Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Kumpulan Puisi karya Daffa Randai

Dalam peta sastra Indonesia kontemporer, nama-nama muda bermunculan seperti matahari pagi yang menyapu kabut. Di antara generasi penyair pascareformasi yang perlahan menampilkan daya saing dan karakter kuatnya sendiri, Daffa Randai hadir sebagai sosok yang tidak hanya menjanjikan, tetapi juga konsisten dalam membangun narasi, membentuk komunitas, dan menawarkan pendekatan baru terhadap puisi. Lahir pada 22 November 1996 di Srimulyo, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, Daffa membawa jejak daerahnya dalam tubuh karya yang ditulisnya—baik secara tematik maupun semangat berkaryanya.

Daffa Randai

Sebagai penyair muda yang menjalani studi Magister Sastra di Universitas Gadjah Mada, Daffa memadukan antara kedalaman intelektual dan ketulusan emosional dalam puisi-puisinya. Ia menulis bukan semata untuk menumpahkan perasaan, melainkan juga untuk mengajukan pemikiran, merespons kondisi sosial, dan mencatat perubahan zaman dari sudut pandangnya sendiri.

Buku:

  • Rumah Kecil di Kepalamu (2018)
  • Rute Lain Menuju Hatimu (2023)

Dari Kepalanya, Rumah Puisi Tumbuh

Daffa Randai telah menerbitkan dua buku puisi tunggal: Rumah Kecil di Kepalamu (2018) dan Rute Lain Menuju Hatimu (2023). Judul-judul tersebut sudah cukup mewakili karakter kepenyairannya: akrab dengan citra personal, namun tak jatuh pada kemanjaan romantisme murahan. Ia mengangkat pengalaman-pengalaman keseharian, perasaan-perasaan yang tak megah, tetapi justru menyentuh karena kejujurannya. Rumah Kecil di Kepalamu menyiratkan konsep rumah yang tidak berwujud fisik, melainkan berada dalam imaji, dalam kenangan, dalam relung batin. Sementara Rute Lain Menuju Hatimu adalah metafora perjalanan emosional yang tak linier, tak pasti, namun penuh kemungkinan.

Puisi-puisinya bukan untuk membanggakan kemahiran bahasa semata, melainkan untuk mengajak pembaca menyelami ruang batin yang luas. Gaya bahasanya tidak berbelit. Ia menggunakan metafora dengan bijak: tidak berlebihan, tapi selalu menyimpan lapisan makna. Ia tahu kapan harus menggunakan bahasa yang puitis, dan kapan harus memberi jeda untuk perenungan. Ini menandakan kematangan estetik, sesuatu yang jarang dimiliki oleh penyair seusianya.

Komunitas sebagai Basis Gerakan Estetik

Daffa bukan penyair yang hanya duduk menunggu puisi datang. Ia menggerakkan, merangsang ekosistem sastra untuk tumbuh bersama. Pendiri Pura-Pura Penyair, Daffa menawarkan konsep komunitas literer yang cair, terbuka, dan tidak menggurui. Nama “pura-pura” sendiri adalah sikap satir sekaligus jujur: bahwa menjadi penyair bukan soal titel, tapi soal kegigihan dan kesadaran mencipta. Di tengah kebingungan identitas para penyair muda yang sering kali terjebak dalam pencitraan dan euforia media sosial, Daffa justru memilih jalan membangun ruang kolektif, tempat di mana puisi bisa tumbuh secara organik.

Selain itu, Daffa juga menggagas Serikat Penulis Palembang—sebuah inisiatif penting yang patut dicatat dalam sejarah kesusastraan daerah. Upaya ini tidak hanya mempersatukan suara-suara dari Sumatera Selatan, tetapi juga menunjukkan bahwa sastra Indonesia tidak lagi terpusat di Jakarta atau Yogyakarta. Melalui Serikat ini, Daffa berkontribusi dalam membangun kemandirian literer daerah, mendorong distribusi karya, dan memperkuat jejaring penulis lintas kota.

Perannya sebagai kurator media publikasi pun menunjukkan satu hal penting: Daffa bukan hanya memikirkan puisinya sendiri, tetapi juga memikirkan bagaimana puisi-puisi lain bisa ditemukan pembacanya. Ia membaca, menyunting, mengapresiasi, dan membuka jalan bagi banyak suara muda untuk terbit. Ia tidak hanya menjadi penyair, tapi juga fasilitator ekosistem.

Dari Jurnalistik ke Sastra: Lintasan yang Mengasah

Keterlibatan Daffa dalam dunia pers mahasiswa seperti Mading Wiyata dan LPM Pendapa Tamansiswa juga menjadi fondasi penting dalam perkembangan literernya. Pengalaman sebagai redaktur dan pemimpin redaksi memberikan kemampuan redaksional yang tajam. Ia belajar membaca secara kritis, menyunting secara cermat, dan memahami pentingnya narasi. Ini membuat puisinya tidak hanya indah, tapi juga terstruktur dan sadar konteks.

Menulis dari ruang jurnalistik ke ruang sastra menjadikan Daffa sebagai penulis yang tak hanya piawai bermain metafora, tetapi juga peduli pada substansi. Ia tahu bagaimana menyampaikan gagasan dengan kuat, dan bagaimana menjaga sensitivitas terhadap realitas sosial. Ini membedakannya dari banyak penyair muda lain yang hanya mengejar estetika tanpa memperhatikan nilai etis atau kemanusiaan dalam karyanya.

Masa Depan yang Sudah Dimulai

Daffa Randai adalah cermin dari penyair muda Indonesia yang menggabungkan kecintaan pada puisi dengan komitmen pada komunitas. Ia tidak hanya menulis puisi sebagai bentuk ekspresi personal, tetapi juga sebagai bagian dari perjuangan kultural yang lebih besar. Ia adalah penyair yang tak ragu membumikan imajinasi, mengangkat narasi-narasi dari akar, dan menjadikan sastra sebagai alat untuk membangun bukan hanya wacana, tetapi juga relasi sosial.

Dalam dirinya, masa depan sastra Indonesia tampak menjanjikan. Ia adalah penyair yang telah memulai langkahnya dengan penuh kesadaran, dan tampaknya tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Puisi-puisinya mungkin lahir dari rumah kecil di kepalamu, tapi dampaknya bisa mencapai hati siapa saja yang bersedia membaca dengan hati terbuka. Sebab dalam setiap larik Daffa Randai, ada percikan cahaya yang pelan-pelan menghangatkan: dari pinggiran, untuk seluruh Indonesia.

Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Daffa Randai untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.

    Kumpulan Puisi karya Daffa Randai

© Sepenuhnya. All rights reserved.