Puisi: Bagaimana Kalau (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Bagaimana Kalau" karya Taufiq Ismail merenungkan berbagai kemungkinan alternatif dalam dunia yang kita tinggali.
Bagaimana Kalau


Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam, tapi buah alpukat

Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat

Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah, dan kepada Koes Plus kita beri mandat

Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi, dan ibukota Indonesia Monaco

Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas, salju turun di Gunung Sahari

Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin dan Ali Wardhana ternyata pengarang‐pengarang lagu pop

Bagaimana kalau hutang‐hutang Indonesia dibayar dengan pementasan Rendra

Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi, dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan

Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya sehingga di kamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi serta suara‐suara percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan margasatwa Afrika

Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil mempertimbangkan protes itu

Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita pelihara ternak sebagai pengganti

Bagaimana kalau sampai waktunya kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi.


1971

Sumber: Sajak Ladang Jagung (1973)

Analisis Puisi:
Puisi "Bagaimana Kalau" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya sastra yang mengajak pembaca untuk merenungkan berbagai kemungkinan alternatif dan imajinasi yang berbeda tentang dunia yang kita tinggali.

Refleksi atas Kemungkinan Alternatif: Puisi ini mengajak pembaca untuk berpikir tentang apa yang mungkin terjadi jika dunia ini berjalan dengan cara yang berbeda. Setiap baris puisi memperkenalkan kemungkinan alternatif yang mengubah realitas yang kita kenal. Ini mengajak kita untuk merenungkan tentang bagaimana dunia bisa berbeda jika pilihan-pilihan yang berbeda diambil.

Pertanyaan tentang Identitas: Puisi ini menunjukkan bahwa identitas sesuatu, seperti makanan, bentuk bumi, atau bahkan lagu nasional, bisa berubah jika kita mengganti perspektif. Hal ini mengajak kita untuk mempertanyakan makna sebenarnya dari identitas dan norma yang kita terima sebagai kenyataan.

Ironi dan Kritik: Puisi ini menggunakan unsur-unsur ironi dan kritik sosial dengan menggambarkan perubahan radikal dalam struktur sosial dan geografis dunia. Contohnya, perubahan ibukota Amerika menjadi Hanoi dan ibukota Indonesia menjadi Monaco menciptakan ketegangan antara realitas dan imajinasi.

Refleksi atas Kreativitas dan Imajinasi: Melalui puisi ini, Taufiq Ismail merayakan peran imajinasi dan kreativitas dalam berpikir alternatif. Ia mengajak pembaca untuk membuka pikiran mereka dan berani bermimpi tentang kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas.

Pertanyaan tentang Manusia dan Alam: Puisi ini menghadirkan kontras antara alam (seperti salju turun di Gunung Sahari) dan peradaban manusia (seperti bunyi industri). Ini bisa diartikan sebagai refleksi atas peran manusia dalam mengubah lingkungan alam mereka dan dampak yang dihasilkan.

Puisi "Bagaimana Kalau" mengajak pembaca untuk merenungkan berbagai kemungkinan alternatif dalam dunia yang kita tinggali. Ini adalah sebuah karya yang merangsang imajinasi dan pemikiran kreatif, serta mengingatkan kita akan kekuatan kata-kata dalam menciptakan gambaran-gambaran yang berbeda tentang realitas.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Bagaimana Kalau
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.