Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Kumpulan Puisi karya Fitri Yani

Dalam lanskap sastra Indonesia kontemporer, nama Fitri Yani muncul sebagai salah satu penyair perempuan yang menghidupkan kembali semangat sastra daerah, khususnya dalam bahasa Lampung. Lahir di Liwa, Lampung Barat pada 28 Februari 1986, Fitri Yani menapaki dunia literasi dan seni sejak usia muda. Dengan ketekunan dan cinta terhadap bahasa ibu, ia berhasil menorehkan prestasi penting dengan meraih Hadiah Sastera Rancagé 2014, sebuah penghargaan sastra bergengsi untuk karya sastra dalam bahasa daerah.

Jejak Pendidikan dan Organisasi

Fitri Yani mengawali pendidikan dasarnya di SD Negeri 1 Sebarus Liwa, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Liwa, dan SMU Negeri 8 Bandar Lampung. Kecintaannya pada ilmu sosial dan pendidikan membawanya menempuh studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Lampung, jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Fitri Yani

Selama masa kuliah, ia aktif dalam dunia organisasi, khususnya di UKMBS (Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni). Di sana, Fitri Yani menunjukkan bakat dan dedikasi luar biasa, tidak hanya sebagai anggota Divisi Teater dan Sastra, tapi juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Teater dan Sastra, hingga menjadi Kepala Program UKMBS. Pengalamannya di organisasi ini memperkuat pondasi estetik dan ideologisnya sebagai seniman dan intelektual muda.

Menyala dalam Puisi dan Panggung Internasional

Fitri Yani tak sekadar menulis di ruang sunyi. Ia aktif membangun jaringan sastra melalui berbagai forum, baik nasional maupun internasional. Ia pernah menjadi peserta di:

  • Pertemuan Penyair Nusantara V dan VI
  • Ubud Writers and Readers Festival (2011)
  • Temu Sastrawan Indonesia IV (2011)
  • Festival Puisi dan Lagu Rakyat Antar-Bangsa Pangkor, Malaysia (2012)

Keterlibatannya dalam ajang-ajang tersebut menunjukkan bagaimana puisi dan pemikiran Fitri Yani menjangkau lebih dari sekadar lokalitas tempat ia berasal. Ia menjadi suara Lampung yang berbicara kepada Nusantara, bahkan dunia.

Suluh: Bahasa Ibu sebagai Medium Api Kultural

Puncak pencapaian Fitri Yani adalah ketika ia dianugerahi Hadiah Sastera Rancagé 2014 untuk karyanya berjudul Suluh, sebuah kumpulan puisi berbahasa Lampung. Penghargaan ini bukan hanya bentuk pengakuan atas kualitas puisinya, tetapi juga atas keberaniannya memperjuangkan bahasa ibu sebagai wahana ekspresi estetik.

Suluh tidak hanya berisi puisi-puisi yang puitis, tetapi juga reflektif dan sarat akan nilai-nilai lokalitas. Ia merawat bahasa Lampung bukan sebagai benda mati, tapi sebagai organisme hidup yang terus tumbuh dalam puisi. Ia meyakini bahwa mempertahankan bahasa daerah adalah cara untuk menjaga identitas dan jati diri, terutama di tengah arus globalisasi yang seringkali menggerus nilai-nilai lokal.

Perempuan, Bahasa, dan Perlawanan Kultural

Sebagai penyair perempuan dari daerah, perjuangan Fitri Yani tidak mudah. Ia harus menghadapi tantangan struktural dalam dunia sastra yang masih didominasi oleh suara-suara pusat dan maskulin. Namun, lewat karya dan kehadirannya, Fitri Yani menegaskan bahwa perempuan juga memiliki peran penting dalam membentuk arah sastra Indonesia, terutama dalam konteks daerah.

Puisinya tidak hanya indah, tetapi juga menggugah, menyuarakan keresahan, cinta, sejarah, dan harapan—semua disampaikan dalam diksi yang kuat dan penuh makna.

Warisan dan Harapan

Meski terbilang muda, kontribusi Fitri Yani terhadap sastra Lampung dan Indonesia telah nyata terasa. Ia menjadi inspirasi bagi generasi muda di Lampung untuk mencintai bahasa ibu mereka dan mengekspresikan diri melalui sastra.

Kehadirannya dalam dunia sastra adalah “suluh” yang menyala—menerangi lorong panjang perjalanan bahasa daerah, menghangatkan ruang-ruang sastra yang nyaris padam, dan menyalakan kembali semangat untuk mencintai akar budaya sendiri.

Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Fitri Yani untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.

    Kumpulan Puisi karya Fitri Yani

© Sepenuhnya. All rights reserved.