Asmara Hadi lahir pada 8 September 1914 di Talo, Bengkulu, dan meninggal pada 3 September 1976 di Bandung, Jawa Barat, pada usia 61 tahun. Sebagai anggota Pujangga Baru, Asmara Hadi dikenal sebagai penyair yang menyuarakan semangat kebangsaan dan patriotisme dalam karyanya. Ia juga terlibat aktif dalam pergerakan politik dan jurnalistik, meninggalkan jejak penting dalam sejarah sastra dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan dan Awal Karier
Asmara Hadi berasal dari keluarga terpelajar dengan ayah bernama Khobri bin Merah Hosen (gelar "Raja Api") dan ibu bernama Khamaria. Ia mengenyam pendidikan di HIS Bengkulu, kemudian melanjutkan ke MULO di Jakarta, dan akhirnya menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Taman Siswa Bandung.
Perjuangan Politik
Dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, Asmara Hadi aktif di Partindo dan berperan sebagai anggota MPRS sampai tahun 1966. Ia pernah menjabat sebagai menteri negara dan Wakil Ketua DPRGR (Kabinet Dwikora II dan Kabinet Dwikora III). Sebagai pejuang kemerdekaan, ia mengalami berbagai penderitaan termasuk hukuman buang. Pada tahun 1934-1935, Asmara Hadi dibuang ke Ende, Flores bersama Bung Karno dan beberapa kali dipenjara oleh Pemerintah Belanda. Meski begitu, semangatnya untuk perjuangan tidak pernah padam, didorong oleh teladan Rosa Luxemburg, pejuang revolusioner wanita dari Jerman.
Karya Sastra dan Nama Samaran
Asmara Hadi dikenal dengan penggunaan berbagai nama samaran dalam karyanya, antara lain Ipih A, Abdul Hadi, Hadi-Ratna (sebagai lambang persatuan dengan istrinya, Ratna Juami), dan Ibnu Fatah (untuk tulisan di majalah Mandala). Sebagai penyair Pujangga Baru, puisi-puisinya mencerminkan semangat kebangsaan dan romantisme yang kuat, berpadu dengan patriotisme yang mendalam.
Karya Jurnalistik
Asmara Hadi juga memiliki pengalaman luas di bidang jurnalistik. Ia bekerja sebagai pemimpin redaksi Pikiran Rakjat pada tahun 1938-1940 dan pemimpin majalah Toejoean Rakjat. Selain itu, ia pernah menjadi redaktur harian Bintang Timoer pimpinan Parada Harahap dan majalah Efficiency yang terbit di Jakarta. Di tahun 1943, Asmara Hadi bekerja di Penerbit Pemandangan yang kemudian berganti nama menjadi Penerbit Pembangunan, dan sejumlah karyawannya disalurkan ke Asia Raja untuk menulis tentang kebudayaan dan filsafat.
Semangat Kebangsaan dan Pengaruh dalam Sastra
Puisi-puisi Asmara Hadi sangat dipengaruhi oleh semangat kebangsaan dan patriotisme. Melalui unsur-unsur romantik yang berpadu dengan semangat perjuangan, puisinya mengungkapkan harapan untuk masa depan bangsa Indonesia. Ia percaya bahwa kemerdekaan adalah hasil dari perjuangan keras dan pengorbanan.
Keluarga dan Kehidupan Pribadi
Pada tahun 1935, Asmara Hadi menikah dengan Ratna Juami Ningsih, anak angkat Ibu Inggit Ganarsih dan Bung Karno. Dari perkawinan ini, mereka dikaruniai delapan anak, lima laki-laki dan tiga perempuan. Asmara Hadi dikenal sebagai sosok yang sangat menghargai buku, yang terlihat ketika ia mengutamakan membawa koleksi bukunya saat meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1943.
Asmara Hadi adalah sosok yang mencerminkan dedikasi mendalam untuk perjuangan kemerdekaan dan kebangsaan Indonesia. Sebagai penyair, pejuang, dan jurnalis, ia telah memberikan kontribusi besar dalam sejarah sastra dan politik Indonesia. Karyanya yang penuh semangat kebangsaan dan patriotisme masih dikenang sebagai bagian penting dari warisan sastra Indonesia.
Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Asmara Hadi untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.
