Umbu Landu Paranggi, lahir pada 10 Agustus 1943 di Kananggar, Paberiwai, Sumba Timur, adalah salah satu tokoh yang paling dihormati dalam dunia sastra Indonesia. Sosoknya dikenal penuh misteri, namun warisannya dalam membangun komunitas sastra serta mendorong lahirnya sastrawan besar menjadikannya sebagai figur yang abadi dalam ingatan dunia sastra. Umbu wafat pada 6 April 2021 di Bali, meninggalkan jejak mendalam dalam perkembangan sastra modern Indonesia.
Masa Muda dan Awal Perjalanan Sastra
Umbu menempuh pendidikan di SMA Bopkri 1 Yogyakarta, tempat ia menemukan minatnya pada sastra setelah bertemu dengan guru inspiratif, Lasiyah Soetanto. Dari sana, bakatnya dalam menulis mulai tumbuh dan berkembang. Ia melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) serta Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Yogyakarta.
Pada tahun 1970-an, Umbu mendirikan Persada Studi Klub (PSK), sebuah komunitas sastra di Malioboro, Yogyakarta. PSK menjadi wadah bagi penyair muda untuk berkembang dan melahirkan nama-nama besar seperti Emha Ainun Nadjib, Ebiet G. Ade, dan Linus Suryadi AG. Umbu menjadi mentor, pembimbing, dan inspirator yang memotivasi para anggotanya melalui pendekatan yang sederhana tetapi penuh makna. Ia juga mengasuh rubrik puisi dan sastra di Mingguan Pelopor Yogya.
Presiden Malioboro yang Sederhana
Julukan "Presiden Malioboro" diberikan kepada Umbu sebagai pengakuan atas perannya dalam menghidupkan denyut sastra di kawasan tersebut. Namun, ia tetap hidup sederhana, menjauhi popularitas dan sorotan media. Umbu kerap terlihat membawa kantung plastik berisi kertas-kertas puisi yang ia kumpulkan, simbol dedikasinya pada dunia sastra. Ia menganggap dirinya bukan sebagai "bintang", melainkan "pupuk" yang membantu sastrawan lain tumbuh dan berkembang.
Hijrah ke Bali dan Kontribusi Baru
Pada tahun 1978, Umbu pindah ke Bali, tetapi semangatnya untuk membina generasi muda tidak pernah surut. Di Bali, ia mengasuh rubrik Apresiasi di Bali Post dan membimbing penulis muda seperti Wayan Jengki Sunarta, Oka Rusmini, dan Warih Wisatsana. Ia juga mendirikan komunitas Jatijagat Kampung Puisi (JKP), yang menjadi pusat kegiatan sastra di Bali.
Keterlibatannya tidak hanya terbatas pada penulisan, tetapi juga pada pembinaan sanggar seni dan teater remaja. Umbu bekerja sama dengan para guru dan seniman lokal untuk membangkitkan gairah seni dan sastra di kalangan generasi muda.
Kehidupan Pribadi dan Tradisi Sumba
Sebagai putra Sumba, tradisi dan budaya tanah kelahirannya selalu melekat dalam kehidupan Umbu. Ia berasal dari keluarga bangsawan, dengan panggilan "Umbu" sebagai gelar kehormatan. Dari pernikahannya dengan Rambu Hana Hunggu Ndami, Umbu memiliki tiga anak: Umbu Domu Wulang Maramba Andang, Rambu Anarara Wulang Paranggi, dan Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi. Anak bungsunya, Umbu Wulang Tanaamahu, dikenal sebagai aktivis lingkungan hidup.
Umbu juga dikenal sebagai sosok yang religius dan spiritual. Saat wafat akibat COVID-19, ia diberi penghormatan melalui ritual adat Sumba, kurukudu, serta liturgi Kristiani, sebelum dimakamkan di tanah kelahirannya.
Penghargaan dan Pengakuan
Kontribusi Umbu terhadap sastra Indonesia diakui melalui berbagai penghargaan, termasuk:
- Penghargaan Anugerah Budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (2018).
- Penghargaan Sepanjang Hayat dari Akademi Jakarta (2019).
- Penghargaan Pengabdian pada Dunia Sastra 2019 dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
- Bali Jani Nugraha dari Festival Seni Bali Jani (2020).
- Anugerah Kebudayaan Indonesia 2020 kategori "Pencipta, Pelopor, dan Pembaru".
Selain itu, komponis Ananda Sukarlan menciptakan musik dari beberapa puisi Umbu dalam konser bertajuk Matahari Terbenam di Timur yang berlangsung di Labuan Bajo pada tahun 2021.
Umbu sebagai Warisan Hidup Sastra
Umbu Landu Paranggi adalah figur yang tidak hanya menciptakan karya, tetapi juga menginspirasi dan membangun ekosistem sastra yang kokoh di Indonesia. Melalui PSK, rubrik sastra, serta komunitas sastra di Bali, Umbu telah menanam benih sastra yang terus tumbuh hingga kini. Ia adalah "pohon rindang" yang memberikan naungan bagi banyak penyair besar, dan meskipun ia menyebut dirinya "pupuk", jejaknya dalam dunia sastra akan terus bersemi sepanjang zaman.
Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Umbu Landu Paranggi untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.