juga matang secara moral, sehingga mampu menjadikan ruang digital sebagai sarana penyebaran kebaikan, bukan konflik dan kebencian.

Biodata Penulis:

Dinda Nurul Kholifah saat ini aktif sebagai mahasiswa, program studi Pendidikan Agama Islam, di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.