Puisi: Membisiki Telinga Sendiri (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Membisiki Telinga Sendiri" karya W.S. Rendra menyoroti semangat dan kebahagiaan yang bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Membisiki Telinga Sendiri


Biru
Hari kusam dan bergeser lamban.
Radio mengingatkan lagu kenangan
dengan kekasih yang di riba bumi.

Kok aneh.
Kuingin hari lebih cepat berlalu
dan terpupuslah segala dongeng itu.
Alangkah sedihnya kalau sudah kutahu,
atas segala keluh,
mereka sudah jemu.
Tapi darahku tak bisa tahu
dan pada arusnya masih juga menderu
lagu ratapan yang panjang.

Kukata pada diriku:
Rendra kau harus berbuat apa-apa
kalau tidak, bisa gila.
Jadi kulangkahkan kakiku.

Selanjutnya,
dengan sepatu karet kujalani Pasar Pon.
Di sini hidup berlangsung dengan semangat.
Dan alir keringat bermuara senyuman sehat.

Begitu detik berlalu,
begitu terpancar lagu.
Harus kubuat apa-apa,
kalau tidak,
bisa gila.

Kukenal Mansyur Samin,
penyair anak Sumatra
yang menggadaikan kereta anginnya
untuk sekolah di Tanah Jawa.

Begitu detik berlalu, begitu terpancar lagu.
Kupergi makan ke Warung Tiga Bola,
sepiring nasi hati rendang.
Di sini kujumpa penyanyi suka ketawa
yang sering makan berutang.

Harus kubuat apa-apa,
kalau tidak, bisa gila.

Di Pasar Pon kukenal si Tatak
dengan bininya telah berkembang biak.
Anak banyak, kerja banyak, kesenangan banyak
kerna satu yang tak banyak,
mimpi indah yang memuncak.

Begitu mereka maju,
seluruh hidupnya berlagu.

Ada Mbah Kasim penjual jamu.
Mulai modal kecil dulu.
Siang-siang baca koran,
sore mandi dan minum kopi.
Malam kerja kurang enak.
Sekarang tidur nyenyak.

Mereka berlalu maju,
seluruh hidupnya berlagu.

Mari kukenang si Tatak
Apa yang dipunya serba banyak.
Mansyur Samin, Rakhman penyanyi,
Mbah Kasim, dan banyak lagi.
Juga Bang Buyung yang jarang mandi
Hidupnya seperti main sulap
Empat hari tahan tak bisa makan
terus hidup dan banyak dongeng.

Sebenarnya sudah bisa kupupus kesedihanku.
Bisa kubawa dansa muda-mudi
cuma aku sendiri yang keras kepala
Lukaku sudah muda, tetapi kugaruk lagi.

Kucari sendiri kesedihanku.
Aku cuma lesu dan sedikit kepayahan.
Perasaan tenggelam didalam-dalamkan.

Ayo diriku, kok begitu.
Soalnya kan sudah ketemu.
Mereka terlalu maju,
seluruh hidupnya berlagu.
Harus kubuat sesuatu,
tiada pos tempat menunggu.


Solo, 1954

Sumber: Puisi-Puisi Cinta (2015)

Analisis Puisi:
Puisi "Membisiki Telinga Sendiri" karya W.S. Rendra menggambarkan pemikiran dan pengalaman penyair saat ia berjalan-jalan melalui Pasar Pon dan bertemu dengan berbagai karakter yang hidup dengan semangat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam puisi ini, penyair merenungkan kehidupan, kesedihan, dan keinginan untuk menemukan tempat dalam dunia yang terus berubah.

Kesepian dan Ketidaknyamanan: Puisi ini dimulai dengan deskripsi hari yang kusam dan perasaan biru yang mendalam. Penyair merasa tidak nyaman dengan kenangan yang terus-menerus diputar di radio dan keinginan agar waktu berlalu lebih cepat. Ini menciptakan perasaan kesepian dan kebosanan yang kuat.

Keinginan untuk Bertindak: Penyair merasa harus berbuat sesuatu untuk mengatasi perasaan kesepian dan rasa frustasi. Sebagai respons terhadap perasaannya, ia memutuskan untuk pergi ke Pasar Pon dan menjalani hari dengan semangat.

Gambaran Pasar Pon: Penyair menggambarkan Pasar Pon sebagai tempat yang hidup dengan semangat, di mana orang-orang bekerja keras, berkeringat, dan mengejar cita-cita mereka. Ini menciptakan gambaran tentang kehidupan sehari-hari yang penuh semangat dan rasa optimisme.

Temui Orang-Orang Luar Biasa: Dalam perjalanannya, penyair bertemu dengan berbagai karakter menarik, seperti Mansyur Samin, penyair anak Sumatra, dan Mbah Kasim, penjual jamu. Mereka adalah contoh-contoh individu yang hidup dengan penuh semangat dan kesenangan, meskipun memiliki kesulitan dalam hidup mereka.

Kesimpulan tentang Kehidupan: Penyair menyadari bahwa kehidupan adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan berbagai pengalaman. Dia menemukan inspirasi dari orang-orang yang dia temui di Pasar Pon dan menyadari bahwa meskipun hidup bisa sulit, ada kebahagiaan dan semangat di sekitarnya. Dalam kata-kata terakhir, penyair merenungkan keinginan untuk mengatasi kesedihannya dan menemukan rasa gembira dalam tarian dan kehidupan yang penuh semangat.

Puisi "Membisiki Telinga Sendiri" karya W.S. Rendra menciptakan gambaran tentang perasaan kesepian dan ketidaknyamanan, tetapi juga menyoroti semangat dan kebahagiaan yang bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Penyair menyadari pentingnya bertindak dan menemukan inspirasi dalam orang-orang yang hidup dengan semangat dalam masyarakatnya. Puisi ini adalah perjalanan pemikiran penyair tentang kehidupan, kesedihan, dan semangat.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Membisiki Telinga Sendiri
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.