Oleh Anisa Rahmasari
Pendidikan Agama Islam (PAI) memainkan peranan penting dalam mengembangkan karakter moral dan spiritual siswa di Indonesia. Namun, cara PAI diajarkan sekarang tidak bisa lagi hanya melalui pengajaran doktrin. PAI perlu memperbarui pendekatannya untuk menghadapi dua tantangan utama di abad ke-21: gangguan digital dan ancaman radikalisasi di sekolah-sekolah. Dengan munculnya gawai dan media sosial, cara siswa mendapatkan informasi telah berubah termasuk informasi terkait agama, sementara ideologi ekstremis mencoba untuk masuk melalui celah ini. Oleh karena itu, PAI perlu beradaptasi menjadi mata pelajaran yang lebih responsif, analitis, dan relevan dengan konteks.
Perubahan digital memberikan dampak yang kompleks pada dunia pendidikan. Di satu pihak, kemajuan teknologi membuka jalan untuk inovasi dalam cara pembelajaran. Namun, di sisi lain, hal ini juga menghasilkan gelombang informasi yang sering kali tidak terfilter, termasuk dalam bentuk konten keagamaan yang dangkal, cepat, dan terkadang menyesatkan (Fatimah 2022).
Dalam dunia Pendidikan Agama Islam (PAI) saat memasuki era digital, terdapat dua masalah utama yang perlu diperhatikan: hilangnya otoritas ilmiah dan penurunan kemampuan kognitif siswa. Saat ini, siswa lebih mudah terpapar pada informasi agama yang tidak sahih, yang disampaikan oleh influencer atau situs digital yang mungkin tidak memiliki kualifikasi yang tepat. Paparan informasi ini dapat mengurangi pengaruh tradisional dari guru PAI dan ulama yang menyediakan pengetahuan agama yang benar (Rasyid 2023). Masalah ini semakin serius dengan adanya metode belajar yang banyak menggunakan konten visual dan audio-visual yang cepat dan mudah diakses di media sosial. Cara siswa mengonsumsi informasi dengan cepat dan dangkal ini menyebabkan mereka kehilangan konsentrasi serta kesulitan memahami teks-teks agama yang rumit dan membutuhkan pemikiran mendalam (Muttaqin and Sari 2021).Oleh karena itu, peremajaan PAI harus menangani kedua ancaman ini dengan melatih guru untuk menggunakan teknologi sebagai sarana untuk dakwah dan pengajaran yang lebih efektif.
Untuk menangkal radikalisme yang sering kali berasal dari pemahaman agama yang sempit dan tekstual, sebuah ancaman serius yang kini menyasar kaum muda melalui media sosial. Pendidikan Agama Islam (PAI) harus secara aktif berpindah dari fokus dogmatis menuju pendidikan moderasi beragama. Perubahan ini memerlukan tiga pilar utama. Pertama, PAI harus menerapkan pendidikan kritis dan kontekstual, di mana siswa tidak hanya diajari tentang teks agama itu sendiri, tetapi juga memahami konteks sejarah, sosial, dan budaya saat ayat atau hadis itu diturunkan. Ini bertujuan agar mereka terhindar dari pemahaman yang ekstrem dan literal (Aripin 2019). Kedua, materi PAI perlu memperkuat toleransi dan pluralisme dengan mengedepankan nilai-nilai kebangsaan, persatuan, serta penghargaan terhadap perbedaan keyakinan dan latar belakang di Indonesia, sesuai dengan penerapan nilai-nilai Pancasila oleh pemerintah. Terakhir, penting untuk memberikan literasi media kritis agar guru PAI dapat membekali siswa dengan kemampuan untuk menganalisis sumber informasi keagamaan di internet, sehingga mereka dapat membedakan antara informasi yang valid dengan propaganda ekstremis (Hidayat 2022).
Peran Guru dan Kurikulum dalam Implementasi Revitalisasi
Revitalisasi dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) membutuhkan dua elemen penting yang saling mendukung: kurikulum yang fleksibel dan pendidik yang berkualitas. Kurikulum PAI seharusnya berkembang menjadi lebih humanis dengan penggunaan metode pembelajaran berdasarkan masalah yang secara jelas mengaitkan ajaran agama dengan masalah terkini seperti lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan cyberbullying. Dalam kerangka kurikulum ini, Pendidikan Akhlak tidak hanya berupa teori semata, tetapi juga diwujudkan melalui proyek sosial di lingkungan sekolah. Seiring dengan perubahan dalam kurikulum, peran guru PAI juga harus beralih dari penyampaian ceramah menjadi pendamping diskusi; pendidik harus bisa menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa untuk bertanya, berdiskusi, dan bahkan mengkritisi pemahaman agama dengan cara yang sehat dan logis, sehingga mendorong kemampuan berpikir kritis dan kemandirian intelektual siswa.
Daftar Pustaka:
- Aripin, S. 2019. Pendidikan Islam Moderat: Menangkal Radikalisme Dalam Kurikulum.
- Fatimah, S. 2022. “Ancaman Hoaks Dan Disinformasi Agama Di Era Digital: Peran PAI Dalam Literasi Media Kritis.” Jurnal Pendidikan Islam 11(1):45–60.
- Hidayat, F. 2022. “Literasi Digital Dan Pencegahan Ideologi Ekstrem Di Sekolah.” in Penerbit Media Ilmu.
- Muttaqin, A., and I. Sari. 2021. “Dampak Gawai Terhadap Kedalaman Pemahaman Materi PAI Siswa SMA.” Jurnal Penelitian Pendidikan 5(2):112–28.
- Rasyid, A. 2023. “Otoritas Keagamaan Di Ruang Digital: Tantangan Bagi Guru PAI.” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2(1):33–40.
Biodata Penulis:
Anisa Rahmasari saat ini aktif sebagai mahasiwa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.