Oleh Lintang Sabila Ramadhani
Wonogiri sering disebut sebagai kota kecil di selatan Jawa Tengah. Banyak orang menganggap daerah ini jauh dari keramaian. Namun, anggapan itu tidak selalu tepat. Wonogiri adalah kabupaten yang luas dan beragam. Wilayahnya mencapai sekitar 1.818 km² menurut BPS tahun 2023. Luas ini menjadikannya salah satu kabupaten terbesar di Jawa Tengah. Bentang alamnya panjang, dari bukit kapur hingga laut selatan. Gambaran ini menunjukkan bahwa Wonogiri tidak sesempit bayangan banyak orang.
Sejarah Wonogiri juga panjang dan menarik. Daerah ini pernah menjadi bagian penting perjalanan Raden Mas Said. Ia dikenal sebagai tokoh perlawanan terhadap kolonial. Wonogiri menjadi basis gerakannya selama bertahun-tahun. Jejak sejarah itu dapat ditemukan di banyak tempat. Masyarakat mewariskannya melalui cerita keluarga dan tradisi lokal. Sejarah ini sering terlupakan, padahal menjadi fondasi identitas daerah. Wonogiri bukan sekadar nama di peta. Ia adalah ruang hidup yang tumbuh bersama peristiwa penting masa silam.
Pesona alam Wonogiri pun tidak bisa diabaikan. Bukit Cumbri menjadi favorit pendaki pemula maupun fotografer. Puncaknya menyajikan panorama kabut pagi yang lembut. Waduk Gajah Mungkur adalah ikon kota yang menenangkan. Waduk ini dibangun sejak era 1980-an dan masih menjadi magnet wisata hingga sekarang. Wisata air, perahu, hingga kuliner ikan banyak ditemukan di sekitarnya. Pantai Nampu juga tak kalah indah. Garis pantainya bersih dan tenang, dengan pasir putih yang jarang tersentuh wisatawan luar. Alam Wonogiri begitu lengkap. Bukit, waduk, dan pantai berdampingan dalam satu daerah yang luas.
Kekayaan Wonogiri tidak hanya terlihat dari alamnya. Budayanya masih kuat dan terpelihara. Banyak festival tradisi digelar setiap tahun. Kirab Budaya menghadirkan tarian, topeng, hingga musik gamelan. Warga masih menjaga nilai-nilai adat dan gotong royong. Kuliner daerah juga beragam dan otentik. Tiwul dikenal sebagai makanan yang mengenyangkan dan historis. Besengek dan jangan lombok menyajikan rasa gurih dan pedas yang khas. Makanan-makanan itu tidak hanya lezat. Mereka menyimpan cerita tentang ketahanan hidup masyarakat. Wonogiri juga dikenal sebagai penghasil tembakau dan tebu. Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri mencatat produksi tembakau mencapai 10.000 ton per tahun. Sektor wisata kini memberi kontribusi 15–20% terhadap PDRB lokal. Angka ini menunjukkan perkembangan ekonomi yang tidak kecil.
Label “pelosok” sering muncul karena Wonogiri tidak punya mall besar. Padahal, keberadaan mall bukan ukuran kemajuan sebuah daerah. Banyak daerah memilih menjaga ruang hijau daripada membangun pusat belanja besar. Sekitar 40% wilayah Wonogiri adalah hutan lindung dan kawasan konservasi. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022 menunjukkan luas itu mencakup sebagian wilayah Gunung Lawu. Kondisi ini justru menjadi keunggulan. Udara tetap bersih. Lingkungan tetap terjaga. Tidak adanya mall tidak mengurangi kualitas hidup masyarakat. Bahkan, banyak warga kota besar datang ke Wonogiri untuk mencari ketenangan yang tidak mereka dapatkan di kota asal.
Pengalaman para pengunjung membuktikan hal itu. Banyak wisatawan menikmati keramahan warga desa. Desa-desa wisata menyediakan 15 homestay nyaman dan puluhan warung makan yang aman bagi wisatawan. Data Kementerian PUPR tahun 2023 mencatat ada lebih dari 50 warung makan di kawasan wisata. Jalan tol Trans-Jawa juga membuat akses ke Wonogiri lebih mudah. Banyak pengunjung dari Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta datang untuk berlibur. Mereka mengaku terkesan dengan suasana yang damai. Banyak keluarga memilih piknik di Waduk Gajah Mungkur. Para pendaki memilih menghabiskan akhir pekan di Bukit Cumbri. Ada juga wisatawan muda yang menikmati senja di Pantai Nampu. Cerita-cerita itu menunjukkan bahwa Wonogiri bukan sekadar daerah lewat. Ia tujuan wisata yang menyenangkan.
Melihat semua ini, sebutan “pelosok” jelas tidak relevan lagi. Wonogiri tidak membutuhkan mall besar untuk dikenal. Daerah ini punya identitas yang kuat. Punya alam yang indah. Punya sejarah yang panjang. Punya budaya yang hidup. Banyak sektor ekonomi terus berkembang. Tembakau, tebu, kuliner, dan wisata menjadi pilar-pilar penting. Infrastruktur juga semakin baik dari tahun ke tahun. Banyak orang yang datang untuk menikmati atmosfer damai yang sulit ditemukan di kota besar.
Wonogiri layak dipandang secara adil. Mungkin tidak seramai kota besar, mungkin tidak punya mall megah, tapi Wonogiri menyimpan nilai yang lebih penting. Ketenangan, kekayaan alam, budaya lokal, dan keramahan masyarakat. Semua itu menjadikannya kota yang istimewa. Wonogiri bukan pelosok. Ia adalah rumah bagi banyak cerita dan pesona. Jika ada yang masih meragukannya, mungkin mereka hanya belum sempat datang dan melihat langsung keindahannya.
Biodata Penulis:
Lintang Sabila Ramadhani saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret.