Puisi: Sajak Burung-Burung Kondor (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Sajak Burung-Burung Kondor" adalah sebuah panggilan untuk perubahan sosial yang adil dan berkelanjutan, di mana kebebasan dan keadilan ...
Sajak Burung-Burung Kondor

Angin gunung turun merembes ke hutan,
lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para petani-buruh
yang terpacak di atas tanah gembur
namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.

Para tani buruh bekerja,
berumah di gubuk-gubuk tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur,
namun hidup mereka sendiri sengsara.

Mereka memanen untuk tuan tanah
yang mempunyai istana indah.
Keringat mereka menjelma menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim kondom.

Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah,
Dan di malam hari mereka terpelanting di lantai,
Dan sukmanya berubah menjadi burung kondor.

Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung tinggi,
dan di sana mendapat hiburan dari sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan sakit hati.

Burung-burung kondor menjerit.
Di dalam marah menjerit.
Tersingkir ke tempat-tempat yang sepi.

Burung-burung kondor menjerit,
di batu-batu gunung menjerit,
bergema di tempat-tempat yang sepi.

Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki udara,
dan di kota orang-orang siap menembaknya.

Yogya, 1978

Sumber: Potret Pembangunan dalam Puisi (1993)

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak Burung-Burung Kondor" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya yang penuh dengan kritik sosial terhadap ketidakadilan dan penderitaan yang dialami oleh rakyat petani-buruh di Indonesia.

Metafora Angin dan Burung Kondor: Dalam puisi ini, angin gunung melambangkan perubahan dan aliran kehidupan, sementara burung kondor mewakili kebebasan dan keinginan untuk meraih kedamaian. Kondisi sosial dan ekonomi yang keras memaksa rakyat petani-buruh untuk mencari pelarian dalam keheningan dan kesepian.

Ketidakadilan dalam Pekerjaan dan Penghasilan: Puisi ini menggambarkan betapa para petani-buruh bekerja keras dan menghasilkan kekayaan bagi tuan tanah dan pabrik-pabrik cerutu Eropa, namun mereka sendiri hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Ada ketidakadilan yang mendalam dalam distribusi kekayaan dan kekuasaan di masyarakat.

Kritik terhadap Kekuasaan dan Eksploitasi: Penyair dengan tajam mengkritik kekuasaan tuan tanah dan kapitalis yang mengeksploitasi buruh tani untuk keuntungan pribadi mereka. Keringat dan penderitaan rakyat menjadi sumber kekayaan bagi mereka, sementara mereka sendiri terus menderita.

Perlawanan dan Kebangkitan: Meskipun terjerat dalam siklus kemiskinan dan penderitaan, puisi ini menunjukkan semangat perlawanan dan kebangkitan di antara rakyat. Burung kondor, meskipun terus dikejar dan dianiaya, tetap mengejar kebebasan dan keadilan, mencari hiburan dari sepi gunung.

Kekerasan dan Ketidakadilan: Di balik keindahan lanskap gunung, terdapat penderitaan dan kekerasan yang tak terlihat. Burung-burung kondor, yang seharusnya merupakan lambang kebebasan, kini menjadi korban kekejaman manusia yang berkuasa.

Dengan demikian, puisi "Sajak Burung-Burung Kondor" adalah sebuah panggilan untuk perubahan sosial yang adil dan berkelanjutan, di mana kebebasan dan keadilan menjadi hak bagi semua warga negara. Puisi ini menegaskan pentingnya mengakui dan mengatasi ketidakadilan sosial demi tercapainya masyarakat yang lebih manusiawi.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Sajak Burung-Burung Kondor
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.