Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Kumpulan Puisi karya Faisal Ismail

Dalam sejarah kesusastraan dan pemikiran Islam Indonesia, nama Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA layak ditempatkan dalam barisan tokoh yang menjembatani tradisi dan modernitas. Lahir di Prembun, Sumenep, Madura pada 15 Mei 1947, dan wafat dalam usia 75 tahun, Faisal Ismail bukan hanya dikenal sebagai birokrat ulung dan akademisi produktif, tetapi juga sebagai penyair yang mengawinkan kedalaman spiritualitas dengan refleksi sosial dalam karya-karya puisinya.

Sebagai penyair, Faisal Ismail tampil dalam warna yang khas. Antologi puisi seperti Nyanyian Musim (1980) dan Obsesi (1982) memperlihatkan betapa ia tidak hanya menulis dalam ruang personal atau kontemplatif, tetapi juga mengguratkan permenungan atas dinamika kehidupan, agama, dan identitas. Puisinya menyentuh sisi-sisi eksistensial manusia, dengan nada lirih yang penuh penghayatan, tapi tidak kehilangan semangat rasional dan keterlibatan sosial.

Faisal Ismail

Apa yang membedakan Faisal Ismail dari banyak penyair generasinya adalah kapasitas intelektual dan kontribusinya dalam ranah ilmiah serta birokrasi. Pendidikan tinggi yang ia tempuh di Columbia University dan McGill University memberinya dasar kuat untuk menjadi intelektual Islam yang kritis dan moderat. Disertasinya yang membahas penerimaan umat Islam terhadap Pancasila membuktikan betapa ia memahami pentingnya kerukunan, inklusivitas, dan semangat kebangsaan dalam konteks keberagaman Indonesia.

Kehadiran Faisal Ismail sebagai penulis puisi bukanlah pelarian dari dunia akademik yang ketat, melainkan perpanjangan dari nalar estetikanya. Puisi baginya adalah bahasa hati yang menjangkau ruang yang tak mampu dicapai oleh diskursus akademik. Dalam bait-baitnya, kita menemukan kegelisahan spiritual, keindahan bahasa, dan dorongan untuk membumikan nilai-nilai universal Islam.

Namun, kontribusinya tidak berhenti pada dunia literasi. Sebagai akademisi dan birokrat, Faisal Ismail menjabat berbagai posisi strategis—dari Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Kepala Badan Litbang Kementerian Agama, hingga Sekretaris Jenderal dan Duta Besar RI untuk Kuwait dan Bahrain. Dalam semua peran itu, ia tidak pernah melepaskan idealismenya sebagai pemikir Islam yang menjunjung akal sehat, toleransi, dan kemanusiaan.

Buku-bukunya—yang berjumlah puluhan—menjadi jejak penting dalam diskursus pemikiran Islam Indonesia kontemporer. Ia menulis dengan gaya akademis yang jernih namun membumi, menyentuh isu-isu seperti pendidikan Islam, pluralisme, sejarah peradaban Islam, hingga perdebatan seputar sekularisme dan tradisi keagamaan lokal. Dalam salah satu karyanya, Islam: Idealitas Qur’ani, Realitas Insani, ia menekankan bagaimana Islam berinteraksi secara lentur dengan budaya lokal selama tidak menyalahi prinsip dasar syariat. Pemikiran ini memperlihatkan kekukuhan komitmennya pada Islam yang ramah, terbuka, dan berakar di bumi Indonesia.

Warisan Faisal Ismail sebagai penyair, pemikir, dan pendidik adalah refleksi utuh seorang Muslim intelektual yang tidak berhenti belajar, mengabdi, dan menulis. Ia mewakili model keulamaan baru yang tidak hanya berpegang pada teks, tetapi juga menjadikan konteks sebagai bagian tak terpisahkan dari tafsir keislaman. Dalam dunia yang makin gaduh oleh ekstremisme dan polarisasi, pemikiran Faisal Ismail memberi napas segar bagi Islam yang merangkul, bukan memukul; yang menyapa, bukan menghakimi.

Faisal Ismail telah pergi, tapi puisi-puisinya tetap bernyanyi dan pemikirannya terus hidup di tengah pergolakan zaman.

Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Faisal Ismail untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.

    Kumpulan Puisi karya Faisal Ismail

© Sepenuhnya. All rights reserved.