Mawie Ananta Jonie adalah seorang penulis dan penyair Indonesia yang lahir di Teluk Bayur, Padang, Sumatra Barat, pada 5 Mei 1940. Ia dikenal sebagai bagian dari sastra eksil Indonesia, yakni kelompok penulis yang hidup di pengasingan akibat dinamika politik di tanah air. Meskipun jauh dari Indonesia, Mawie terus berkarya dan menghasilkan puisi-puisi yang menggambarkan kegelisahan, perjuangan, serta kerinduannya terhadap tanah kelahiran.
Perjalanan Pendidikan dan Karier Awal
Mawie menempuh pendidikan dasarnya di Padang Panjang dan Lubuk Alung, kemudian melanjutkan ke Sekolah Guru Pendidikan Djasmani (SGPD) di Padang (1958—1962). Sejak masa sekolah, ia telah aktif menulis puisi dan cerpen yang dimuat di berbagai media seperti Harian Suara Persatuan dan Mingguan Mimbar Minggu. Mawie juga sering mengikuti lomba deklamasi puisi dan baca cerita pendek serta aktif dalam kegiatan seni sastra di RRI Padang.
Pada tahun 1962, ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Akademi Jurnalistik Dr. Rivai. Karier jurnalistiknya pun berkembang ketika ia menjadi wartawan di Harian Bintang Timur dan pemimpin redaksi majalah Derap Pelajar yang diterbitkan oleh Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Mawie juga aktif menulis di beberapa surat kabar ibu kota seperti Mingguan Hari Minggu, Bintang Timur, HR Minggu, dan Jalan Rakyat Surabaya.
Hijrah ke Tiongkok dan Kehidupan Eksil
Pada tahun 1964, Mawie pergi ke Beijing dan berkuliah di Akademi Bahasa Asing Beijing serta melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Olahraga. Saat berada di Tiongkok, puisinya dimuat dalam berbagai media seperti The Call, Kancah, dan Mimbar Indonesia. Namun, setelah tragedi politik di Indonesia pada 1965, ia tidak dapat kembali ke tanah air dan menjadi salah satu penulis eksil yang hidup di luar negeri.
Pada tahun 1989, Mawie pindah ke Belanda dan menetap di sana hingga kini. Seperti penulis eksil lainnya, ia terus menulis dan menerbitkan karyanya melalui berbagai publikasi seperti Kreasi, Arah, dan Arena. Selain itu, ia aktif dalam komunitas sastra di Belanda dan bekerja di Bagian Sport, Rekreasi, dan Turisme di Kotapraja Almere-Stad menjelang masa pensiunnya.
Karya-Karya Sastra
Karya-karya Mawie Ananta Jonie banyak mengangkat tema perjuangan, kerinduan terhadap tanah air, dan ketidakadilan. Beberapa kumpulan puisinya yang terkenal antara lain:
- Nyanyian Persahabatan & Sebuah Surat Musim Bunga (1994)
- Janji kepada yang Mati (1998)
- Yang Tertindas yang Melawan Tirani I (1997)
- Yang Tertindas yang Melawan Tirani II (1998)
- Di Negeri Orang (2002), diterbitkan oleh Amanah-Lontar Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Sejarah Budaya Indonesia-Amsterdam.
Karya-karyanya tidak hanya menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya sebagai seorang eksil, tetapi juga menyuarakan perasaan dan pemikirannya tentang kondisi sosial dan politik Indonesia dari kejauhan.
Warisan Sastra dan Pengaruhnya
Mawie Ananta Jonie adalah salah satu penyair eksil Indonesia yang tetap eksis dan produktif meskipun hidup di perantauan. Puisinya menjadi bukti bahwa sastra mampu melampaui batas-batas geografis dan tetap hidup dalam hati para pembacanya. Dengan karya-karya yang telah diterbitkan, Mawie turut memperkaya khazanah sastra Indonesia serta memberikan perspektif yang unik tentang diaspora dan perjuangan para penulis eksil.
Sebagai bagian dari sastra eksil Indonesia, Mawie Ananta Jonie menunjukkan bahwa seorang penulis dapat terus berkarya dan menyuarakan pikirannya, meskipun jauh dari tanah air. Karya-karyanya tetap relevan dan menjadi inspirasi bagi generasi penulis selanjutnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Mawie Ananta Jonie untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.