Arif Bagus Prasetyo (lahir 30 September 1971) adalah budayawan Indonesia yang dikenal sebagai pemikir dan pekerja kebudayaan. Ia merupakan kritikus sastra dan seni rupa, penyair angkatan 2000-an, kurator lukisan, serta ahli penerjemahan yang telah meraih berbagai penghargaan bergengsi. Saat ini, ia menetap di Bali bersama istrinya, Oka Rusmini, yang juga seorang penyair dan novelis.
Jejak Karier dan Pemikiran Kritis
Prasetyo memiliki latar belakang akademik yang kuat. Ia merupakan alumni Program Studi Sastra Inggris dengan minat dalam penerjemahan di Universitas Terbuka, serta menyelesaikan studi Magister Ilmu Linguistik dengan konsentrasi penerjemahan di Universitas Udayana. Selain itu, ia pernah mengikuti International Writing Program (2002) di University of Iowa, Amerika Serikat.
Pada awal kariernya, saat masih menjadi mahasiswa Teknik Elektro di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Prasetyo aktif dalam komunitas seni Bengkel Muda Surabaya pada era 1990-an. Ia juga turut mendirikan Kelompok Seni Rupa Bermain pada tahun 1994, yang aktif mengkritisi kondisi sosial-politik Indonesia pada masa akhir Orde Baru. Sejak awal 2000-an, ia mulai menerjemahkan karya-karya sastra dan akademisi dunia ke dalam bahasa Indonesia.
Sebagai kritikus sastra dan seni rupa, Prasetyo kerap menantang paradigma lama dalam kritik sastra. Melalui esainya di koran Kompas tahun 2011, ia memperkenalkan gagasan tentang kritik sastra baru yang membangkitkan polemik di kalangan sastrawan dan akademisi. Ia menegaskan bahwa kritik sastra tidak hanya bekerja dalam paradigma pencarian makna, tetapi juga dapat menempati wilayah seni, yakni penciptaan makna. Pemikirannya ini menggugat cara kerja kritik sastra konvensional yang berusaha merekonstruksi makna orisinal suatu karya. Sebaliknya, Prasetyo berargumen bahwa kritikus seharusnya berperan sebagai pencipta makna baru, memperlakukan karya sastra sebagai bahan mentah untuk menyusun narasi yang lebih luas.
Kiprah sebagai Penerjemah dan Kurator
Sebagai seorang penerjemah, Prasetyo telah menerjemahkan lebih dari 20 buku asing yang diterbitkan oleh berbagai penerbit besar di Indonesia. Keahliannya dalam menerjemahkan tidak hanya terbatas pada teks sastra, tetapi juga mencakup karya akademik dan seni. Hal ini memperkuat posisinya sebagai jembatan antara sastra global dan pembaca Indonesia.
Di bidang seni rupa, Prasetyo juga berperan sebagai kurator lukisan. Ia telah menulis kritik seni rupa dan terlibat dalam berbagai proyek kuratorial. Karyanya dalam bidang ini membuatnya meraih berbagai penghargaan, di antaranya:
- Pemenang II Kritik Seni Rupa 2005 – Dewan Kesenian Jakarta
- Pemenang I Kritik Sastra 2007 – Dewan Kesenian Jakarta
- Anugerah "Widya Pataka" 2009 – Pemerintah Provinsi Bali
- Anugerah Puisi CSH 2009
Peran dalam Sastra dan Seni Internasional
Karya-karya Prasetyo telah diterbitkan di berbagai media nasional dan internasional, seperti Kompas, Majalah Tempo, Koran Tempo, Horison, Jurnal Kebudayaan Kalam, Visual Arts, Sarasvati, Asian Art News (Hong Kong), Perisa (Malaysia), Bahana (Brunei), Iowa Review (Amerika Serikat), dan Inside Indonesia (Australia). Ia juga aktif sebagai juri dalam berbagai penghargaan sastra, salah satunya Kusala Sastra Khatulistiwa pada tahun 2018.
Sebagai pemikir seni budaya, Prasetyo kerap diundang dalam forum seni-budaya tingkat internasional, antara lain:
- Low Stream Echoes di Jeju Museum of Contemporary Art, Korea Selatan (2014)
- Democratic Human Rights and Peace Exhibition Workshop di Gwangju Museum of Art, Korea Selatan (2015)
- International Symposium Asian Art and Network di Jeju Museum of Art, Korea Selatan (2016)
Kontribusi dalam Kritik Sastra dan Seni
Melalui forum Temu Sastrawan Indonesia III di Tanjungpinang tahun 2010, Prasetyo mengusulkan konsep kritik sastra baru yang memadukan analisis kritis dengan pendekatan kreatif. Menurutnya, kritik sastra tidak hanya sekadar menjelaskan atau menafsirkan makna dalam karya sastra, tetapi juga dapat menjadi medium penciptaan makna baru yang memperkaya interpretasi pembaca.
Dalam berbagai esainya, ia berargumen bahwa karya sastra tidak memerlukan kritikus sebagai "penjembatan" antara pengarang dan pembaca. Sebaliknya, kritikus justru harus menciptakan jembatan baru yang tidak hanya menghubungkan pembaca dengan karya, tetapi juga membuka ruang interpretasi yang lebih luas. Dengan pendekatan ini, Prasetyo mengubah cara pandang terhadap peran kritik sastra dalam dunia literasi Indonesia.
Bibliografi
Sebagai penulis dan penyair, Prasetyo telah menerbitkan beberapa karya sastra dan kritik seni yang penting, di antaranya:
- Mahasukka (IndonesiaTera, 2000)
- Mangu Putra: Nature, Culture, Tension (Jezz Gallery, 2000)
- Melampaui Rupa: Sebingkai Wajah Seni Lukis Indonesia Mutakhir (Jezz Gallery, 2001)
- Stephan Spicher: Eternal Line on Paper (Matamera Books, 2005)
- Epifenomenon: Telaah Sastra Terpilih (Grasindo, 2005)
- Memento: Buku Puisi (Buku Arti, 2009)
- Memento: Poems (Arti Books, 2015)
Arif Bagus Prasetyo adalah figur penting dalam dunia sastra dan seni Indonesia. Gagasan-gagasannya yang inovatif dalam kritik sastra dan seni rupa telah memperkaya wacana intelektual di Indonesia. Sebagai penyair, kritikus, kurator, dan penerjemah, ia terus berkontribusi dalam pengembangan kebudayaan dengan pendekatan yang tidak hanya analitis, tetapi juga kreatif. Dengan semangat inovasi dan pemikiran kritisnya, Prasetyo tetap menjadi salah satu pemikir budaya yang berpengaruh di Indonesia hingga saat ini.
Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Arif Bagus Prasetyo untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.