Oleh Muyassaruh Mutiara Arman
Dekahan Ndeso budaya yang masih lestari di tengah-tengah perkembangan modern, di dusun Karangrejo, desa Sempu, kecamatan Andong, kabupaten Boyolali, masih menjaga budaya turun-temurun ini yang penuh kehangatan dan aroma harum ayam panggang. Tradisi Dekahan Ndeso bukan sekedar ritual, melainkan wujud syukur atas limpahan nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, terutama atas hasil panen melimpah yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Mari kita melihat budaya Dekahan Ndeso yang masih lestari hingga saat ini. Tidak hanya tentang membawa ayam panggang, tetapi juga mempererat kerukunan antarwarga.
Saat panen tiba, semua warga bersukacita. Banyak warga desa Karangrejo yang berprofesi sebagai petani, baik itu pemilik sawah atau buruh tani. Mereka menuai hasil dari apa yang telah ditanam dan rawat sepenuh hati. Tidak hanya pemilik sawah yang menikmati hasil panen, akan tetapi buruh tani juga ikut merasakan hasil panen. Sebagian buruh tani yang bekerja di sawah orang lain akan mendapat upah berupa hasil panen. Sehingga semua warga tanpa terkecuali bersukacita menyambut musim panen.
Masyarakat Karangrejo sadar bahwa hasil panen ini bukan hanya karena kerja keras mereka saja, namun juga berkat rahmat dan rezeki yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, masyarakat masih melestarikan tradisi Dekahan Ndeso sampai saat ini, budaya yang menjadi pengingat akan pentingnya rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanaan Tradisi Dekahan Ndeso
Tradisi ini dilakukan sekali dalam satu tahun. Tepatnya pada bulan Safar yang bertempat di rumah Bapak RT, dan dilaksanakan setelah semua masyarakat selesai melakukan panen. Sebelum tradisi benar-benar dilaksanakan, para sesepuh desa melakukan musyawarah untuk menentukan hari yang tepat untuk melaksanakan budaya ini.
Sehari sebelum puncak tradisi dilakukan, beberapa warga yang tidak memiliki kesibukan di sore hari, mereka mempersiapkan segala sesuatu untuk tradisi ini dilakukan. Seperti mempersiapkan sound dan tikar di rumah Bapak RT yang menjadi bagian bapak-bapak, lalu bagian ibu-ibu memasak makanan untuk acara tahlil dan doa yang akan dilaksanakan pada malam harinya. Semua warga saling gotong royong dan bahu membahu dalam mempersiapkan tradisi ini.
Tradisi ini dimulai pada malam hari jam 19.00 yang dihadiri oleh remaja laki-laki dan bapak-bapak di desa Karangrejo. Mereka melakukan doa, tahlil, dan bermusyawarah membahas segala sesuatu yang menyangkut permasalahan di dusun Karangrejo. Ditutup dengan makan bersama yang sudah dipersiapkan. Setelah makan bersama selesai, mereka akan melakukan jagongan--mengobrol ringan.
Sementara itu, ibu-ibu dan remaja putri tidak mengikuti tahlil dan doa. Mereka bertugas menyiapkan makanan yang wajib dibawa setiap keluarga untuk acara puncak keesokan hari, yaitu memanggang ayam utuh dan mempersiapkan segala kelengkapannya, mulai dari sayur sambal goreng kentang, nasi, kerupuk, tape, jadah, pisang, criping, lempeng sampai tempe dan tahu goreng.
Kelengkapan lain lain ini tidak diwajibkan. Namun, untuk ayam panggang dan nasi setiap keluarga diwajibkan membawa. Jika ada warga yang tidak bisa untuk memanggang ayam sendiri diperbolehkan untuk memesan kepada warga lain atau mengganti dengan memberikan uang untuk kas desa.
Puncak Tradisi Dekahan Ndeso
Pagi hari, puncak tradisi Dekahan Ndeso. Semua warga berkumpul dengan sukacita dari anak-anak hingga kakek-nenek, mereka berjalan bersama menuju rumah Bapak RT dengan membawa ayam panggang dan kelengkapannya. Ada yang membawanya dengan tampah di atas kepala, ada yang membawanya dengan tenggok--wadah dari anyaman bambu, yang digendong menggunakan jarik atau kain, dan ada yang membawanya menggunakan baskom besar.
Setelah semua warga berkumpul, acara dimulai dengan pengumpulan makanan menjadi satu di dalam rumah Bapak RT. Lalu anak-anak, remaja, serta ibu-ibu dan bapak-bapak melakukan jalan-jalan mengelilingi desa. Sedangkan para sesepuh desa tetap berada di rumah Bapak RT mengurus makanan-makanan yang telah dibawa oleh warga.
Setelah anak-anak, remaja, ibu-ibu dan bapak-bapak desa sudah kembali dari keliling desa, semua masyarakat melakukan doa bersama. Makanan yang sudah dicampur sesuai kategori makanan oleh para sesepuh desa sebelumnya, dibagikan kembali kepada warga dengan wadah yang sudah mereka bawa masing masing. Sesepuh desa memanggil nama kepala keluarga masing-masing. Sembari menunggu namanya dipanggil, mereka berbincang-bincang dengan satu sama lain.
Sedangkan anak-anak dan remaja berkumpul di halaman depan rumah Bapak RT yang sudah diberi alas karpet, mereka disebut sebagai cah angon. Mereka berkumpul dan membentuk lingkaran dengan wadah baskom kecil di depannya. Mereka nantinya akan diberi nasi dan sepotong ayam panggang serta kerupuk di dalam baskom kecil masing-masing.
Setelah pembagian makanan Dekahan Ndeso selesai, acara ditutup, para warga pulang ke rumah dan menyantap makanan Dekahan Ndeso yang sudah dibagikan bersama keluarga atau dengan tetangga terdekat masing-masing.
Makna Tradisi Dekahan Ndeso
Tradisi ini bukan hanya sebagai wujud syukur masyarakat atas hasil panen yang dimiliki, namun juga menjadi sarana mempererat kerukunan dan kebersamaan antarwarga. Semangat gotong royong, kebersamaan, dan rasa syukur menjadi nilai luhur yang terus dijaga dalam setiap pelaksanaan budaya Dekahan Ndeso di Desa Karangrejo.
Dengan melestarikan Dekahan Ndeso, generasi muda saat ini tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menumbuhkan rasa syukur, kebersamaan, dan cinta terhadap budaya sendiri. Sebab, tradisi bukan sekadar tentang warisan zaman dahulu, melainkan juga tentang bagaimana nilai-nilainya terus hidup dalam hati dan tindakan generasi masa kini.
Biodata Penulis:
Muyassaruh Mutiara Arman saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Prodi Pendidikan Ekonomi.