Puisi: Di Makam (Karya Joshua Igho)

Puisi "Di Makam" karya Joshua Igho memadukan elemen-elemen visual, spiritual, dan emosional dengan sangat efektif. Meskipun singkat, karya ini ....
Di Makam


Di makam puncak gunung tidar
wirid melangit
serupa parang celurit
setan terbirit-birit
dan aku,
menahan rasa sakit usai membukit.


Magelang, 2014

Analisis Puisi:
Puisi "Di Makam" karya Joshua Igho adalah sebuah karya singkat namun padat, yang menghadirkan gambaran atmosfer dan perasaan yang kuat.

Lokasi dan Gambaran Fisik: Puisi ini membawa pembaca ke suatu tempat yang khusus, yaitu makam di puncak Gunung Tidar. Lokasi ini memberikan nuansa keagungan dan ketenangan, namun kontrasnya dengan pemakaian kata "parang celurit" dan "setan terbirit-birit" menciptakan ketegangan dan kegelisahan.

Wirid dan Spiritualitas: Penggunaan kata "wirid" menggambarkan suasana spiritual dan pengabdian di tempat yang dianggap sakral. Wirid adalah serangkaian zikir atau doa yang biasanya berkaitan dengan praktik keagamaan Islam. Ini menciptakan lapisan makna yang melibatkan dimensi rohaniah dan hubungan dengan yang Maha Kuasa.

Parang Celurit dan Setan Terbirit-birit: Metafora "parang celurit" dan "setan terbirit-birit" memberikan warna gelap pada suasana makam. Parang celurit dapat diartikan sebagai simbol kekuatan atau potensi bahaya, sedangkan "setan terbirit-birit" menciptakan citra sesuatu yang cepat dan mendalam. Gabungan ini menggambarkan kontras antara spiritualitas dan elemen yang mungkin mengancam di tempat tersebut.

Pengalaman Pribadi dan Rasa Sakit: Ketika penyair menyatakan, "dan aku, menahan rasa sakit usai membukit," muncul nuansa pengalaman pribadi. Kata-kata ini mengisyaratkan bahwa perjalanan ke makam tersebut bukan tanpa kesulitan atau rasa sakit. Ini juga dapat diartikan secara simbolis, menyoroti perjuangan atau kesulitan dalam pencarian spiritual atau pengabdian.

Kesimpulan Singkat dan Dalam: Puisi ini berakhir dengan cara yang singkat namun dalam. Kata-kata terakhir "menahan rasa sakit usai membukit" memberikan kesan penutup yang kuat dan merenung. Pembaca ditinggalkan dengan gambaran makam di puncak Gunung Tidar dan perasaan rasa sakit yang mungkin berkaitan dengan perjalanan spiritual atau fisik.

Gaya Bahasa yang Kompak: Penyair menggunakan gaya bahasa yang sangat kompak. Dengan hanya beberapa baris, ia berhasil menyampaikan banyak makna dan menciptakan atmosfer yang kuat. Setiap kata dipilih dengan hati-hati untuk memberikan dampak yang mendalam.

Misteri dan Intrik: Puisi ini meninggalkan sejumlah misteri dan intrik. Penyair tidak mengungkapkan secara eksplisit sumber rasa sakit atau konteks lengkap di balik kunjungan ke makam. Hal ini meninggalkan ruang bagi pembaca untuk merenung dan menggali makna yang lebih dalam.

Secara keseluruhan, "Di Makam" adalah puisi yang memadukan elemen-elemen visual, spiritual, dan emosional dengan sangat efektif. Meskipun singkat, karya ini mampu merangsang imajinasi pembaca dan memunculkan pertanyaan yang mendalam tentang kehidupan, kematian, dan pengalaman manusia di hadapan misteri keabadian.

"Puisi Joshua Igho"
Puisi: Di Makam
Karya: Joshua Igho
© Sepenuhnya. All rights reserved.